Tidak ada Penjualan Aset Pemda di KlTB, Hanya Alih Pemanfaatan Lahan

 

DERAKPOST.COM – PT Sarana Pembangunan Siak (PT SPS), PT Kawasan Industri Tanjung Buton (PT KITB) dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT Samudra Siak terus menggesa pengelolaan lahan dan pelabuhan pada Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) di Kabupaten Siak, Riau.

Direktur PT SPS Bob Novitriansyah, kepada wartawan, menegaskan tidak ada itu hal penjualan lahan di Kawasan Industri Tanjung Buton. Penegasan ini disampaikan seiring tudingan beberapa pihak terhadap PT SPS sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak.

Selaku BUMD yang diberikan kewenangan mengelola pemanfaatan Kawasan Pendukung Pelabuhan Tanjung Buton oleh Pemkab Siak melalui SK Bupati No. 167/HK/KPTS/2018 ttg Pengalokasian, Penggunaan dan Pengurusan Tanah HPL Pemkab Siak kepada PT. SPS tertanggal 10 Januari 2018, PT SPS berupaya keras mendatangkan investor guna percepatan pembangunan kawasan tersebut.

“Sebab, di tengah keterbatasan anggaran daerah demi menopang pembangunan di Kabupaten Siak dan pembangunan serta operasional KITB, mendatangkan investor adalah cara yg terbaik,” terang pria yg akrab dipanggil Bob ini.

Upaya terbaik ini kurang dipahami mendalam oleh beberapa pihak, malah memunculkan polemik di masyarakat. PT SPS ditunding menjual lahan Pemkab Siak kepada PT. DSPM (Capitol Group) dan PT ORI serta PT. MNS dengan nilai miliaran rupiah.

Tidak ada yang namanya menjual aset daerah. Hanya memberikan kesempatan kepada investor untuk berinvestasi pada lahan yang disediakan dengan sistem pengalihan hak (HGB di atas HPL) untuk jangka waktu 30 tahun. Sedangkan lahan tersebut masih tetap dimiliki Pemkab Siak (HPL).

Pemkab Siak memiliki lahan di Kampung Mengkapan dan Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit dalam bentuk Hak Pengelolaan (HPL) seluas 600 Ha.

Dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat Hak Pengelolaan No. 02 tertanggal 23 Maret 2011 yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kabupaten Siak. Hal ini sesuai PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 5 Ayat (1) b dan Pasal 11).

Lahan itu diperuntukan sebagai lahan Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) dengan luas 300 Ha dan lahan Kawasan Penunjang Pelabuhan Tanjung Buton seluas 300 Ha.

“Untuk kawasan Penunjang Pelabuhan, pengelolaan pemanfaatannya diserahkan kepada PT SPS dengan sistem penunjukan langsung dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) seperti diatur dalam PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 36 b) untuk jangka waktu 30 tahun,” terangnya dalam keterangan tertulisnya.

Pemberian kewenangan itu dilakukan bertahap, sesuai kebutuhan investor yang akan berinvestasi di kawasan penunjang pelabuhan.

Dalam hal ini, Pemkab Siak memberikan HGB di atas HPL sebanyak tiga bidang tanah, masing-masing lahan seluas 53 Ha, 42 Ha dan 16 Ha kepada PT. SPS. Lahan tersebut telah memiliki sertifikat dari Kantor Pertanahan Kabupaten Siak dengan No. 00001 tertanggal 8 Maret 2019 untuk lahan seluas 53 Ha dan HGB No. 00011 tertanggal 12 Oktober 2020 untuk lahan seluas 42 Ha serta HGB No. 00003 tertanggal 21 April 2022 untuk lahan seluas 16 Ha.

Dari lahan 42 Ha itu, PT. SPS kemudian mengalihkan pemanfaatan HGB-nya kepada investor sebanyak dua bidang, yakni 20 Ha kepada PT. DSPM dengan HGB No. 00012 tertanggal 11 Oktober 2021 dan 15 Ha kepada PT. ORI dengan HGB No. 00013 tertanggal 11 Oktober 2021 serta kepada Investor lainnya.

Lahan tersebut tidak dijual, hanya dilakukan peralihan pemanfaatan HGB kepada investor. Salah satunya PT ORI yang pemegang sahamnya berasal dari Korea dan berencana membangun tangki timbun CPO di kawasan KITB dengan jangka waktu tertentu.

“Dengan demikian, tidak ada yang namanya jual beli lahan aset pemerintah. Yang sekarang terjadi, hanya alih pemanfaatan lahan,” urainya.

Untuk pengalihan pemanfaatan lahan dari PT. SPS kepada investor ataupun dari investor kepada pihak lain, harus ada persetujuan pemilik HPL, dalam hal ini Pemkab Siak.

Semua mekanisme sudah diatur dalam PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 42. Jadi yang ingin ditekankan adalah tidak ada yang namanya jual beli lahan, namun hanya pengalihan HGB dengan memiliki jangka waktu.

Pemegang HGB harus menggunakan lahan sesuai rencana yang diajukan dari pemegang HGB kepada pemilik HPL, saat pengajuan awal dan harus merealisasikan tujuan penggunaan lahan maksimal dua tahun sejak HGB diterbitkan.

Setiap pengalihan HGB tentu harus melalui mekanisme sesuai peraturan BPN, yakni memiliki Akta Jual Beli (AJB) dengan PPAT, membayar kewajiban seperti Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPH) dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kantor Pertanahan dan biaya-biaya lain yang ditetapkan berdasarkan PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 38.

Ditegaskan, PP Nomor 18 tahun 2021 dibuat berdasarkan amanat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) untuk melakukan simplifikasi regulasi dan perizinan demi mendorong iklim investasi.

“Jadi, akta jual beli dimaksud hanya syarat sesuai mekanisme, bukan semata-mata diartikan secara harfiah jual beli lahan,” ujarnya.

Pemkab Siak selalu mengajak masyarakat untuk mendukung upaya pemerintah dalam hal ini dengan diberikan kewenangan kepada BUMD PT SPS untuk mempercepat pembangunan di KITB.

Diharapkan, dengan banyaknya investor menanamkan investasinya di KITB, sehingga terciptanya lapangan kerja yang lebih luas serta terwujudnya percepatan pembangunan di Kabupaten Siak. (Dairul)

AsetKlTBPemdapenjualan
Comments (0)
Add Comment