DERAKPOST.COM – Saat ini pihak Polres Lampung Selatan, telah memulai proses atas penyidikan terhadap laporan PTPN I Regional 7 tentang dugaanya pemalsuan surat pernyataan penguasaan fisik tanah (Sporadik) dengan terlapor Kepala Desa Natar. Melalui surat resmi ditandatangani Kasat Reskrim AKP. Dhedi Adi Putra
Surat itupun diterima Ismari Sudharmono, selaku pelapor atas nama PTPN I Regional 7. Artinya, Polres Lampung Selatan ini juga meningkatkan status perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.
“Setelah dilakukan penyelidikan terhadap saksi-saksi dan bukti-bukti serta dilakukan gelar perkara, maka didapat hasil bahwasa perkara yang telah saudara laporkan dapat ditingkatkan dari penyelidikan itu ke tahap penyidikan. Ini dengan persangkaan tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 263 dan atau Pasal 264 dan atau Pasal 266 KUHPidana,” demikian isi surat pemberitahuan dari Polres Lampung Selatan.
Dikutip dari Bongkarpost com. Diketahui, menanggapi peningkatan status ini, Region Head PTPN I Regional 7 Tuhu Bangun menyatakan apresiasinya. Mengutip komitmen Presiden Prabowo Subianto yang akan memberantas mafia tanah, Tuhu menyebut kasus yang terjadi di lahan HGU No.16 Tahun 1997 milik PTPN I Regional 7 di Sidosari yang diserobot orang-orang tak bertanggung jawab adalah salah satu bukti keterlibatan mafia tanah di Indonesia.
“Kami, sampaikan terima kasih ke Polres Lampung Selatan yang merespons dengan cepat dugaan kasus yang kami laporkan. Belakangan kami ketahui, sepak terjang para oknum pada kasus ini adalah permainan mafia tanah. Kami dorong Polisi untuk menuntaskan itu karena daya rusak untuk stabilitas nasional sangat berbahaya. Ini rentan memicu konflik horizontal,” kata Tuhu Bangun di Bandar Lampung.
Dari laporan tim pasca eksekusi lahan oleh PN Kalianda Selasa (31/12/2024), ungkap Tuhu Bangun, terkuak berbagai modus dan transaksi ilegal terjadi selama pendudukan. Tuhu Bangun ada mencontohkan, dari 140 kepala keluarga menduduki lahan seluasan 75 hektare milik PTPN I Regional 7, dimana belasan diantaranya itu mengantongi surat sporadik. Sporadik tersebut yang diperoleh melalui oknum Kepala Desa Natar dengan tebusan uang tunai yaitu Rp1,5 – 3 juta per sporadik.
“Beberapa okupan belakangan mengaku dibohongi oleh oknum LSM (Pelita) dengan menerbitkan surat sporadik atas lahan tersebut dengan menggunakan instrumen Pemerintahan Desa Natar cq. Kepala Desa Natar. Padahal, lokasi lahan tersebut berada dalam wilayah teritorial Desa Sidosari. Ini sangat jelas terindikasi adanya mafia tanah,” tambah dia.
Adanya sporadik yang terbit ini diduga menjadi dasar sehingga para okupan yang berasal dari berbagai wilayah merasa aman dan berani berspekulasi. Penelusuran tim PTPN I Regional 7 dari berbagai sumber, lahan seluas 75 hektare itu telah dikaveling-kaveling dengan peruntukan permukiman dan lahan produksi pertanian.
Tuhu Bangun menyebut, untuk kaveling pekarangan untuk permukiman para okupan harus membayar rata-rata Rp.30 juta per kaveling ukuran 8×12 meter. Sedangkan untuk kaveling berupa lahan budidaya pertanian, para oknum mafia tanah menyewakan untuk ditanam jagung atau singkong antara Rp.3 – 5 juta per hektare per tahun.
“Ada banyak versi yang berkembang tentang bagaimana para mafia tanah itu merayu dan meyakinkan para okupan. Demikian juga besaran harga transaksi mereka. Pada umumnya para okupan tergiur karena ada yang sudah pegang sporadik, dan harga murah”.
Dengan naiknya status kasus dari penyelidikan ke penyidikan, Tuhu Bangun berharap Polres Lampung Selatan mengusut kasus ini sampai akar-akarnya. Sebab, kata dia, kejahatan mafia tanah ini sangat berbahaya dan bisa memicu konflik di masyarakat.
“Melihat dampaknya, kita bisa sebut mafia tanah ini merupakan tindakan subversif. Mereka memprovokasi masyarakat untuk menentang dan melawan hukum yang berlaku. Mereka menafikkan HGU yang nota bene adalah produk hukum yang sah. Kalau terjadi chaos dan konflik horizontal, apakah itu tidak subversif,” tanya Tuhu Bangun.
Kepada para okupan, Tuhu Bangun untuk mematuhi prosedur hukum yang berlaku. Dia juga mempersilakan untuk menempuh jalur hukum akibat ditipu oleh para oknum yang telah merugikan materill dan moril. (Dairul)