Kuasa Hukum Koppsa-M Ini Secara Tegas Sebut Kerugian Negara Akibat Kelalaian PTPN IV, Bukan Ulah Petani

DERAKPOST.COM – Armilis Ramaini selaku Kuasa Hukum pada Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (Koppsa-M), dengan tegas membantah keras pernyataan PTPN IV Regional III terkait langkah hukum yang disebut untuk menyelamatkan keuangan negara.

Menurut Armilis, tudingan tersebut tidak berdasar dan justru sangat menyesatkan.
Armilis menegaskan, kerugian keuangan negara dalam kasus ini bukan karena tindakan Koppsa-M, melainkan akibat kelalaian dan kegagalan PTPN dalam membangun serta mengelola kebun masyarakat di Desa Pangkalan Baru.

“Kerugian terjadi karena PTPN gagal melaksanakan tanggung jawabnya. Pihak yang paling dirugikan adalah masyarakat, yang sumber penghidupannya tergantung pada kebun sawit ini,” ujar Armilis dikutip dari GoRiau.com.

Dijelaskannya, dari 1.600 hektare kebun yang dijanjikan dalam Perjanjian KKPA, hanya sekitar 600 hektare yang berhasil ditanami sawit. Dari jumlah itu, hanya setengahnya yang memiliki akses jalan, sementara sekitar 1.000 hektare lainnya terbengkalai.

“Sejak 2018, laporan Pemerintah Kabupaten Kampar melalui Dinas Perkebunan sudah menyoroti kegagalan ini. Audit agronomi dari pihak Koppsa-M juga menemukan hal yang sama,” tambahnya.

Lebih jauh, Armilis mengungkap bahwa seluruh dana kredit pembangunan kebun sawit yang mencapai puluhan miliar rupiah dikelola oleh PTPN. Namun, hasil kebun yang dikelola tidak cukup untuk menutupi kewajiban kredit karena pembangunan yang tidak optimal.

“Adanya kewajiban pembayaran kredit perbankan yang tidak tercover akibat kegagalan ini menjadi tanggung jawab PTPN sebagai avalis dan penjamin utang,” jelasnya.

Perbaikan Kebun Ditanggung Koperasi

Menurut Armilis, meski pembangunan kebun seharusnya menjadi tanggung jawab penuh PTPN sesuai perjanjian KKPA, upaya perbaikan kebun justru dilakukan sendiri oleh koperasi. Kondisi ini semakin menunjukkan lemahnya pengelolaan PTPN.

“Selama belasan tahun, PTPN melakukan pembiaran atas mismajemen kebun yang menjadi tanggung jawab mereka. Namun, mendekati berakhirnya perjanjian KKPA, PTPN malah menggugat tanah masyarakat dengan dalih menyelamatkan keuangan negara,” ujarnya.

Armilis menilai langkah hukum PTPN yang meminta sita atas tanah masyarakat tidak hanya tidak beralasan tetapi juga merugikan petani. Ia menegaskan bahwa Koppsa-M telah menjalankan kewajiban pembayaran kredit sesuai kesepakatan.

“Kami tegaskan, langkah hukum ini tidak hanya melukai masyarakat, tetapi juga menunjukkan kegagalan PTPN sebagai mitra pembangunan,” pungkas Armilis.

Langkah Hukum PTPN IV Regional III

Sebelumnya diberitakan, Kuasa Hukum PTPN IV Regional III menegaskan langkah hukum yang diambil terhadap pengurus Koperasi Produsen Sukses Sawit Makmur (Koppsa-M) bertujuan untuk menyelamatkan dana talangan yang telah dikeluarkan oleh negara. Langkah ini dinilai perlu untuk menjaga hak petani sekaligus mengatasi carut-marut pengelolaan koperasi tersebut.

Surya Darma, Kuasa Hukum PTPN IV Regional III, menyebutkan bahwa pengurus koperasi saat ini kerap melakukan tindakan yang tidak transparan dan mengabaikan kewajiban terhadap anggota petani maupun mitra kerja mereka, termasuk PTPN IV sebagai bapak angkat.

“PTPN IV Regional III selama ini telah menjadi avalis dan terus berupaya mendukung koperasi. Namun, pengurus justru memanfaatkan kontribusi kami dengan dalih mereka sebagai korban. Langkah hukum ini kami tempuh untuk menyelamatkan dana negara yang telah ditalangi kepada koperasi,” ujar Surya, belum lama ini.

Talangan Miliaran Rupiah untuk Koppsa-M

Surya menjelaskan bahwa PTPN IV telah menalangi seluruh kewajiban koperasi di lembaga perbankan akibat wanprestasi pengurus. Dana talangan tersebut mencapai Rp140 miliar, yang mencakup pembiayaan pembangunan kebun, perawatan, hingga penyelesaian kewajiban perbankan.

Namun, setelah seluruh kewajiban selesai, pengurus koperasi di bawah pimpinan Nusirwan justru bermanuver dengan menyatakan diri sebagai pihak yang dikriminalisasi. “Mereka mengabaikan hak petani dan berpotensi menggadaikan masa depan para anggota,” tegas Surya.

Surya menambahkan bahwa konflik di tubuh Koppsa-M sudah berlangsung lama. Kepengurusan kerap berganti, tetapi pola masalah tetap sama: pengurus memanfaatkan koperasi untuk keuntungan pribadi. Bahkan, Nusirwan yang sebelumnya menjanjikan transformasi kini diduga melakukan tindakan serupa dengan pendahulunya, Anthony Hamzah, yang telah divonis bersalah dalam kasus hukum.

“Akibatnya, petani menjadi korban. Mereka yang seharusnya menerima manfaat justru dirugikan,” lanjutnya.

Selain itu, pengurus diduga memperjualbelikan aset koperasi secara ilegal, meskipun dokumen agunan berada di bank. Kondisi ini membuat sebagian besar anggota koperasi saat ini bukan petani asli, melainkan pihak-pihak yang membeli kebun secara gelap.

Langkah Hukum Demi Transparansi

Melalui langkah hukum ini, PTPN IV berharap dapat menyelesaikan persoalan internal koperasi. Surya menegaskan bahwa opsi terbuka bagi pengurus dan anggota koperasi untuk mengakui dan menyicil kewajiban sesuai kesepakatan.

“Kami ingin tumbuh dan berkembang bersama petani. Ada banyak koperasi yang sukses bermitra dengan kami, dan kami berharap Koppsa-M bisa seperti itu,” ujarnya.

Padahal, menurut data yang terungkap di persidangan, Koppsa-M mampu menghasilkan produksi hingga 900 ton per bulan, dengan potensi pendapatan sekitar Rp2,8 miliar per bulan. “Ini yang jadi pertanyaan kami. Jika pendapatan cukup besar, kenapa mereka seperti tidak mampu membayar kewajiban?” ujar Surya.

Melalui langkah hukum ini, PTPN IV berharap dapat memulihkan fungsi koperasi, melindungi hak petani, dan menyelamatkan dana talangan negara.  (Dairul)

hukumKopsaPetaniPTPN
Comments (0)
Add Comment