Oalah….. Anggota DPRD Riau dari PKB Kasir Diduga Kuasai Ratusan Hektare Hutan Lindung di Kuansing

0 122

DERAKPOST.COM – Nama anggota DPRD Riau ini, dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kasir disebut-sebut punya sejumlah lahan di kawasan hutan yang seharusnya dilindungi.

Dugaan ini mengemuka setelah dua warga Nias, FT (34) dan FZ (39), ditangkap pihak Polres Kuansing atas tuduhan merambah kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Pangkalan Indarung, Kecamatan Singingi, di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, kini berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.

Sejumlah nama mulai terungkap dalam dugaan perambahan kawasan hutan ini, termasuk politisi, pengusaha, dan calo lahan. Sehingga perambahan HPT dan penangkapan pelaku ini justru memicu pertanyaan publik: bagaimana dengan aktor-aktor besar di balik perambahan kawasan hutan dilindungi.

Dugaan ini mengemuka setelah dua warga Nias, FT (34) dan FZ (39), ditangkap pihak  Polres Kuansing. Dikutip ini dari riauterbit.
Berdasar informasi yang dihimpun, selain Kasir, beberapa nama lain yang diduga itu memiliki lahan di kawasannya HPT antara lain:

1.Mosad (Desa Petai) – lebih dari 100 hektare, sebagian sudah panen.

2. Cipto (pengusaha di Pangkalan Indarung) – sekitar 80 hektare siap tanam.

3.Yandi (pemilik bengkel di Teluk Kuantan) – sekitar 60 hektare, dengan 30 hektare sudah ditanami sawit.

Adapun Kasir disebut-sebut menguasai lahan di beberapa titik strategis:

Simpang Tiga Sungai Terentang – sekitar 200 hektare.

Sungai Batang Bubur – sekitar 80 hektare.

Kutun Pangkalan – sekitar 60 hektare yang baru dibuka.

Menurut sumber, penguasaan lahan ini dilakukan dengan modus kelompok tani. Skema ini memungkinkan kawasan hutan dialihkan menjadi lahan pertanian dengan dalih program pemberdayaan.

“Ini bukan kelompok tani biasa. Ada yang skema besar di balik ini yang melibatkan cukong dan oknum berpengaruh,” ungkap  dari seorang warga yang enggan disebut namanya.

Aktivitas perambahan ini melanggar sejumlah undang-undang, di antaranya:

UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mengancam pelaku perambahan ilegal dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.

UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang memperberat sanksi bagi pihak yang menikmati hasil dari perambahan.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang memberikan hukuman bagi perusak ekosistem hutan.

Kasus ini mendapat reaksi keras dari Komunitas Pecinta Alam Riau (KOPARI). Juru bicara KOPARI, Wagimin, mendesak aparat penegak hukum untuk segera menangkap Kasir dan aktor-aktor lain yang diduga terlibat dalam perambahan kawasan hutan.

“Penegakan hukum jangan tebang pilih. Jangan hanya rakyat kecil yang dikorbankan, sementara elite politik dan cukong dibiarkan bebas,” ujar Wagimin.

Selain itu, KOPARI juga meminta Bupati Kuansing untuk segera turun tangan dengan melakukan razia besar-besaran di kawasan hutan yang telah beralih fungsi.

“Bupati jangan diam saja. Jika dibiarkan, Kuansing akan kehilangan hutan dan hanya menjadi lahan sawit ilegal,” tambahnya.

Hingga berita ini diterbitkan, Tempo masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait, termasuk Kasir dan aparat penegak hukum.

Perambahan kawasan hutan di Kuansing bukan peristiwa baru. Alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit ilegal terus terjadi tanpa ada tindakan tegas dari pihak berwenang.

Publik kini menunggu, apakah aparat penegak hukum berani menindak aktor-aktor besar di balik skema ini, atau justru membiarkan hutan di Kuansing terus terkikis? (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.