PEKANBARU, Derakpost.com- Anggota DPRD Riau Manahara angkat bicara hal kebijakan larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) oleh pemerintah. Ia meminta pada pemerintah untuk meninjau ulang regulasi larangan tersebut. Disebab hal ini merugikan masyarakat.
“Income, diberikan antara masyarakat budidaya dengan korporasi itu kepada negara selama ini dinilai sama. Untuk itu guna mewujudkan kesejahteraan rakyat, pemerintah diminta meninjau kembali regulasi larangan ekspor CPO,” kata Politisi Demokrat ini.
Pasalnya, kata anggota Komisi II DPRD Riau ini, dilihat dari sisi keberpihakan itu terkesannya pemerintah pusat tidak adil terhadap petani sawit masyarakat budi daya. Disebab regulasi larangan ekspor tidak berpihak pada masyarakat. Maka, hal ini harus ditinjau ulang.
Bahkan sambungnya, ada banyak pihak masyarakat budi daya petani sawit yang terdampak langsung akibat larangannya ekspor tersebut. Artinya, ini tidak sesuai dengan penerapan UUD 45, yang khusus pada Pasal 33. Yakni untuk sejahtrakan rakyat. Tapi kenyataanya terbalik, malah menyumbat kran ekonomi.
Manahara mengatakan, bahwa langkah pemerintah yang melarang ekspor CPO tersebut sama saja dengan menyumbat kran ekonomi rakyat. Dengan akibatnya, masyarakat budidaya atau petani sawit ikut menderita. Beda halnya itu, dengan pihak perusahaan atau korporasi.
“Jikalau perusahaan, ongkang-ongkang aja dia. Apalagi yang punya pabrik pula. Maka pada pihak pemerintah pusat kita himbau tolong tinjau regulasi ini. Artinya itu, khusus pada perusahaan agar diberi tanggungjawab persentase suplay pada kebutuhan dalam negeri. Dan setelah itu baru ekspor,” ujarnya.
Manahara juga menjelaskan, ada hal-hal yang harus diperhatikan dan dijadikanya pertimbangan pemerintah pusat ini agar meninjau ulang regulasi tersebut, untuk kesejahtraan masyarakat sesuai halnya bunyi di Pasal 33 UUD 45. Sebab terang dia, yang ada sekarang masyarakat jadi terabaikan.
Hal-hal menjadi perhatian pemerintah pusat itu diantara lain. Pertama adalah mewujud atau sebagai wujud cita-cita bangsa mensejahterakan rakyat. Kedua adalah sebagai kedaulatan rakyat akan kekayaan alam teritorial itu kedepankan azas merata berkeadilan. Ketiga adalah biar korporasi sebagai industri dan riset teknologi mengekplore potensi lain.
Kesempatan itu Manahara juga ungkap pemerintah hendaknya dapat meninjau kembali regulasi larangan ekspor CPO. Kalau regulasi larangan ekspor ini justru dinikmati oleh korporasi. Yang alasanya, perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) diberikan hak mengelola selama 35 tahun. Dan ini dapat diperpanjang 30 tahun dan diperbaharui lagi selama 30 tahun bahkan dapat diperpanjang lagi.
“Artinya ini bisa selamanya. Nah ini bisa diwariskan, bisa diagunkan ke Bank, dan bisa dijual dalam artian jual saham yang dialihkan kepada orang lain. Jadi ini, tak ada bedanya dengan SHM. Jadi ada apa ini, koq dianak emaskan ni. Dan koq jadi mereka menguasai harta warisan nenek moyang kita,” pungkasnya. **Rul