Waduh…. Untuk Penegakan Hukum, 25 Perusahaan Perkebunan Dilaporkan LSM Perisai ke Kejati Riau

0 121

DERAKPOST.COM – Terdata ada sebanyak 25 perusahaan perkebunan sawit didaerah Provinsi Riau, sudah dilaporkan DPP LSM Perisai Riau ke Kajati Riau. Laporan secara tertulis disampaikan di PTSP Kejati Riau.

Diketahui dalam hal laporan itu disebutkan, apabila perusahaan mengajukan permohonan pelepasan kawasan di areal kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP), yang diajukan kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI atau pihak yang membidangi, maka harus diberikan Lahan Pengganti terlebih dahulu, dan apabila hal ini tidak dilakukan maka patut diduga terjadi perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

“Sampai saat ini belum ada lahan hutan pengganti di Riau terhadap perusahaan ini. Perusahaan harus menebang tanaman sawit dan menghutankan kembali dengan tanaman kehutanan lahan hutan yang telah mereka tanami dengan sawit,” jelas Ketua LMS Perisai Sunardi kepada wartawan.

Sunardi juga menggarisbawah denda yang diterapkan Pemerintah disaat ini terhadap ratusan perusahaan di Indonesia yang ada beroperasi dalam kawasan hutan itu tanpa mengantongi izin. Dana denda itu tak boleh dipakai semena-mena sebagaimana halnya disampaikan Presiden Prabowo.

Katanya, selain harus digunakan dana itu dikembalikan ke daerah masing-masing daerah setempat. Yang tujuanya agar bisa
digunakan dalam memperbaiki kerusakan kawasan hutan. Baik halnya reboisasi dan sebagainya. Jika dana itu disalahgunakan pemakaiannya. Seperti selain tidak untuk perbaikan kawasan hutan, maka itu jelas penggelapan dan harus disanksi pidana.

“Sekarang ini banyak orang yang menjual kebun sawitnya. Padahal sayang juga jual kebun sawit, yang karena uang panen buah sawitnya enak sekali. Pemilik kebun sawit dalam kawasan hutan yang kena denda itu sudah bayar denda yang ditetapkan Negara baru-baru ini. Maka, pembeli harus hati-hati jangan cepat-cepat membelinya,” sebutnya Sunardi.

Sunardi juga merasa heran terhadap Kementerian Kehutanan RI saat ini memberi kemudahan pelepasan kawasan hutan terhadap korporasi besar baru-baru ini. Ini patut dicurigai karena di Provinsi Riau korporasi besar itu dari data yang dikumpulkan menguasai kawasan hutan menanam sawit ada yang di luar izin yang diberikan, melebihi dari izin HGU yang diberikan Pemerintah, berada dalam kawasan hutan HPT, HP. Harusnya dihutankan kembali.

Sesuai Keputusan Bersama 3 (tiga) Menteri yang menentukan Pelepasan Kawasan Hutan dilaksanakan dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 178/Kpts-Um/4/1975 tanggal 23 April 1975 Tentang Pedoman Umum Batas Kawasan Hutan. Pasal 3 Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 178/Kpts-Um/4/1975 tanggal 23 April 1975 menentukan:

Ayat (1) Setiap perubahan batas kawasan hutan tidak dibenarkan mengakibatkan berkurangnya luas kawasan hutan semula;

Ayat (2): Perubahan batas kawasan hutan berakibat penghapusan atau pengurangan luas kawasan hutan harus disediakan areal lain sebagai penggantinya;

Ayat (3): Areal Pengganti sebagaimana tersebut pada ayat (2) pasal ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut;

a. Luas areal tanah Pengganti tersebut minimal harus sama serta dengan memperhatikan nilai tanahnya;

b. Letak areal tanah pengganti tersebut harus berbatasan dengan kawasan hutan yang bersangkutan

Bahwa apabila diperhatikan konsideran jika tidak ditemukan adanya areal Pengganti yang luas areal minimal sama serta memperhatikan nilai tanah serta letaknya dan berbatasan dengan areal yang dimohonkan sebagaimana dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36/2025 tanggal 6 Februari 2025, dan apabila tidak ditemukan serta dipaksakan oleh Pejabat yang berwenang, maka unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atas Pelepasan Kawasan yang dilakukan telah memenuhi unsur.

