DERAKPOSTCOM – Diketahui belasan miliar uang itu telah diterima Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) setempat, dari hasilnya penjualan kayu akasia atau eukaliptus dari hutan yakni Desa Rantau Kasih, Kabupaten Kampar. Tapi, kondisi jalan di Desa Rantau Kasih mengalami rusak parah.
Hal itu sebagaimana didapatkan informasi dari seorang warga mengirimkan foto-foto kondisi jalan di desa tersebut. Foto-foto itu diterima redaksi media ini. Dalam foto-foto dikirim oleh warga yang tidak sedia disebut namanya ini, hanya menerangkan hal untuk kondisi jalan di Desa Rantau Kasih, saat ini sangat memperihatinkan.
Dimana didalam foto-foto tersebut tampak atau terlihat akan hal kondisi bagian jalan tersebut sudah mirip kubangan berlumpur, yang sehingga tersebut sangat sulit dilalui kendaraan. Warga itu, berharap uang hasil penjualanya kayu ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) mencapai puluhan miliar itu dipakai perbaikan jalan.
“Uang, dari hasil penjualan kayu akasia ke PT RAPP ini yang mencapai angka belasan hingga puluhan miliar itu bisa dipakai untuk perbaikan jalan. Karena, diketahui bahwasa masyarakat setempat ini, bergantung pada jalan untuk mobilitas sehari-hari. Kan LPHD Rantau Kasih sudah menerima uang. Tetapi jalan dibiar rusak,” ujarnya.
Namun untuk sampai saat ini ihwal besaran halnya uang hasil penjualan kayu itu masih misterius. Karena pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, tak berkenan menyebut berapa tonase kayu yang ditebang dan jiga dijual LPHD Rantau Kasih ke PT RAPP. Artinya, permasalahan tersebut masih tak jelas.
Dalam hal ini, diketahui Plt Kepala DLHK Provinsi Riau, Alwamen menyebut bahwa pengesahan Rencana Kerja Tahunan (RKT) LPHD Rantau Kasih dilakukan oleh Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sorek. Adapun halnya Kepala KPH Sorek itu Amry Setiawan. Maka sebaiknya ditanyakan hal itu kepada Kepala KPH.
Alwamen mengklaim, mekanisme dan tata cara pembuktianya tanaman milik sendiri pada areal LPHD Rantau Kasih belum diatur lewat regulasi. Klaim tersebut, didasarkan pada surat Direktur luran dan Peredaran Hasil Hutan KLHK Nomor S.595/IPHH/PHH/-HPL.2/12/2019 tanggal 3 Desember 2019.
Karena tidak adanya mekanisme dan tata cara pembuktian, ungkap Alwamen, maka DLHK Riau memprosesnya itu berdasarkan metode sendiri yakni menggunakan berkas dokumen permohonan yang diajukan oleh LPHD Rantau Kasih. “Mengingat halnya itu mekanisme dan juga tata cara pembuktian itu belum diatur,,” ujarnya.
Alwamen juga menerangkan, LPHD Rantau Kasih tanggal 19 Maret 2024 lalu mengirim surat permohonan pernyataannya tanaman sendiri ke DLHK Riau. Maka, surat tersebut dijawab DLHK Riau ini dengan surat Nomor 525/DLHK-PPH/0879 tertanggal 29 Maret 2024. Dalam berkas permohonan tersebut, pengurus LPHD Rantau Kasih itu membuat surat pernyataan bermaterai menyatakan bahwa tanaman yang berada pada areal hutan desa merupakan aset milik lembaga Desa Rantau Kasih Bersatu serta merupa tanaman sendiri yang ditanam pada tahun 2014, 2015 dan 2016.
Selain itu, dilampirkan juga dokumen berita acara musyawarah desa berisi persetujuan pengelolaan hutan desa yang dihadiri oleh kepala desa dan perangkat desa serta tokoh masyarakat.
Alwamen menjelaskan, Hutan Desa Rantau Kasih telah mendapat Izin Persetujuan Perhutanan Sosial berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK. 9862/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2023 tanggal 14 September 2023. Sehingga menurutnya, izin Persetujuan Perhutanan Sosial telah melewati mekanisme verifikasi teknis dari KLHK.
“Mengenai kebenaran aspek formil dan materil atas surat pernyataan yang ditandatangani oleh Ketua, Sekretaris dan Bendahara serta diketahui oleh Kepala Desa Rantau Kasih tertanggal 19 Maret 2024 menjadi tanggung jawab pemohon,” kata Alwamen
Hasil estimasi jumlah uang hasil penjualan kayu akasia diperkirakan mencapai Rp 28 miliar. Jumlah itu diperoleh perhitunganya fee diterima oleh PT Sarana Pembangunan Riau Trada (SPR Trada) sebesar Rp 120 ribu per ton. Dengan asumsinya hasil kayu dari lahan seluas 1.100 hektare, maka produksi kayu capai 110 ribu ton.
Diketahui pemberitaan sebelumnya. Yakni berdasarkan halnya informasi yang belum terkonfirmasi, diduga bahwa LPHD Rantau Kasih ada mendapat sebesar Rp 15 miliar. Penjualan kayu akasia itu areal hutan desa yang dikelola LPHD Rantau Kasih, sehingga memicu tanda tanya besar. Penetapan asal kayu akasia sebagai tanaman sendiri oleh LPHD Rantau Kasih.
Polemik tentang asal kayu akasia tersebut, muncul di tengah kisruh adanya bagi-bagi fee hasil penjualan kayu akasia menyeret keterlibatan anak perusahaan BUMD milik Pemprov Riau yakni PT Sarana Pembangunan Riau Trada (SPR Trada). PT SPR Trada menerima sebesar Rp 120 ribu untuk tiap ton kayu yang dijual ke PT RAPP. Sejumlah pihak mempertanyakan apa dasar PT SPR Trada itupun mendapat jatah uang penjualan kayu dari LPHD Rantau Kasih. (Dairul)