DERAKPOST.COM – Sembilan pekan lebih Israel terus diguncang aksi unjuk rasa terhadap pemerintahan sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Keresahan yang telah menular hingga ke satuan militer itu disebut telah mencapai titik didih yang berbahaya.
Presiden Israel Isaac Herzog mengatakan, negaranya sedang mengalami krisis bersejarah yang dapat menghancurkannya dari dalam. Komentar ini menyusul protes massal terhadap rencana pemerintah untuk merombak sistem peradilan.
“Kami berada dalam krisis bersejarah yang mengancam untuk menghancurkan kami dari dalam,” kata Herzog dalam pidatonya saat pertemuan dengan 100 wali kota dan kepala dewan lokal, seperti Middle East Monitor, Selasa (7/3).
Bahkan, dia menyebut saat ini Israel berada di salah satu momen tersulit yang pernah dialami. “Sepertinya paradoks, bukan? Tidak ada rudal, tidak ada alarm, tidak ada peringatan merah. Tapi kita semua tahu jauh di lubuk hati bahwa ini adalah yang tertinggi. Bahaya nasional,” kata dia melanjutkan.
Pernyataan Herzog merujuk pada dampak ekonomi dari perselisihan internal di Israel. Dia mengungkapkan, dampak tersebut sangat besar. Ia telah meminta koalisi yang berkuasa dan oposisi untuk bangkit dan menempatkan kepentingan publik di atas segalanya.
Pemerintahan Netanyahu berusaha mengubah sistem peradilan untuk membatasi kekuasaan hakim di Mahkamah Agung yang mereka tuduh melampaui batas. Dalam aturan yang diusulkan, Knesset alias parlemen Israel bakal punya wewenang membatalkan keputusan Mahkamah Agung dengan kuorum tertentu.
Meski masih kerap mendukung kebijakan Israel, sejumlah putusan Mahkamah Agung Israel juga pernah berpihak kepada warga Palestina di wilayah yang diduduki. Dengan aturan baru, putusan-putusan Mahkamah Agung, misalnya yang berkaitan dengan larangan membangun permukiman ilegal, bisa dilawan oleh anggota parlemen Israel.
Dikutip dari Republika.co.id. Kritikus khawatir Netanyahu yang sempat diadili atas tuduhan korupsi juga akan diuntungkan oleh regulasi itu. Netanyahu terus membantah dan menuding bahwa peradilan Israel menginginkan kekuasaan yang berlebihan.
Aksi demonstrasi pekanan di Israel sejauh ini terus membesar dan makin mendapatkan perhatian. Puluhan ribu warga terus melakukan unjuk rasa selama sembilan pekan berturut-turut.
Beberapa pemimpin oposisi dan intelektual ikut dalam aksi protes, di antaranya mantan kepala militer Israel yang mengatakan bahwa pergantian pemerintahan yang tidak demokratis akan memicu pembangkangan massal di setiap komponen masyarakat.
Di sisi lain, para pemimpin oposisi Israel menolak mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tentang reformasi peradilan, kecuali jika ada penghentian proses legislatif.
Pemimpin oposisi Yair Lapid dan ketua Partai Persatuan Nasional Benny Gantz dalam pernyataan bersamanya menyatakan, mereka sangat menghormati dan menghargai upaya Presiden Herzog untuk menengahi pembicaraan dan kesepakatan.
“Namun, untuk mengadakan negosiasi yang jujur dan efektif, Netanyahu harus mengumumkan penghentian proses legislatif yang lengkap, komprehensif dan murni,” kata mereka. “Israel berdiri di ambang darurat nasional, dan Netanyahu menolak untuk berhenti,” kedua pemimpin oposisi Israel itu melanjutkan.
Sementara di kalangan militer, ketidakpuasan terhadap pemerintah menguat. Shraga Tichover seorang prajurit cadangan di militer Israel memutuskan gantung seragam sebagai protes terhadap Netanyahu. Setelah bertugas lebih dari tiga dekade, penerjun payung itu mengaku tidak akan lagi mempertaruhkan nyawanya untuk sebuah negara yang tergelincir ke arah otokrasi.
Tichover adalah bagian dari gelombang oposisi yang belum pernah terjadi sebelumnya dari dalam jajaran militer Israel. Mereka tidak setuju atas rencana pemerintah yang kontroversial untuk merombak peradilan.
Seperti Tichover, beberapa pasukan cadangan menolak untuk bertugas. “Nilai-nilai negara ini akan berubah. Saya tidak dapat melayani militer negara yang bukan demokrasi,” kata pria berusia 53 tahun yang pernah bertugas di Lebanon selatan, Jalur Gaza, dan Tepi Barat.
Pembicaraan yang biasanya tabu tentang menentang perintah militer menggarisbawahi seberapa dalam perombakan tersebut telah memecah belah Israel. Kekhawatiran tumbuh bahwa protes dapat mengalir ke peserta wajib militer.
Dalam deklarasi yang telah mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh negeri, puluhan pilot pesawat tempur cadangan mengatakan tidak akan hadir dalam pelatihan pekan ini sebagai protes. Penerbang dipandang sebagai personel terbaik militer dan elemen tak tergantikan dari banyak rencana pertempuran Israel.
Kepala staf militer Israel Letnan Jenderal Herzl Halevi dilaporkan memperingatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pekan ini. Protes pasukan cadangan itu berisiko merusak kemampuan militer.
Bagi mayoritas Yahudi Israel yang sebagian besar harus bertugas di militer, tentara adalah sumber persatuan dan ritus peralihan usia. Dinas militer merupakan landasan penting bagi kehidupan sipil dan angkatan kerja.
Setelah menyelesaikan tiga tahun wajib militer, banyak laki-laki melanjutkan di pasukan cadangan sampai usia 40-an, ketika layanan itu menjadi sukarela. Sebagian besar dari mereka yang mengancam untuk menghentikan layanannya adalah sukarelawan.
Mantan kepala staf militer, menteri pertahanan, dan perdana menteri, Ehud Barak mengatakan, aksi warga menentang perintah dari rezim diktator sudah sewajarnya. Mantan panglima militer Israel Dan Halutz mengatakan, tentara tidak akan setuju menjadi tentara bayaran untuk seorang diktator.
Selain pilot yang memprotes, ratusan pasukan cadangan telah menandatangani surat berjanji tidak akan bertugas jika perombakan sistem peradilan berlaku. Sebuah kelompok baru Do it Yourself menyerukan keluarga sekuler untuk menolak mengizinkan anak-anaknya melayani tugas di wilayah pendudukan Tepi Barat. Sekelompok tentara juga telah meminta izin untuk bergabung dalam protes massal.
Anggota tentara cadangan dari unit elit dan pemimpin protes Eyal Naveh mengatakan, tentara cadangan juga khawatir perubahan itu akan membuat tentara terkena tuduhan kejahatan perang di pengadilan internasional. Salah satu pembelaan Israel terhadap tuduhan kejahatan perang adalah bahwa wilayah itu memiliki sistem hukum independen yang mampu menyelidiki setiap potensi kesalahan.
Sementara, Netanyahu bertemu dengan anggota pasukan polisi perbatasan paramiliter di sebuah pangkalan di Tepi Barat pada Senin (6/3) malam. Dalam kesempatan itu, dia memberitahu pasukan yang ada bahwa tidak ada ruang untuk aksi politik di militer. **Rul