LBH Pekanbaru Minta Pemerintah Batalkan Revisi UU Minerba
MP, PEKANBARU – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru meminta pemerintah untuk mencabut revisi Undang Undang (UU) nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
Karena perubahan UU Minerba ini akan menambah ancaman kerusakan ekologi, terkhusus Sungai Siak yang saat ini telah tercemar berat.
Demikian diungkapkan Noval Setiawan dari LBH Pekanbaru dalam siaran pers yang diterima Medium Pos, Sabtu (31/7/2021).
Berangkat dari keresahan tersebut, alumni sekolah energi bersih LBH Pekanbaru bersama Pegiat HAM dan lingkungan yang tergabung dalam koalisi #BersihkanRiau juga nelayan Sungai Siak melakukan aksi membentangkan spanduk di depan PLTU Tenayan Raya, kemarin sore (30/7/21).
Pembentangan spanduk tersebut dilakukan di atas perahu nelayan Sungai Siak sebagai bentuk dukungan terhadap uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini dilakukan Tim Advokasi UU Minerba untuk mencabut UU No.3 Tahun 2020.
Selain itu juga langkah untuk memberitahukan kepada masyarakat Riau, khususnya masyarakat kota Pekanbaru bahwa situasi Sungai Siak dalam ancaman kerusakan ekologis.
Dibeberkannya, dalam revisi atau perubaha UU Minerba menghapus dan mengubah ketentuan ketentuan sentral dalam UU No. 4 Tahun 2009 yang memberikan kewenangan pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota dalam menjalankan fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan dan pengawasan mineral dan batubara.
”Hal iIni membuat industri batubara di hulu dan di hilirnya minim pengawasan oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah, tentu ini merugikan masyarakat sekitar tambang batu bara juga sekitaran PLTU yang terdampak oleh Limbah Fly ash dan Bottom Ash dari PLTU,” ucapnya.
Menurut Noval, peralihan wewenang pemerintah daerah ke pemerintah pusat samakin memberi kemudahan untuk mengekploitasi sumber daya alam yang berakibat pada rusaknya lingkungan. Ini sama halnya dengan menyingkirkan hak masyarakat yang berada di atasnya.
”Jika melihat peta wilayah pertambangan Provinsi Riau. Undang undang Nomor 3 tahun 2020 berpotensi mengakibatkan kerusakan yang luar biasa, ” kata Fandi Rahman dari Walhi Riau menambahkan.
Di samping itu, dikhawatirkan pertambangan akan menghilangkan budaya masyarakat adat yang telah lama hidup di atasnya.
Atan Keok, seorang nelayan di Sungai Siak, mengungkapkan kondisi sungai saat ini tidak sebanding dengan kondisi dahulu.
Kini banyak berdiri perusahaan seperti Pabrik Kelapa Sawit (PKS), PLTU, belum lagi PLTG yang akan didirikan tepat samping PLTU Tenayan raya.
“Kepada perusahaan-perusahaan yang berdiri di sekitaran Sungai Siak, jika membuang limbah jangan ke Sungai Siak. Karena yang terkena dampak dari limbah tersebut adalah masyarakat sekitar yang kesehariannya menggunakan air Sungai Siak. Seperti mandi, mencuci baju, piring juga menggantungkan hidup sebagai nelayan,” tutup Atan Keok. * (rls)