“Pelaksanaan Program PSR Belum Maksimal di Provinsi Riau”

0 269

 

DERAKPOST.COM – Peremajaan kelapa sawit yang diwujudkan melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dimana diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 13 Oktober 2017. Begitu juga halnya di Provinsi Riau telah diterapkan, namun belum maksimal.

Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Riau melalui Kepala Bidang (Kabid) Produksi Vera Vigianti SH MM mengakui, bahwa pelaksanaan program PSR yang sudah digulirkan tersebut belum maksimal di Riau. “Rata-rata ini realisasi luasan yang telah di-replanting sekitar 30 persen dari alokasi setiap tahunnya,” kata Vera.

Hal itu katanya, yang ditargetkan seluas 20.000 hektare. Buktinya, menurut Vera, antara lain dari realisasi program PSR di Riau untuk tahun inipun nol persen alias tidak ada sama sekali alias zonk. Maka, tahun 2022 untuk pertama kalinya Riau tidak mendapatkan realisasi. Ini karena petani persyaratan cukup banyak, serta menyulitkan.

Terlebih lagi, Vera, sejak diberlakukanya aturan PSR yang baru melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian, Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit, pengurusan PSR menjadi lebih rumit.

“Salah satu kesulitan ini karena syarat yang harus diurus melewati antar lintas sektoral seperti Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian LHK dan instansi lainnya,” katanya.

Dikatakan dia, syarat terbaru yang harus dipenuhi petani itu adalah adanya surat keteranganya bebas kawasan lindung gambut. Ini tentu syarat semakin berat dipenuhi yang karena 60 persen lahan perkebunan sawit di Riau memang ada berada di kawasan gambut.

Selama ini, sambungnya, hal memenuhi syarat sebelumnya yakni bebas kawasan hutan saja, masih banyak petani sawit yang terganjal karena berdasarkan RT/RW Riau banyak perkebunan sawit rakyat masuk kawan hutan, padahal sudah puluhan tahun lalu berdiri kebun sawitnya.

Vera menilai, sulitnya akses terhadap PSR ini menambah deretan luka Riau. “Sebagai produsen hampir 34 persen CPO nasional, Riau malah tak didukung pemerintah pusat,” katanya.

Ia mengatakan kucuran dana yang didapat Riau lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) amat minim dibandingkan dengan cuan dari bisnis buah emas itu.

“Perkebunan yang sangat luas di Riau, tapi uang kita tidak kembali ke Riau dan tersimpan di pusat. Hanya sekitar 1,6 persen saja yang kita peroleh ke daerah yang angkanya sekitar Rp 1 triliunan, sementara dana di BPDPKS itu Rp 116 triliun” kata Vera lagi.

Beragam fasilitas berupa sarana prasarana, beasiswa dan pelatihan dari BPDPKS amat sedikit diterima oleh Riau. Padahal, pembenahan sektor kelapa sawit di Bumi Lancang Kuning sangat mendesak.

“Dampak lingkungan dan kerusakan jalan sangat terasa dialami Riau. Tapi, kita tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki itu semua. Karena kita tidak punya dana,” tutup Vera. **Rul

 

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.