DERAKPOST.COM – Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Rokan Hilir menjadi isu hangat yang menyita perhatian aktivis anti korupsi di Provinsi Riau.
Seperti yang dikatakan ketua umum DPN Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) Ir. Ganda Mora, SH. M.Si kepada wartawan. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap nasib ASN dan tenaga honorer itu hingga kini hak-haknya belum belum dibayarkan, namun pemimpin negeri seribu kubah itu tetap menuntut para ASN untuk tetap bekerja seperti biasanya.
āSaya heran juga kemana perginya uang Pemkab Rohil? mereka mengatakan uang kas habis, sehingga pembayaran gaji pegawai tertunda, bahkan proyek juga tidak dibayar. Padahal dana dari pusat seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dana Participating Interest (PI) dan Dana lainnya yang berasal dari pusat langsung di transfer ke daerah,ā jelas Ganda Mora.
Ganda Mora menduga, pengelolaan keuangan di Pemkab Rohil bermasalah. Dugaan Ganda Mora itu berdasarkan banyaknya kewajiban pemkab Rohil yang belum dibayarkan, seperti gaji pegawai maupun kewajiban kepada pihak ketiga.
Padahal menurut Ganda Mora, jika dikelola dengan baik, sumber pendapatan asli Pemkab Rohil cukup banyak, salah satunya pendapatan yang bersumber dari Participating Interest yang dikelola oleh PT. Sarana Pembangunan Rokan Hilir (PT.SPHR) Perseroda.
āNamun sayang dana tersebut tidak dikelola dengan baik, imbasnya berdampak bagi pembangunan pemkab Rohil itu sendiri. Di sini jelas rakyat yang dirugikan,ā bebernya.
Ketum DPN INPEST tersebut mengatakan telah melaporkan penyimpangan dana PI tersebut ke Kejaksaan Agung. Berdasarkan laporan tersebut, pihak Kejaksaan Agung telah melakukan pemanggilan kepada direksi PT SPHR untuk dimintai keterangan.
āPada tanggal 14 Desember lalu, Jampidsus telah mengambil keterangan langsung dari PT.SPHR, Rahmad dan kawan-kawan terkait penggunaan dana Particing Interest, ini merupakan kemajuan positif yang dilakukan Kejagung,ā ujarnya.
Selain itu, INPEST mendesak Kejaksaan Agung segera meningkatkan status dari penyelidikan ke Penyidikan.
“Sebab menurut data dan fakta yang ada sudah memenuhi 2 unsur. Dalam RKA yang kami peroleh banyak kejanggalan, seperti CSR 4% atau 19 M tidak tahu kemana penggunaannya, masyarakat mana yang dapat manfaat dan bagaimana pertanggung jawabannya?,” kata Ganda Mora.
āSelain itu Jasa Produksi atau tantiem sebesar 2% atau 9,6 Miliar Rupiah dibagi oleh manajemen PT. SPRH bersama Dewan Komisaris, tidak tau apa dasar penetapan Jaspro tersebut sementara unit kerja atau rencana bisnis belum ada atau belum ada keuntungan dari usaha sendiri, justru Jasa Produksi tersebut berasal dari dana Particing Interest,ā ucap Ganda Mora menerangkan pembagian dana jasa produksi.
Ganda juga menjelaskan cadangan usaha yang diduga belum jelas peruntukannya. Sehingga sangat yakin bahwa Kejagung akan segera meningkatkan kasus tersebut dari Lidik menjadi sidik jari. Apalagi saat ini indikasi makin terang, KPK-Kejagung Tunggu Apa Lagi? Geledah BUMD dan Pemkab Rohil. (Dairul)