Di Kejati Riau mereka menyampaikan Laporan Pengaduan Kerugian Negara disebabkan Perambahan Kawasan Hutan dan Alih Fungsi Kawasan Hutan yang diduga dilakukan oleh beberapa Perusahaan di Provinsi Riau kepada
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas SH MH Cq Ketua Kelompok Kerja Penertiban Kawasan Hutan Tutuko Wahyu Minulyo SH MH.

Menurut Sunardi, sehubungan dengan:

1. Peraturan Presiden RI Nomor 5/2025 tanggal 21 Januari 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

2. Undang-Undang Nomor: 41/1999 tentang kehutanan, dan Undang-undang Nomor: 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 6/2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, disebutkan dalam Undang-undang Nomor 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Ketentuan Pasal 92 Ayat (2) huruf a, b dan Pasal 93 Ayat (3) huruf a, b dan c.

3. Undang-Undang RI Nomor: 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya.

4. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 173/Kpts-II/1986 Tanggal 6 Juni 1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau.

5. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016 Tanggal 7 Desember 2016

6. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dengan ini melaporkan perbuatan Perambahan Kawasan hutan dan alih fungsi Kawasan Hutan yang terjadi di beberapa Wilayah di Provinsi Riau yang diduga dilakukan:

1. PT. SDA (Bengkalis)
2. PT. CP (Kampar)
3. PT. CSA (Rokan Hulu)
4. PT. GH (Pelalawan)
5. PT. GSI I dan II (Rokan Hulu)
6. PT. IP
7. PT. PHI (Pelalawan)
8. PT. MII (Bengkalis)
9. PT. SG (Inhu)
10. Perusahaan BUMN (Air Molek)
11. PT. RP
12. PT. SBL
13. PT. SSA I, II dan III
14. PT. SBL
15. PT. PMR
16. PT. SAM (Kampar)
17. PT. SAR (Kuantan singingi)
18. PT. SASS (kampar)
19. PT. SIS
20. PT. THIPl (Indragiri Hilir)
21. PT. TFDI (Siak)
22. PT. TS (Kuansing)
23. PT. TOR (Rohul)
24. PT. TPP (Pelalawan)
25. Koperasi SKN (Pelalawan)

A. PT. SDA

Pemilik perizinan di wilayah kerja Kabupaten Bengkalis, Riau yang bersangkutan diduga merambah areal kawasan hutan Cagar Biosfer di Desa Sungai Linau Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis.

Bahwa berdasarkan Pasal 4, Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang RI Nomor: 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan ekosistem

1. Pasal 4, menyatakan: “Konservasi Sumber Daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan Kewajiban Pemerintah serta Masyarakat“.

2. Pasal 19, Menyatakan: “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan Kawasan Suaka Alam”.

3. Pasal 33: Ayat (1) menyatakan: “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional”.

Ayat (2) menyatakan: “Perubahan terhadap keutuhan zona inti Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi; mengurangi, menghilangkan fungsi, dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli”.

Ayat (3) menyatakan: “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata lain”.

Ketentuan Pidana sesuai Pasal 40 ayat (1) Undang-undang RI Nomor: 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistem, menyatakan (1) barang Siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

B. PT. CP

Pemilik Perizinan di Wilayah Kerja di Kabupaten Kampar Provinsi Riau, PT CPR diduga merambah kawasan hutan pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan sebagian Hutan Lindung (HL) di luar Hak Guna Usaha (HGU) PT CPR.

C. CSA
PT. CSA yang berada di Rokan Hulu ini melakukan kegiatan Usaha budi Daya Perkebunan sawit di dalam Kawasan Hutan yang tidak memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan seluas + 2.439 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36/2025 tanggal 6 Februari 2025.

D. PT. GH
PT. GH yang berada di Kabupaten Pelalawan ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang diduga tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas 2.453 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36/2025 tanggal 6 Februari 2025.

