DERAKPOST.COM – Kementerian PUPR yang mendampingi Komisi V DPR saat Kunker di Kawasan Candi Muara Takus, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, akan melakukan kajian rencana penataannya kaawasan.
Penataan kawasan cagar budaya seluas 130 hektar itu akan fokus pelestarianya lingkungan, pengembangan ekonomi lokal, serta pemberdayaan masyarakat setempat dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal.
Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Johannes Wahyu Kusumosusanto mengatakan, untuk melakukan penataan kawasan cagar budaya diperlukan kehati-hatian. Bisa berpedoman pada UU Cagar Budaya.
“Namun, kita tidak boleh semerta-merta dengan mudah menggali di kawasan itu apakah ada delineasi ditetapkan Ditjen Kebudayaan, sehingga perlu melakukan penilitian tanah yang secara mendalam, apakah di area Candi Muara Takus nanti termasuk di bawah tanah masih ada itu benda-benda cagar budaya,” jelasnya.
Sementara itu pihaknya, Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Wilayah I, Boby Ali Azhari menyampaikan, dalam penataan berskala kawasan juga perlu memperhatikan beberapa aspek penunjang seperti konektivitas dan sanitiasinya.
“Juga dalam penataan kawasan pusaka tersebut biasanya kita harus banyak melibatkan tenaga ahli terkait dengan purbakala,” tukasnya seperti dikutip dari kompas.
Sebagai informasi, Candi Muara Takus merupakan candi tua yang berukuran besar dan berlokasi di muara sungai.
Berdasarkan temuan-temuan dari para ahli, kompleks Candi Muara Takus diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Kedatuan Sriwijaya yang menjadi saksi kebesaran Kerajaan Sriwijaya.
Selain itu, kawasan Candi Muara Takus adalah kawasan cagar budaya yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM.9/PW.007/MKP.03 tentang Penetapan Komplek Percandian Muara Takus yang Berlokasi di Wilayah Provinsi Riau.
Arsitektur candi ini mendapat tiga unsur pengaruh, yaitu Ciwaistis, Budhistis, dan Indonesia.
Unsur Ciwaistis dapat terlihat pada penggunaan motif lingga dan yoni. Unsur Budhistis dengan adanya stupa dan bunga teratai, sedangkan unsur Indonesia berupa punden berundak-undak dan tangga naik menuju moksha. **Rul