DERAKPOST.COM – Hingga kini, laporanya atau aduanya masyarakat terkait saeorang oknum ASN Kemenag Inhu, terlibat dalam dukung mendukung paslon tertentu pada Pilkada 2024, tidak kunjung direspon oleh pihak Bawaslu setempat. Sehingga hal itu, diduga dipetieskan.
Diketahui, beberapa waktu lalu masyarakat membuat laporanya terkait salah saeorang oknum ASN Kemenag Inhu yakni bernama Alfendi. Oknum itu, sudah dilaporkan telah melanggar netralitas selaku ASN lengkap dengan adanya bukti screenshots ajakan terang-terangan secara aktif mendukung salah satu paslon.
“Sudah kami laporkan, tapi oknum ketua Bawaslu Inhu diduga itu masih menutupi masalah ini,” kata salah seorang sumber yang tak mau namanya ditulis. Menurut sumber, menduga sudah ada semacam tutup mulut mengalir ke oknum Bawaslu hingga masalah ini jalan ditempat.
“Dengan tidak adanya respon dari Bawaslu Inhu yang dipimpin atau diketuai oleh Dedi Risanto SIP SH MSi tersebut, maka diduga petieskan aduan masyarakat. Maka dalam hal ini, ada rencana kami akan demo kantor Baswalu dalam waktu dekat, jika tidak ada keterangan resmi terkait ini,” ujarnya, dikutip dari riauterbit.com.
Sebagaimana yang diketahui sebelumnya Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Tasdik Kinanto, mengungkapkan ada 403 laporan yang masuk ke pihaknya terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam Pemilu 2024. Dari jumlah tersebut, 183 ASN di antaranya terbukti melanggar netralitas.
Kemudian dari 183 ASN itu, sebanyak 97 ASN atau 53 persen diantaranya itu sudah dijatuhi sanksi oleh pihak Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Dari data di atas, kata Tasdik melihat adanya hal anomali. Sebab jumlah ASN yang terbukti melanggar saat ini lebih sedikit dibandingkan dengan saat Pilkada serentak 2020 lalu.
“Pada Pilkada serentak 2020 yang diikuti oleh 270 Daerah, tercatat 2.034 ASN yang dilaporkan dan 1.597 ASN (78,5%) diantaranya terbukti melanggar netralitas. Sedangkan jelang Pemilu dan Pemilihan 2024 yang akan diikuti oleh 38 Provinsi dan 514 kabupaten/kota, KASN memprediksi akan terjadi lonjakan yang signifikan tekait pelanggaran netralitas ASN. Namun kenyataannya berbanding terbalik dengan laporan yang masuk KASN. Apakah ada yang tutup mata atau menyembunyikan laporan pelanggaran netralitas ASN yang terjadi?” Kata Tasdik, pada webinar series netralitas ASN bertema “Pemilu Semakin Dekat, Pelanggaran Netralitas ASN Semakin Nekat”.
Wakil Ketua KASN itu juga menyampaikan bahwa pelanggaran netralitas ASN yang dilaporkan ke KASN jelang Pemilu dan Pemilihan 2024, makin nekat. Ada ASN yang menggunakan sumber daya birokrasi, merekayasa regulasi, mobilisasi sumber daya manusia, alokasi anggaran, bantuan program, hingga menggunakan fasilitas sarana/prasarana untuk menunjukkan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon.
“Kasus-kasus pelanggaran yang fakta-faktanya semakin nekat secara sistemik, masif dan terstruktur, ternyata tidak berbanding lurus dengan laporan pelanggaran yang terjadi,”ujarnya.
Sementara itu, Ketua JAGA Pemilu, Erry Riyana Hardjapamekas, mengakui, fenomena pelanggaran netralitas ASN tersebut dilatarbelakangi oleh adanya konflik kepentingan yang mengganggu integritas ASN.
“ASN harus bertekad kuat untuk menjaga netralitasnya. Karena selain lembaga pengawas, saat ini ada pula aktor lain yang ikut mengawasi, seperti masyarakat sipil (civil society) yang membentuk gerakan dan siap membantu menjaga keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Jadi, jika anda seorang ASN yang sedang berada pada situasi tekanan atau perintah ketidaknetralan menjelang Pemilu dan Pemilihan 2024, jangan ragu untuk melapor melalui kanal-kanal pengaduan yang menjamin kerahasiaan seperti JAGA Pemilu,” ajak Erry.
Kemudian, Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menegaskan bahwa Penyelenggara Pemilu juga merupakan salah satu kelompok yang harus diawasi netralitasnya. Terlebih ASN yang bertugas sebagai penyelenggara pemilu, jika melanggar etika netralitas maka akan mendapatkan sanksi yang lebih berat. Hal ini karena keterikatannya dengan Kode Etik dan Disiplin ASN serta Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
“Penyelenggaraan pemilu bukan hanya soal legitimasi atau administrasi yang harus sesuai dengan hukum. Namun juga soal kepercayaan publik yang hanya bisa dibangun dengan mewujudkan pemilu yang profesional, serta penyelenggara yang berintegritas, termasuk ASN di dalamnya,” ujar I Dewa Kade.
Lebih lanjut, Ahli Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, mengatakan independensi lembaga negara dalam mengawasi netralitas ASN jelang Pemilu dan Pemilihan 2024 masih belum maksimal.
“Ada ruang kosong di mana lembaga penyelenggara dan pengawas tidak berjalan. Lembaga pengawas malah tidak bisa melakukan putusan progresif untuk membangun implikasi hukum. Di saat yang sama, para ASN dan pemimpin ASN yang kita harapkan bisa menjadi netral malah tidak melakukan itu,” urai Zainal.
Ia kemudian menyarankan bahwa Indonesia perlu berbenah untuk mengembalikan demokrasi ke publik, membentuk kelembagaan alternatif yang independen, juga berani merapikan tiga perundang-undangan krusial, yaitu Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, dan Undang-Undang Lembaga Kepresidenan. (Dairul)