DERAKPOST.COM – WALHI Riau, ICEL Indonesia, dan serta Sekretariat Tim Koordinasi Siak Hijau (Sekretariat Siak Hijau) inipun menyelenggarakan diskusi yaitu terfokus bertajuk “Revisi Kebijakan Pembatasan Plastik di Kabupaten Siak” di ruang pertemuan Bappeda Siak.
Diskusi juga dihadiri oleh BPBD Siak, Satpol PP Siak, Bappeda Siak, DLHK Siak, dan Perkumpulan Elang. Diskusi ini merupakan hasil tindak lanjut bersama tokoh masyarakat dan CSO untuk mendorong revisi Peraturan Bupati (Perbub) nomor 103 tahun 2019 tentang Pengurangan Kantong Plastik menjadi Perbub Pembatasan Plastik Sekali Pakai.
Sebagai pembuka, Wan Muhammad Yunus, Kepala Bappeda dan juga Sekretariat Tim Koordinasi Siak Hijau, menyampaikan sampai saat ini isu pengelolaan sampah merupakan salah satu komitmen pemerintah Siak yang tertuang dalam Peraturan Daerah Siak Hijau. Perda Nomor 04 Tahun 2022 itu menyebut bahwa pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat dengan prinsip kelestarian dan berkelanjutan.
Komitmen Siak Hijau juga diturunkan melalui Rencana Aksi Siak Hijau yang salah satunya menekan pengurangan sampah dari sumbernya dan juga bisa memaksimalkan bank sampah untuk pemilahan sampah yang masih memiliki nilai ekonomi. Diketahui berdasarkan data DLHK, Kabupaten Siak setiap hari menghasilkan sekitar 40 ton sampah, namun sekitar 7.348,88 ton per tahun dilakukan pengurangan, sedangkan penanganan sampah masih 41.990,27 ton per tahun.
“Komposisi sampah khususnya plastik di Siak mencapai 26 persen, sehingga Perbub terkait pembatasan plastik menjadi modal agar konsumsi terhadap kemasan plastik bisa berkurang secara bertahap dan beralih ke kantong yang ramah lingkungan,” kata Wan Muhammad Yunus.
Diskusi dilanjutkan dengan pemaparan dari Direktur WALHI Riau, Boy Jerry Even Sembiring. Even Sembiring menjelaskan pada Maret 2022 lalu WALHI Riau bersama ICEL Indonesia sudah menerbitkan Kertas Kebijakan Pembatasan Plastik di Kabupaten Siak. Setelah melalui proses diskusi, WALHI Riau dan ICEL Indonesia menyepakati untuk mengupayakan: 1) adanya draf Perbub tentang pengaturan pembatasan plastik sekali pakai di Kabupaten Siak; dan (2) pertemuan lanjutan untuk revisi Perbub (103/2019).
Pasca pertemuan terebut WALHI Riau dan ICEL Indonesia kembali menyusun draf Perbub tentang Pembatasan Plastik Sekali Pakai sebagai bahan untuk ditindaklanjuti. “Karenanya melalui pertemuan ini, kami mendorong Pemkab Siak mulai membahas revisi Perbub yang merujuk pada analisis kertas kebijakan dan hasil pertemuan sebelumnya,” ucap Even Sembiring.
Bella Nathania, peneliti ICEL Indonesia, menjelaskan isu plastik menjadi pembahasan tingkat internasional melihat sifatnya yang sekali pakai sangat problematik, sehingga PBB dalam kampanye kebijakannya mulai membatasi produk seperti: (1) kantong plastik sekali pakai; (2) sedotan plastik; (3) alat makanan plastik; (4) wadah makanan plastik; dan (5) mikroplastik pada produk kosmetik. Selain itu pada tingkat nasional pembatasan plastik baru mulai berjalan pada Januari 2030, karena menunggu peraturan turunan. Adanya pembatasan ini juga diharapkan dapat mengurangi timbulan di TPA yang kian penuh.
“Dampak dari penggunaan plastik sangat buruk bagi kesehatan janin, hormon dan lainnya,” ujar Bella Nathania. Selain itu, kata Bella, dalam proses revisi Perbub perlu dipikirkan produk alternatif sebagai pengganti kantong plastik yang dapat disesuaikan dengan konteks lokal. Misalnya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali yaitu menggunakan daun pisang, bambu, dan kelapa.
Selain itu, solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan batasan penggunaan plastik sekali pakai pada pasar rakyat. Ia menambahkan, pihak yang menerapkan pembatasan perlu diberi apresiasi atau yang melanggar diberi peringatan sebagai sanksi administrasif. Lalu dalam hal pengawasan dan pembinaan, yang dalam Perbup sebelumnya digabung, perlu dilakukan pemisahan dalam hal detail proses dan tugasnya.
Usai pemaparan pemateri, Susanto Kurniawan sebagai fasilitator membuka sesi tanya jawab bagi peserta diskusi. Ahmad dari Bappeda Siak menyebutkan perlu juga kajian soal pengelolaan sampah khususnya plastik pada pasar tradisional yang ada, sehingga ketika Perbub ini hadir juga bisa menyentuh wilayah pasar dalam mengurangi penggunaan plastik dan menggantinya dengan alernatif lain.
Ade, pengelola sampah organik, mengatakan Pemkab Siak juga belum bisa mengelola sampah organik menjadi produk turunan. Menurutnya setiap kecamatan perlu ada bank sampah untuk bisa mengelola sampah pemukiman.
Ucup, Biro Hukum Pemkab Siak, menjelaskan bahwa Perbub harus diusulkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Siak, yang nantinya akan diproses oleh Kanwil Kementerian Hukum dan HAM serta Biro Hukum Provinsi Riau.
“Jadi perlu ada pembahasan khusus terhadap pasal dalam draf Perbub ini sebelum diajukan,” kata Ucup. Diskusi terfokuspun diakhiri dengan kesepakatan bahwa DLHK Siak ditunjuk sebagai pengusul Perbup dan berkoordinasi dengan Dinas PU, Pasar dan Perumahan serta Pemukiman Kabupaten Siak. **Lns/Rul