DERAKPOST.COM – Permasalahan dan indikasi korupsi pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru, disikapi aktifis anti korupsi Lembaga Independen Pembawa Suara Tranparansi (INPEST) membuat laporan pada penegak hukum.
“Ya, kami telah laporkan dugaan korupsi pada dua kegiatan di DLHK Pekanbaru ke penegak hukum. Yakni ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dan juga Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru. Diharapkan dengan ada laporan itu, penegak hukum dapat bertindak sesuai ketentuan yang berlaku didalam hal penyelamatan uang negara,” kata Ganda Mora.
Ketum DPP INPEST ini mengatakan, hal dua dugaan korupsi yang diaporkan itu adalah dugaan korupsi kelebihan bayar miliaran rupiah dalam halnya kegiatan pengadaan jasa angkutan sampah DLHK Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2021 ke Kejari Pekanbaru, dan dugaan korupsi mark-up pengadaan 2 unit alat berat di DLHK Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2021 ke Kejati Riau.
Dikatakan Ganda Mora, dalam laporan dugaan korupsi pengadaan jasa pengangkutan sampah. Ada dua rekanan mengerjakan pengangkutan sampah di Kota Pekanbaru, yakni untuk di Zona 1 di laksanakanya PT Gondang Tua Jaya (GTJ), sesuai dengan surat perjanjian kontrak Nomor 61/Kontrak-JAPI/ LELAN/ DLHK/ APBD/ 2021 Tanggal 18 Maret 2021, dengan nilai kontrak sebesar Rp. 22.677.416.685.03 dan jangka waktu pelaksanaan selama 281 hari, yaitu dari 18 Maret sampai dengan 23 Desember 2021.
Kemudian lanjut Ganda Mora, Jasa Pengangkutan Zona 2 di Kerjakan oleh PT. SHI dengan surat perjanjian kontrak Nomor 62/ Kontrak/ JAP2/ LELANG/ DLHK/APBD/ 2021 tanggal 18 Maret 2021 dengan nilai pekerjaan Rp.19.942.000.000,- dengan jangka waktu pelaksanaan selama 281 hari, yaitu dari tanggal 18 Maret sampai dengan 23 Desember 2021.
Ganda Mora yang juga sebagai Ketua Sahabat Alam Rimba (Salamba) itu, mengatakan, dalam pelaksanaanya, pihak kontraktor dinilai tidak memenuhi kriteria teknis sesuai kontrak, dalam penyediaan jumlah Armada Pengangkut yang kurang dari perjanjian kontrak.
Semestinya, sebut Ganda.Mora, total rotasi pada Dump Truk Penyisiran dan DumpTruk Besar Penyisiran kurang dari perjanjian kontrak dan bahkan volume pengangkutan sampah zona. Sehingga tidak tercapai sesuai yang diperjanjikan dalam kontrak.
Akibatnya sambung Ganda Mora, terjadi kelebihan pembayaran dalam Zona 1 sebesar Rp. 2.335.168.469,53 dan kelebihan pembayaran di Zona 2 sebesar Rp. 1.165.351.365,16 dan potensi kelebihan pembayaran pada zona 1 sebesar Rp. 1.398.214.101.42, sehingga potensi kelebihan bayar mencapai Rp. 593.300.162,49, beber Ganda Mora.
Ganda Mora juga menyebutkan apabila tidak diperhitungkan dalam pembayaran pelunasan, pihaknya menduga bahwa kelebihan dan serta potensi kelebihan pembayaran atau terjadi kongkalikong atau unsur kesengajaan. Maka pihaknya menilai DLHK Kota Pekanbaru, sengaja membiarkan proses yang berlangsung selama satu tahun, tanpa ada perbaikan metode dan kekurangan armada.
“Akibat kejadian itu, maka sudah terjadi kerugian negara yang dibayarkan pada pihak ketiga tersebut oleh DLHK. Maka dari INPEST telah melaporkan dugaan korupsi tersebut kepada pihak penegak hukum Kejari Pekanbaru pada tanggal 15 Agustus 2022 lalu, untuk diproses,” ungkap Ganda Mora.
Tidak sampai disitu lanjut Ganda Mora, laporan dugaan mark-up pengadaan 2 unit alat berat, juga jadi atensi dalam laporannya ke Kejaksaan Tinggi Riau.
Laporan dugaan pengadaan alat berat itu, yakni pengadaan Ekskavator dan Buldoser di DLHK Dinas Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2021, yang nilainya itu sebesar mencapai Rp 6 miliar lebih. Hal itu dimenangkan CV Rajawali Perkasa dalam dua kontrak yang terpisah.
“Untuk pengadaan alat berat Ekskavator, CV Rajawali Perkasa itu memenangkan tender tersebut, dengan nilai kontrak Rp. 1.948.100.000,- dan untuk halnya pengadaan 1 unit Buldoser sebesar Rp. 4.383.225.000 yang juga di menangkan rekanan yang sama,” bebernya.
Sementara terkait dugaan mark-up yang terjadi dalam pengadaan 2 unit alat berat itu, pihak DLHK Pekanbaru dan rekanan, semestinya menyediakan 2 alat berat baru buatan Negara Amerika Serikat, bukan buatan Negara Brazil, Jepang atau Eropa. Sehingga diduga kuat spesifikasi barang tidak sesuai spek dan diduga tidak baru alias seken.
“Dugaan tersebut kami perkuat, karena belum genap satu tahun pembelian, kondisi alat berat Buldoser tersebut sudah dua kali mengalami kerusakan dan tidak berfungsi, sehingga kegiatan pada operasional sampah mengalami tersendat di TPA Muara Fajar,” ungkap Ganda Mora.
Lantaran itu sambung Ganda Mora, hal laporan ini sudah diserahkan ke Kejati Riau itu pada tanggal 23 Agustus 2022, dengan tujuan agar diusut tuntas. Lebih lanjut dikatakan Ganda Mora, pihaknya menduga pengadaannya dua alat berat tersebut diduga terjadi mark-up sebesar 50 persen dari harga sebenarnya. **Rul