7 Saksi Dihadirkan JPU KPK di Sidang Korupsi Eks Bupati Meranti M Adil

0 158

 

DERAKPOST.COM – Sidang atas kasus korupsi mantan Bupati Meranti, M Adil di PN Pekanbaru berlangsung pada hari Selasa (29/8/2023), Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Sidang masuk tahap pembuktian. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mehadirkan sebanyak tujuh orang saksi.

Sidang ini, dipimpin langsung Ketua PN Pekanbaru Arief Nuryanta dengan hakim anggota Dr Salomo Ginting dan Adrian HB Hutagalung. M Adil sendiri, mengikuti sidang tersebut lewat video conference karena sedang berada di Rutan KPK di Jakarta. Selain M Adil, terdakwa M Fahmi Aressa.

JPU mendakwa M Adil melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.

Pada dakwaan pertama disebutkan M Adil pada tahun 2022 hingga 2023 bersama-sama Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.

Pemotongan itu dibuat seolah-olah utang. Hal itu disampaikan M Adil dan Fitria Nengsih dalam suatu pertemuan. Terdakwa diketahui meminta 10 persen dari setiap OPD. Padahal tidak ada kewajiban dari OPD untuk melakukan itu dan OPD tidak punya utang kepada terdakwa.

Atas permintaan itu, untuk pencairan bendahara masing-masing meminta persetujuan kepada Kepala OPD. Setelah disetujui, dilakukan pencairan dan uangnya diserahkan ke Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti untuk selanjutnya diberikan kepada M Adil.

Uang diserahkan Fitria Nengsih dan sejumlah kepala OPD di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti, Jalan Dorak, Selatpanjang. Uang itu ada yang langsung diterima M Adil dan ada juga melalui beberapa orang lain seperti ajudan bupati.

Pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp5 miliar lebih. “Total uang pemotongan UP yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8,” ucap JPU Ikhsan Fernandi.

Pada dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.

Jamaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jamaah dan M Adil meminta fee Rp3 juta dari setiap jamaah yang diberangkatkan.

Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekdakab Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih. Dari jumlah itu, Fitria Nengsih mendapat Rp14,7 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp750 juta.

“Uang diserahkan fitria nengsih di rumah dinas bupati kepulauam meranti. Patut diduga uang itu berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku bupati kepulauan meranti lantaran memberikan pekerjaan di bagian Kesra Setdakab tentang perjalanan umrah kepada PT TMT,” papar JPU.

Kemudian dalam dakwaan ketiga, M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.

Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri. “Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberi uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan riau sebesar Rp1 miliar,” jelas JPU.

Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022..Terdakwa ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengondisian dalam penilaian laporan keuangan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Atas perbuatannya itu, JPU menjerat M Adil dengan pasal berlapis. Yakni dakwaan pertama diancam pidana Pasal 12 huruf 1 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dakwaan kedua, diancam pidana dengan Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.

Dan atau, Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.

Dakwaan ketiga, diancam pidana Pasal 5 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dan atau kedua, diancam pidana Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. **Fad

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.