JAKARTA, Derakpost.com- Herdiansyah Hamzah Castro selaku Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, menilai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 2 Tahun 2022 itu merupakan bentuk penyelundupan hukum.
Pasalnya, Permenaker itu disebut ingin mengakali Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 1991. Putusan tersebut menjelaskan adanya larangan untuk dikeluarkannya kebijakan strategis yang berdampak luas.
“Jadi sepintas Permenaker ini seolah tidak ada hubungan sama sekali [dengan UU Ciptaker]. Justru itu masalahnya, ada semacam penyelundupan hukum,” ucap Herdiansyah saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Permenaker ini ingin mengakali MK 91 itu melarang dikerluarkannya kebijakan strategis dan berdampak luas. Selain itu, Herdiansyah juga mengatakan Permenaker masih berhubungan dengan UU Cipta Kerja khususnya berkaitan dengan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) meskipun tidak secara langsung.
“Tapi kan kita paham kalau Permenaker itu adalah bagian yang tidak bisa dipisah dengan UU Cipta Kerja khususnya soal JKP. Kalau JKP jadi opsi kalau JHT dibayar saat usia 56 tahun. Padahal PP 37/2021 tentang JKP sendiri kan dalam keadaan beku akibat putusan MK,” imbuh Herdiansyah.
Oleh sebab itu, menurutnya ketika melihat peraturan soal JHT perlu melihat aspek-aspek lain lebih luas. Jadi katanya, tidak bisa dipakai untuk menutupi kepentingan JHT itu. Hal begiulah hukum coba diselundupkan.
Sebelumnya, Permenaker tentang Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru dapat dicairkan kala berumur 56 tahun menimbulkan banyak penolakan.
Pendapat berbeda dikeluarkan oleh Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar yang mengungkapkan jika Permenaker ini bukan bagian dari UU Ciptaker melainkan turunan dari UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) atau UU 40 tahun 2004. Sehingga menurutnya, putusan MK terkait UU Ciptaker tidak berpengaruh dengan dikeluarkannya Permenaker ini.
“Permenaker No 19 tahun 2015 yang direvisi oleh Permenaker No 2 tahun 2022 jadi JHT itu bukan produk Ciptaker. Dia produk UU No 40 tahun 2004. Jadi putusan MK tdk berlaku pada Permenaker No 2,” ujar Timboel, Sabtu (12/2/22). Kecuali katanya, bicara soal produk regulasi JKP. Itu baru bisa. Karena JHT tidak disentuh oleh UU Ciptaker.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay sempat enanggapi cuitan Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari yang menyebut pekerja yang ingin mencairkan dana program saat kehilangan pekerjaan, pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan menawarkan program baru, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Menurut dia, yang jadi masalah adalah, program JKP itu payung hukumnya merupakan Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Sementara, MK sebelumnya menyebut UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.
“Masalahnya, JKP itu kan payung hukumnya adalah UU Ciptaker. Apakah sudah bisa diberlakukan? Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. Kalaupun misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun?,” tanya dia. **Rul