Apkasindo Kritisi Mentan Seakan Tak Pernah Membela Soal Harga TBS Sawit

 

DERAKPOST.COM – Aosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengkritisi minimnya perhatian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian RI, kepada petani sawit. Telah sembilan bulan turbulensi harga Tandan Buah Sawit (TBS), tidak ada sekalipun kunjungan sosok Mentan ke perkebunan sawit petani. Yang tampak hanya selevel Direktur, Kasubdit, dan terkahir ini Dirjenbun, sejak defenitifnya Dirjenbun

”Harga TBS petani terkhusus petani swadaya kembali jatuh lagi rerata Rp 1.500-Rp 1.700 per kilogram, setelah bulan September lalu sempat menyentuh Rp 2.000 . Sedangkan modalnya sudah naik rerata Rp 1.950-Rp 2.250 per kilogram karena meroketnya harga pupuk sampai 300%. Kami tekor rerata Rp 500 per kilogram. Lalu siapa yang mikirkan kami? Menteri Pertanian. Coba lihat saja, tak usahkanlah dulu kunjungan ke kebun petani sawit, tampil di media membicarakan anjloknya harga TBS petani tidak pernah. Tidak pernah, hanya mengurusi cabe, bawang dan tomat saja,” kata Dr. Gulat ME Manurung, MP, CIMA, CAPO, Ketua Umum DPP Apkasindo.

Gulat mengatakan, bahwa petani sawit merindukan sosok Sang Menteri Pertanian. Karena petanu juga berhak mendapat perlindungan Menteri Pertanian. Karena petani sangat terjepit akibat regulasi yang datang dari Kementerian lain, tapi sosok Menteri Pertanian tidak pernah membela kami, hanya se-level Dirjend dan Direktur yang berjibaku. Malahan Menteri Perdagangan (Zulkifli Hasan) yang sering datang ke kebun sawit, sampai-sampai teman-teman Petani Sawit pernah mengira Pak Zulkifli Hasan adalah Menteri Pertanian.

Kekesalan Gulat ini lantaran petani sawit posisinya semakin terjepit di tengah berbagai kebijakan untuk menormalkan harga dan pasokan minyak goreng. Belum lagi kebijakan dari Kementerian Kehutanan yang semakin menyusahkan dan menyudutkan petani sawit.

“Lihat saja program PSR sangat lambat, terkhusus pasca terbitnya Permentan 03 2022, karena disitu banyak sekali muncul “perboden-perboden” terkait Kementerian Kehutanan. Katanya hanya 2 peryaratan PSR, tapi faktanya ada 38 persyaratan dan tahapan. Kami harus melengkapi 38 peryaratan yang sebagian berkaitan ke lintas kementerian lain, seperti KLHK dan ATR BPN, semua Kementerian ini berkantor di Jakarta. Bayangkan saja 38 persyaratan untuk selevel kami Petani sawit. Padahal berkali-kali Pak Jokowi sudah mengatakan kepada para pembantunya supaya “jangan ribet” dalam administrasi,” tegas Gulat.

Administrasi minyak goreng juga demikian, kata Gulat, pihaknya melihat masalah minyak goreng sudah selesai, tinggal menyelesaikan dampaknya saja. Karena ada 17 juta petani sawit dan pekerja sawit yang dikorbankan akibat dampak kebijakan minyak goreng.

Gulat menyebutkan Kementerian terkait harus melihat secara utuh melalui berbagai macam pendekatan lain. Sebagai contoh Kebijakan DMO yang selama ini membuat ketidakpastian disektor hilir dan berdampak kesektor hulu (harga TBS petani) dan diperparah Permentan 01 tahun 2018 tentang tataniaga TBS.

DMO yang mengatur wajib pasok 1 baru bisa ekspor 9 adalah penyebab ketidakpastian industri sawit. Karena situasi pada 3 bulan terakhir jauh berbeda dibandingkan Januari-Juli lalu.

Pada bulan tersebut, berapapun minyak goreng dipasok pasti habis, tapi saat ini sudah melimpah, sehingga memperlambat realisasi serapan wajib pasok yang “1” tadi. Akibatnya adalah ketidakpastian penjadwalan ekspor dan kepastian kontrak penjualan ke negera tujuan. Yang menanggung semua ketidakpastian ini adalah sektor hulu (petani sawit).

“Padahal Kebijakan DMO itu adalah bersifat insidentil karena kelangkaan minyak goreng dan pada 3 bulan terakhir dan saat ini sudah jauh berbeda. Jadi DMO itu sudah usang. Maka kebijakan yang lebih kreatif yang mewakili semua kepentingan lah yang diperlukan saat ini,” katanya lagi

“Seperti misalnya opsi subsidi minyak goreng dengan menggunakan dana sawit BPDPKS, tinggal mengatur instrumen levy (pungutan ekspor) untuk mengatur neraca ekspor minyak sawit dan turunannya. Atau pemerintah memborong minyak goreng mumpung lagi murah lalu disimpan di tanki penyimpanan sebagai stok apabila harga tinggi,” tambahnya.

Di sisi lain, Apkasindo mendukung Pemerintah yang sudah melakukan terobosan melalui mempercepat pembangunan Pabrik Minyak Makan Merah (M3) skala koperasi kerjasama dengan PPKS Medan yang didukung oleh Kementerian Koperasi UKM.

“Pak Dirjenbun juga sudah move on ke hilirisasi melalui disain Pabrik Minyak Goreng Sawit (MGS) skala rumah tangga (home industri), tinggal menunggu action nya saja. Jadi kebijakan untuk mempercepat Pabrik M3 dan Pabrik MGS ini yang diperlukan, bukan malah sibuk dengan rem DMO,” ujar Gulat.

“Resesi dunia sudah di depan mata, kita harus berpacu dengan waktu untuk menormalkan industri sawit Indonesia, sebab industri sawit sudah terbukti berkali-kali menyelamatkan ekonomi Indonesia,” pungkas Gulat.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan dan Pemasaran, Disbun Provinsi Riau, Defris Hatmaja mengatakan, harga TBS kelapa sawit 5 – 11 Oktober 2022.

mengalami penurunan pada setiap kelompok umur kelapa sawit, dengan jumlah penurunan
terjadi pada kelompok umur 10 – 20 tahun sebesar Rp 155,65/Kg atau mencapai 6,15% persen dari harga minggu lalu.

Sehingga harga pembelian TBS petani untuk periode satu minggu kedepan turun menjadi Rp 2.376,59/Kg.

“Harga TBS kelapa sawit penetapan ke 39 bulan Oktober periode 05 sampai 11 Oktober 2022 di tahun 2022 mengalami penurunan pada setiap kelompok umur kelapa sawit, dengan jumlah penurunan terbesar terjadi pada kelompok umur 10 – 20 tahun sebesar Rp 155,65/Kg atau mencapai 6,15% dari harga minggu lalu. Sehingga harga pembelian TBS petani untuk periode satu minggu kedepan turun menjadi Rp 2.376,59/Kg,” kata Defris, Selasa (4/10/2022). **Rul

APKASINDOMentanRiau
Comments (0)
Add Comment