DERAKPOST.COM – Proyek jasa dalam hal penyediaan pembangkit listrik di PT Bumi Siak Pusako (BSP) ini dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Corruption lnvestigation Committee (ClC), yang karena mengendus terjadinya dugaan mark up proyek itu bernilai jutaan Dollar AS (USD) tersebut.
Laporan dilayangkan oleh Ketua CIC Riau-Sumbar, Moriza Eka Putra ke KPK pada Jumat (31/1/2025) kemarin. Laporan tersebut disertai sejumlah dokumen dan informasi penting sebagai bukti-bukti awal dugaan mark up proyek. “Benar, sudah kami laporkan kemarin ke KPK,” ujar Moriza Eka Putra dikonfirmasi wartawan.
Dikutip dari Sabangmeraukenews. Dikata dia, laporan lengkap dengan bukti-bukti pendukung didalami dan ditindaklanjuti oleh KPK. Dalam laporannya, menyebut soal kebutuhan tenaga listrik sebesar 28 Megawatt (MW) yang diperlukan oleh ladang minyak CPP Blok saat dikelola bersama antara PT BSP dengan Pertamina Hulu lewat pembentukan Badan Operasi Bersama (BOB).
“Kala itu, pembangkit listrik dibangun dengan skema Built, Operate and Transfer (BOT), di mana terdapat 6 unit penggerak gas turbin merk Kawasaki. Setelah masa kerjasama BOB antara PT BSP dengan Pertamina Hulu berakhir pada 2022 lalu, skema pengelolaan pembangkit listrik berubah menjadi Operate and Maintenance (O&M) dengan jumlah penggerak gas turbin yang sama, yakni sebanyak 6 unit,” ujarnya.
Moriza menyebutkan, diduga terjadinya pengaturan harga per KWH listrik dengan kontrak skema BOT dan nilai kontrak mencapai USD 137.976.025,23. Nilai kontrak tersebut meliputi sejumlah komponen biaya mulai dari pemulihan kapital (Power Plant & Swict Yard) hingga Biaya O&M dengan masa kontrak sejak 2022 sampai 2027.
CIC dalam laporannya ke KPK menengarai terjadi proses penunjukan langsung tanpa lelang secara terbuka dalam proyek pengelolaan pembangkit listrik tersebut. Berdasarkan perhitungan teknis, menurut CIC, tarif idealnya adalah 1,23 cents/KWh ada selisih 0,47 cents/KWh. Diduga terjadi potensi mark up nilai kontrak senilai lebih kurang USD 900 ribu per tahun dari tagihan kebutuhan pemakaian listrik.
Moriza menyatakan, diduga penetapan perhitungan nilai Owner Estimate (OE) yang dibuat dan dihitung PT BSP sama dengan nilai penawaran dari vendor atau pihak ketiga. Hal ini menjadi indikasi dugaan kalau nilai proyek diduga sudah diatur sedemikian rupa.
Menurut Moriza, secara teknis dan ketersediaan man power, PT BSP sebenarnya mampu mengelola sendiri pembangkit listrik tersebut. Akan tetapi diduga dipaksakan untuk tetap dikelola oleh pihak ketiga. Langkah perusahaan tersebut diduga melibatkan sedikitnya 3 pimpinan PT BSP.
PT BSP sejak 9 Agustus 2022 lalu telah ditetapkan pemerintah menjadi pengelola tunggal (KKKS) ladang minyak CPP Blok. Adapun masa konsesi PT BSP selama 20 tahun hingga 8 Agustus 2042 mendatang. Belum ada penjelasan manajemen PT BSP atas laporan CIC ke KPK tersebut. (Dairul)