JAKARTA, Derakpost.com- Diketahui ini, minyak goreng langka. Sehingga, hal itu membuat di Kementerian Perdagangan (Kemendag) merasa heran. Karena yang seharusnya persediaan banjir dipasaran pada dua pekan terakhir.
Keheranan itu seperti disampaikan oleh
pihaknya Sekretaris Ditjen Perdagangan Dalam Negeri di Kemendag I Gusti Ketut Astawa. “Sebenarnya, secara komitmen ini pun, harusnya banjir terpenuhi dalam jangka waktu sebulan,” sebut Ketut pada webinar diselenggarakan oleh Indonesia Consumer Club (ICC) ini bertajuk Harga Minyak Yang Digoreng Langka.
Kemendag, sambungnya, sudah meminta produsen menggelontorkan 351 juta liter sebagai bentuk kewajiban pemenuhan dalam negeri (domestic market obligation/ DMO) selama 14 hari terakhir. Angka itu harusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan per bulan yang berkisar 279 juta sampai 300 juta liter.
“Pak Menteri (Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi) sudah memberitakan produsen agar segera penuhi DMO dengan menormalkan distribusi kepada distributor,” jelasnya dilansir suara.com.
Tidak hanya itu, Kemendag bersama dengan Satuan Tugas (Satgas) Pangan di tingkat kabupaten, kota maupun provinsi sedang melakukan evaluasi terhadap distribusi minyak goreng agar tidak terjadi penimbunan atau bentuk kecurangan lainnya.
Namun, ia juga menilai pola pikir masyarakat yang melakukan panic buying juga perlu diubah agar persediaan tidak diborong habis.
“Karena beredar informasi bahwa ada kekurangan ketersediaan minyak, akhirnya masyarakat berbondong-berbondong beli. Kadang-kadang di dalam salah satu ritel modern begitu dibuka langsung habis,” lanjut Ketut.
Di sisi lain, Deputi Kajian dan Advokasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Taufik Ariyanto Arsad menilai polemik kelangkaan minyak goreng dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah disebabkan oleh kekakuan pasar yang menyebabkan harga minyak goreng cenderung naik tapi tidak turun meski harga kelapa sawit mentah (CPO) global turun.
“Ada penurunan harga CPO tapi tidak mempengaruhi domestik, sedangkan kalau CPO naik harga domestik naik. Salah satu ciri pasar terkonsentrasi, atau oligopoli, cenderung kaku dan perlu pengawasan lebih ketat,” jelas Taufik.
Hal ini disebabkan pengambilalihan atau penutupan perusahaan-perusahaan sawit kecil yang diakuisisi hanya segelintir perusahaan sawit besar.
“Banyak transaksi atau akuisisi perusahaan sawit atau saham kecil yang diakuisisi perusahaan sawit-sawit besar, sehingga terjadi penguasaan lahan. Ini jadi perhatian bagi kami di KPPU,” katanya. **Rul