DERAKPOST.COM – Polemik pagar laut di Tangerang yang belum terang.akan siapa pemiliknya. Diketahui, pagar laut terbuat dari bambu sepanjang 30,16 kilometer ini terbentang di laut pantai utara Kabupaten Tangerang, informasi untuk cegah abrasi.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti ini buka suara terkait polemik pagar laut tersebut. “Karena bilang abrasi ya, nggak apa-apa sepanjang mereka bisa membuktikan. Karena, semua orang bisa mengeklaim seperti itu. Tinggal kita sama-sama bisa membuktikan,” ujar Eli Susiyanti di Serang, Banten.
Eli mengatakan, bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten sangat berpegang teguh ini pada Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023–2043, untuk pemanfaatan ruang laut dan zonasinya. Dia menjelaskan, pagar laut tersebut melewati beberapa zona yakni zona perikanan tangkap, zona perikanan budidaya, zona pelabuhan perikanan, zona pelabuhan dan zona pariwisata.
Hal tersebut, kata dia, jelas melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) dalam perda tersebut. “Sebab seluruh kegiatan pemanfaatan ruang laut, didalam hal ini pemagaran laut yang diklaim untuk cegah abrasi, harus berizin,” kata Eli, dikutip dari Republika.co.id.
Katanya, sampai saat ini pengajuan untuk mengubah RTRW itu, nggak ada pengajuan. Terindikasi ada kepentingan umum yang terlanggar. Eli mengatakan, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yaitu terkait pencabutan pagar laut tersebut, sembari mengidentifikasi masalahnya.
Sebelumnya, nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, Banten, mengeklaim bahwa pagar bambu sepanjang 30,16 km yang terbentang di laut pantai utara (Pantura) di daerah itu dibangun sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi.
Koordinator JRP, Sandi Martapraja di Tangerang, Sabtu (11/1/2025) mengatakan, pagar laut yang kini ramai diperbincangkan di publik adalah tanggul yang dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya. Menurut dia, tanggul laut dengan struktur fisik yang memiliki fungsi cukup penting dalam menahan terjadinya potensi bencana seperti abrasi.
Pertama, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur. Kedua, mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. Kemudian mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami.
Ia mengungkapkan, bila kondisi tanggul laut yang baik maka area sekitar pagar bambu dan di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan, dan ini memberikan peluang ekonomi baru dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan terhadap kegiatan pemagaran laut tanpa izin sepanjang 30,16 km yang ada di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Penyegelan dilakukan karena pemagaran tersebut diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Langkah itu merupakan sikap tegas KKP dalam merespons aduan nelayan setempat serta menegakkan aturan yang berlaku terkait tata ruang laut. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho menuturkan bahwa penyegelan pemagaran laut tersebut juga atas instruksi Presiden Prabowo Subianto serta arahan langsung dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Pemagaran laur terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang yang disinyalir sepanjang 30,16 km. Struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet, dan juga dikasih pemberat berupa karung berisi pasir.
Panjang 30,16 km itu berada pada wilayah 16 desa di 6 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga. (Dairul)