DERAKPOST.COM – Koordinator Fitra Riau Tarmizi mengungkap akan hal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau dan sejumlah kabupaten/kota di Riau pada 2024 mengalami defisit.
Dia mengatakan hal itupun mengakibatkan pemerintah daerah dengan terpaksa harus menunda pembayaran yaitu pada sejumlah kegiatan yang telah dilaksanakan. Menurut dia, pemerintah daerah berdalih ini disebab adanya penundaan pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat.
Berdasarkan data yang dihimpun Fitra Riau, defisit anggaran yang diakibatkan oleh tunda bayar DBH dari pemerintah pusat ini terjadi di Provinsi Riau sebesar Rp 315 miliar, Kabupaten Siak sejumlah Rp 229 miliar, Kota Pekanbaru Rp 300 miliar, Rokan Hulu Rp 125 miliar, Kabupaten Pelalawan Rp 72 miliar, dan Kepulauan Meranti sebesar Rp 51,5 miliar.
“Daerah lainnya juga mengalami hal yang sama, namun tidak ditemukan data yang tersedia secara pasti,” ujar Tarmizi melalui keterangan resmi kepada wartawan. Kata dia, besaran DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam sesungguhnya itu ditetapkan sesuai ketentuan perundangan-undangan, baik sumbernya formula perhitungannya. Maka otomatis, penyaluran DBH tersebut menjadi kewajiban pemerintah pusat.
“Kemudian dengan terjadinya tunda bayar, maka pemerintah pusat harus meklarifikasi informasi tersebut, apakah itu disebabkan tidak tercapainya pada pendapatan negara, terutama pajak dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak), atau dialihkan untuk program yang lainnya.” tuturnya.
Menurut Tarmizi, pemerintah pusat perlu melakukan klarifikasi hal ihwal penyebab terjadinya tunda bayar yang berakibat itu Pemda setempat tidak bisa melaksanakan pembangunan daerah ini secara maksimal. Maka, pemerintah pusat juga dinilai perlu untuk melakukan publikasi informasi yang berkaitan dengan tunda bayar agar tidak terjadi simpang siur informasi.
Lebih lanjut, Tarmizi pun menilai fenomena tunda bayar ini akan berdampak pula pada APBD 2025. “Dikhawatirkan itu, terjadinya defisit anggaran karena terbebani kegiatan tahun sebelumnya yang belum terbayarkan sebagaimana mestinya. Namun diharap itu Pemda dapat mengantisipasi defisit APBN 2025 dengan hal melakukan penyesuaian anggaran mendukung pencapaian kinerja tertentu. Juga perlu lakukan hal efisiensi anggaran pada kegiatan tidak berdampak langsung” katanya.
Pemda Masih Bergantung pada Dana Masuk dari Pemerintah Pusat
Menurut Tarmizi, persoalan-persoalan ini tak terlepas dari kondisi pemerintah daerah yang masih mengandalkan dana masuk dari pemerintah pusat. Ia berpendapat tingkat kemandirian keuangan daerah di Riau masih rendah. “Pendapatan daerah terbesar bersumber dari dana transfer (Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Insentif),” ujar Tarmizi.
Khusus untuk Provinsi Riau, lanjut dia, tingkat ketergantungannya cukup rendah, yakni 40 persen dari total pendapatan daerah. Sementara itu, pihak pemerintah kabupaten/kota yang secara keseluruhan memiliki tingkat ketergantungan transfer dana dengan rata-rata mencapai 84 persen dari total pendapatan daerah.
“Sedangkan halnya yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu masih sangat kecil, di bawah angka 20 persen dari total pendapatan,” kata dia. Artinya, pembiayaan untuk daerah itu bergantung dana disalurkan oleh pemerintah pusat. Seharusnya itu Pemda bisa meningkatkan pendapatan asli daerah masing-masing. Hal ini supaya memiliki kemandirian fiskal yang kuat itu membiayai program prioritas daerahnya. (Dairul)