PEKANBARU, Derakpost.com- Dituding membackup atau membeking. Hal itu, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) angkat bicara. Dan malah menjelaskan bahwa organisasi ini yaitu
asosiasi petani sebagai profesi petani (manusia nya) bersifat NIRLABA (tidak komersial) yang tersebar di 146 Kab Kota dari 22 DPW Provinsi APKASINDO.
“APKASINDO itu, Bukan asosiasi tanah atau kebun dan tidak memungut iuran ke anggotanya atau didalam bentuk hal apapun. Fungsi asosiasi sesuai Visi & Misi adalah mengedukasi anggotanya (pembinaan). Misalnya jangan bakar, menggunakan pupuk an-organik dengan pupuk organik secara seimbang,” sebut Ketua Umum DPP APKASINDO Gulat ME Manurung.
Ia juga megatakan, selain itu anjurkan supaya membayar pajak, kedepankan keselamatan kerja, jangan memanen sawit mentah, menganjurkan supaya berkelompok (poktan atau koperasi), disarankan supaya bermitra dengan perusahaan, menjembatani dalam hal permasalahan petani (orangnya) ke pemerintah terkait regulasi (misalnya masalah wajib Sertifikasi ISPO).
Dikesempatan itu, Gulat juga mengaku heran kalau organisasi dipimpinnya ini dituding membeking kebun sawit ilegal.
Apa sih defenisi membekingi itu. Sebab kata dia, kalau APKASINDO ini adalah organisasi profesi petani yang bersifat sosial. Fungsi asosiasi ini mengedukasi anggotanya. Misal, jangan membakar, menganjurkan supaya membayar pajak dan juga menjembatani permasalahan petani ke pemerintah terkait regulasi.
Ditanya siapa dan apa kriteria petani yang menjadi anggota Apkasindo, ia menyebut kalau petani maksimal memiliki 25 hektar per kartu tanda penduduk (KTP). Namun dalam hal ini Gulat tidak menyinggung soal keberadaan Poktan Garo Sebanga Sentosa yang berada di kawasan hutan Tahura SSH.
“Jadi kalau masalah kepemilikan lahan si petani dalam Kawasan Hutan tidak ada urusannya ke asosiasi, karena asosiasi tidak memiliki hak atau/dan kuasa atas lahan anggota nya tersebut.
Apkasindo sebagai organisasi terkait lahan petani di klaim dalam kawasan hutan, hanya sebatas menghimbau supaya melakukan penyelesaian melalui UUCK (Omnibus Law) dan di UUCK tersebut sudah ada resolusinya melalui 4 tipologi,” katanya.
APKASINDO katanya, selalu berupaya menghimbau baik melalui acara-acara apkasindo maupun melalui media, supaya anggota nya dan petani sawit pada umumnya tidak membuka lahan di kawasan yang bukan peruntukannya, terkhusus setelah terbitnya UUCK Nov 2020. Karena yang diakomodir dalam UUCK melalui PP No 24/2021 adalah yang eksisting tertanam sebelum November 2020 yang sifatnya Ultimum Remedium.
“Karena yang diakomodir dalam UUCK melalui PP No 24/2021 adalah yang eksisting tertanam sebelum November 2020 yang sifatnya Ultimum Remedium. Kami juga sepakat dengan rekan-rekan penggiat lingkungan tersebut, bahwa dalam PP 24 tahun 2020 tersebut tidak adil, karena petani sawit disamaratakan dengan korporasi dalam hal denda dan administrasi,” **Rul