E. GSI I dan II
PT. GSI yang berada di Kabupaten Rokan Hulu ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam Kawasan Hutan yang tidak memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan seluas 1.066 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan Pelepasan Kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025, 6 Februari 2025.

F. PT IP
PT IP ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas ± 769 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025, 6 Februari 2025.

G. PT. PHI
PT. PHI yang berada di Kabupaten Pelalawan ini melakukan kegiatan usaha budi dava perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di Bidang Kehutanan seluas 433 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

H. PT. MII
PT. MII yang berada di Kabupaten Bengkalis ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang Kehutanan seluas + 315 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

I. PT. PG
PT. PG yang berada di Kabupaten Kuantan singingi ini melakukan kegiatan usaha budi daya Perkebunan sawit di dalam Kawasan Hutan yang tidak memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan seluas ± 790 Hektar, yang saat ini mengajukan Proses permohonan Pelepasan Kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

J. Perusahaan BUMN (Air Molek)
Berada di Kabupaten Indragiri Hulu ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

K. PT. RP
PT. RP yang berada di Kabupaten Siak ini melakukan kegiatan usaha budi daya Perkebunan sawit di dalam Kawasan Hutan yang tidak memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan seluas ± 561 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

L. PT. SBL
PT. SBL yang berada di Kabupaten Indragiri Hulu ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas ± 626 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

M. PT. SSA 1, II dan III
PT. SA yang berada di Kabupaten Rokan Hulu, Kampar dan Indragiri Hilir ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas 1.637 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

N. PT SBL
PT. SBL yang berada di Indragiri Hulu ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas 626 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

O. PT. PMR
PT. PMR yang berada di Kabupaten Kampar ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas ± 523 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

P. PT. SAM (Kampar)
PT. SAM yang berada di Kampar ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam Kawasan Hutan yang tidak memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan seluas + 2.383 hektare, yang saat ini mengajukan Proses permohonan Pelepasan Kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

Q.PT. SAR (Kuantan singingi)
PT. SAR yang berada di Kuantan singingi ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas 1.191 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

R. PT. SASS (Kampar)

PT. SASS yang berada di Kampar ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas 421 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan R1 Nomor 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

S. PT. SIS
PT. SIS yang berada di Kabupaten Rokan Hulu ini melakukan kegiatan usaha budi daya erkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas 749 hektare yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

T. PT. THIP (Indragiri Hilir)
PT. THIPl yang berada di Kabupaten Indragiri Hilir ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas 4.252 hektare yang saat ini mengajukan proses permohonan elepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

U. PT. TFDI (Siak)
PT. TFDI yang berada di Kabupaten Siak ini melakukan kegiatan usaha budi daya Perkebunan sawit di dalam Kawasan Hutan yang tidak memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan seluas 927 Hektar, yang saat ini mengajukan Proses permohonan Pelepasan Kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

V. PT. TS (Kuansing)
PT. TS yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

W. PT. TOR (Rohul)
PT. Tor yang berada di Kabupaten Rokan Hulu (Rantau Kasai) ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas 10.616 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

X. PT. TPP (Pelalawan).
PT. TPP yang berada di Kabupaten Pelalawan ini melakukan kegiatan usaha budi daya perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seluas 1.230 hektare, yang saat ini mengajukan proses permohonan pelepasan kawasan dan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025.

Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor: 41 tahun 1999 Tentang kehutanan, dan Undang-undang Nomor: 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 6/2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang, disebutkan dalam Undang-undang Nomor 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Ketentuan Pasal 92 Ayat (2) huruf a, b dan Pasal 93 Ayat (3) huruf a, b dan c, yaitu: Pasal 92 Ayat (2) huruf a dan b, Korporasi yang:

a. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, dan/atau;

b. Melakukan kegiatan perkebunan di dalam Kawasan Hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b.

Dipidana Bagi:

a. Pengurusnya dengan pidana Penjara paling singkat 8 (Delapan) tahun dan paling lama 20 (Dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp20.000.000.000,- (Dua puluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000. (Lima puluh milyar), dan atau;

b. Korporasi dikenai pemberatan 1/3 (satu per tiga) dari denda pokoknya.

