DERAKPOST.COM – Demensia biasanya menyerang orang berusia lanjut. Namun, tak sedikit orang usia produktif yang menginjak 30-an mengidap demensia. Pada 2030, penderita demensia diprediksi tembus 2 juta orang di seluruh Indonesia.
Dikutip dari detik.com. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya (FK Ubaya), Valentinus Besin mengatakan, angka tersebut berdasar data dari laman Alzheimer’s Indonesia. Jumlah penderita demensia akan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Valen-sapaan akrabnya- menjelaskan, demensia merupakan sekumpulan gejala kemunduran fungsi kognitif seseorang, yang menyebabkan terganggunya aktivitas hidup dan interaksi sosialnya. Tidak semua yang mengalami demensia akan mengalami alzheimer, karena demensia memiliki banyak jenis.
Alzheimer merupakan salah satu demensia, namun tidak semua orang yang mengalami demensia adalah demensia alzheimer. Jenisnya ada bermacam-macam, ada demensia vaskular, demensia penyakit parkinson, demensia lewy body, demensia frontotemporal, bahkan demensia tipe campuran,” katanya, Ahad (15/10/2023).
Ia menjelaskan, gejala demensia tidak hanya gangguan memori atau pikun. Tetapi bisa mengganggu fungsi kognitif, seperti sulit berkonsentrasi, berbahasa, dan lain-lain, yang tahapnya sudah mengganggu aktivitas dan interaksi sosial.
Bahkan, gejala ini bisa berlanjut pada tahap Behavioral dan Psychological Symptoms of Dementia (BPSD). “Gejalanya sampai halusinasi, marah, teriak, dan gelisah. Demensia dapat disebabkan faktor genetik atau keturunan yang tidak dapat dimodifikasi,” ujarnya.
Sementara faktor yang bisa dimodifikasi, lanjut Valen, seperti trauma kepala, gangguan pendengaran, penyakit kencing manis, atau sejumlah faktor risiko lainnya. Sehingga demensia tidak hanya terjadi pada usia lebih dari 65 tahun, namun orang usia muda.
“Penelitian obat-obatan sudah banyak dikembangkan untuk terapi demensia. Tapi lebih baik mencegah sejak dini,” katanya.
Dokter spesialis neurologi ini menjelaskan, ada banyak hal yang dapat dilakukan sebagai pencegahan demensia sejak dini. Masyarakat bisa melakukan pola hidup yang lebih sehat hingga mengobati penyakit sejak awal, agar tidak semakin memberatkan dan menambah komorbid atau penyakit penyerta.
“Untuk remaja dan kawula muda, ayo capai ilmu setinggi-tingginya dan belajar bahasa bilingual. Untuk dewasa muda jangan merokok, deteksi dan obati penyakit seperti kencing manis, tekanan darah tinggi, dan lainnya. Sedangkan lansia, jangan lupa deteksi dini gangguan pendengaran ke dokter spesialis THT,” jelasnya.
Apabila keluarga atau kerabat menunjukkan gejala demensia, Valen menyarankan untuk tidak melakukan diagnosis sendiri atau menyimpulkan sendiri. Tetapi segera membawa atau berkonsultasi dengan dokter spesialis neurologi.
“Nanti dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan kognitif dan pemeriksaan penunjang untuk menduga jenis demensia apa yang dialami pasien dan pemberian terapi yang tepat,” pungkasnya. **Rul