DERAKPOST.COM – Hingga kini, tim dari Penyelidik pada Bidang Pidana Khusus (PIdsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau belum ada menetapkan jadwal ekspos untuk menentukan kelanjutanya kasus hal dugaan korupsi pengelolaan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuansing.
Artinya, belum ada akan perkembangan.
penanganan atas kasus dugaan korupsi tersebut. Diketahui ini telah diusut sejak beberapa bulan lalu, penanganan kasus masih berkutat pada penyelidikan. “Yah, masih penyelidikan,” ungkap Bambang Heripurwanto, kepada wartawan.
Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau inipun mengatakan, dalam tahap ini, maka tim akan berupaya untuk mencari peristiwa pidana dalam perkara masih melakukan pengumpulan data dan juga ada bahan serta keterangan (pulbaket). Proses itu yang dikabarkan telah rampung.
Hanya saja, untuk kesimpulan belum diperoleh untuk dibawa dalam ekspos atau gelar perkara. Dari ekspos tersebut nantinya akan diketahui kelanjutan penanganan perkara. “Menunggu kesimpulan dan ekspos,” pungkas Bambang.
Sebelumnya, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Imran Yusuf, menyebut dugaan korupsi terjadi pada periode tahun 2002 sampai dengan 2012. Ketika itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing menggelontorkan anggaran yang totalnya mencapai belasan miliar rupiah.
“Kalau saya tak salah, totalnya itu hampir Rp14 miliar atau Rp16 miliar. Sekitar itu lah,” sebut Imran, belum lama ini. Anggaran itu diperuntukkan untuk membangun perkebunan kelapa sawit di salah satu desa di Kota Jalur tersebut.
“Mengapa bangun kebun kelapa sawit? Karena saat itu, ninik mamak di salah satu desa menganggap wilayah ini kalau tidak dijaga, itu akan dirambah oleh kabupaten lain sehingga ingin ada ketegasan batas,” kata Imran.
“Oleh karena itu, (ninik mamak) meminta pemerintah kabupaten (Kuansing) untuk intervensi dengan membangun perkebunan kelapa sawit,” sambung dia.
Dari total anggaran itu, sebut Imran, terealisasi pembangunan kebun hampir 500 hektare. Adapun tujuan lain dari pembangunan kebun sawit itu agar ada penambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kuansing.
“Dibangun perkebunan itu salah satu yang ingin dicapai adalah adanya penambahan PAD. Ternyata dalam perjalanan, dalam pengelolaannya tidak ada penambahan PAD. Sekarang kebun itu tidak jelas pengelolaannya. Sekarang dikelola oleh sekelompok orang. Seharusnya (hasilnya) masuk menjadi PAD,” jelas Imran.
Imran kemudian menyampaikan, anggaran yang dikeluarkan itu berupa belanja modal. Di mana lahan kebun itu merupakan tanah adat yang letaknya berbatasan dengan Kecamatan Damasraya, Sumatera Barat.
“Itu awalnya tanah adat yang diserahkan ninik mamak kepada pemerintah. Itu berupa belanja modal. Namun oleh pemerintah kabupaten, pencatatan asetnya untuk tanah belum tercatat, yang tercatat sebagai aset itu pohon sawitnya,” terang dia.
Dalam pengusutan perkara, tim penyelidik telah berkoordinasi dengan auditor pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau. ** Fad