Pasal 93 Ayat (3). a, b dan c Korporasi yang:
a. Mengangkut dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di Dalam Kawasan Hutan Tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c;

b. Menjual, menguasai, memiliki dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam Kawasan Hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (2) huruf d;

c. Membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam Kawasan Hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (2) huruf e;

Dipidana Bagi:
a. Pengurusnya dengan pidana Penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,- (Lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000. (Lima belas milyar), dan atau;

b. Korporasi dikenai Pemberatan 1/3 (satu per tiga) dari pidana denda yang dijatuhkan.

Bahwa apabila perusahaan mengajukan permohonan pelepasan kawasan di areal Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP), yang diajukan kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI atau Pihak yang membidangi, maka harus diberikan Lahan Pengganti terlebih dahulu, dan apabila hal ini tidak dilakukan maka patut di duga terjadi perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Bahwa Keputusan Bersama 3 (tiga) Menteri yang menentukan Pelepasan Kawasan Hutan dilaksanakan dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 178/Kpts-Um/4/1975 tanggal 23 April 1975 Tentang Pedoman Umum Batas Kawasan Hutan. Pasal 3 Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 178/Kpts-Um/4/1975 tanggal 23 April 1975 menentukan:

Ayat (1) Setiap perubahan batas kawasan hutan tidak dibenarkan mengakibatkan berkurangnya luas kawasan hutan semula;

Ayat (2): Perubahan batas kawasan hutan berakibat penghapusan atau pengurangan luas kawasan hutan harus disediakan areal lain sebagai penggantinya;

Ayat (3): Areal Pengganti sebagaimana tersebut pada ayat (2) pasal ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut;

a. Luas areal tanah Pengganti tersebut minimal harus sama serta dengan memperhatikan nilai tanahnya;

b. Letak areal tanah pengganti tersebut harus berbatasan dengan kawasan hutan yang bersangkutan

Bahwa apabila diperhatikan konsideran jika tidak ditemukan adanya areal Pengganti yang luas areal minimal sama serta memperhatikan nilai tanah serta letaknya dah berbatasan dengan areal yang dimohonkan sebagaimana dapat dilihat dari Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 36 Tahun 2025 tanggal 6 Februari 2025 (Terlampir), dan apabila tidak ditemukan serta dipaksakan oleh Pejabat yang berwenang, Maka unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atas Pelepasan Kawasan yang dilakukan telah memenuhi unsur.

C. Koperasi SKN di Pelalawan
Wilayah Kerja di Desa Kesuma Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau, Koperasi SKN diduga bekerjasama dengan Pengusaha di Pekanbaru melakukan perambahan kawasan Hutan Produksi (HP) untuk perkebunan kelapa Sawit (Alih Fungsi Kawasan Hutan) seluas 1.343 hektarr tanpa Izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Bahwa di Areal Perkebunan Sawit yang dikelola Koperasi SKN di dalam kawasan Hutan Produksi tanpa Izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia diduga diterbitkan Sertipikat Hak Milik (SHM) seluas 865, 8 hektare oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pelalawan, dan terindikasi terbit Izin Usaha Perkebunan yang dikeluarkan Bupati Pelelawan, juga sudah dilaporkan sebelumnya ke Kejati Riau namun belum diketahui perkembangannya. Masih senyap-senyap saja. Belum ada keterangan resmi.

“Bahwa perbuatan yang dilakukan Koperasi SKN dan oknum Pejabat di Kabupaten Pelalawan Riau jelas terjadi Pelanggaran Hukum di bidang kehutanan, dan terjadi perbuatan dugaan korupsi yang mengakibatkan Kerugian Negara Puluhan milyar lebih. Menariknya lagi oknum yang tahu masalah ini sering nongkrong di sebuah hotel di Jalan Sudirman Pekanbaru dimana bos hotel diduga yang berkepentingan terhadap seluruh lahan yang diterbitkan SHMnya dalam kawasan hutan ini,” tegasnya.  (Rilis)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.