PEKANBARU, Derakpost.com- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun buku 2021, digelar PT Pengembangan Investasi Riau (PIR), Senin (23/5/2022) di Pekanbaru. Dihadiri tiga emilik saham yakni Pemprov Riau, Pemkab Siak dan Pemkab Rohil yang hasilkan beberapa keputusan.
Dirut PT PIR, Adel Gunawan saat seusai RUPS mengatakan, bahwa PT PIR telah memperoleh laba yang cukup signifikan di tahun 2021. Kalau dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp280 juta lebih, di tahun 2021 lalu laba bersih mencapai Rp11,8 miliar lebih.
“Laba naik cukup sugnifikan, tahun kemarin laba kita cuma Rp280 juta, tahun ini Rp11,8 miliar. Karena batu bara, penambahan kuota produksi, yang sudah kita rintis sejak dari tahun 2019 ada penambahan. Peningkatan dari bisnis transportasi kita, penyeberangan KMP Berembang, dari pendapatan tiket yang 0 sekarang sudah naik sampai Rp600 juta lebih per tahun,” katanya.
Adel buka-bukaan terkait PT PIR yamg berbeda dengan BUMD lain. Dimana, kedepan akan tetap memberikan deviden kepada Pemegang Saham namun dibelakang masih ada beban berat yang ditanggung BUMD tersebut. Dimana ada 4 permasalahan anak-anak perusahaan di kasus-kasus lama yang belum terselesaikan.
“Beban piutang, penyertaan modal disana itu luar biasa. Itu bukan di PT PIR, tapi anak perusahaan. Tapi karena anak perusahannya sudah tak beroperasi terpaksalah kami yang punya kewajiban menyelesaikan,” sebut dia, dilansir cakaplah.
Adel mencontohkan seperti anak perusahaan PT Riau Power. Dimana, pembangkit turbin milik Pemprov Riau hibah dari PT Chevron, produksi tahun 1976 yang sudah tidak bisa digunakan lagi. Kemudian di Riau Power Dua, saham dari Pemkab Siak, pembangkit yang tidak siap dan mangkrak.
“Belum lagi PT Riau Multi Trade, yang berkasus, hutang piutang yang belum selesai. Tanara Gagas Kreasi yang dulunya dibuat untuk menangani advertising saat ajang PON, ternyata gagal,” paparnya.
Yang paling berat katanya, pengambil alihan hutang Riau Airlines (RAL) di Bank Muamalat. Ini yang paling berat. Karena stop bayar di 2018 yang lihat di perjanjian cacat hukum. Tidak ada objek jual belinya. Risiko ditempuh itu dengan tidak membayar lagi cicilan, berdampak PT PIR sampai detik ini dikategorikan kolektibilitas 5 dan diblacklist bank.
Sebelumnya, pertanyaan terkait mengapa PIR masih bisa membayar tagihan RAL di Bank Muamalat, karena saat itu PIR masih mempunyai pendapatan dari bisnis gas, namun kini sudah setop.
“Di 2019 kita tak dapat pendapatan sama sekali, gas habis, batubara kita maksimalkan dengan menggantikan kontraktor lama yang cukup bermasalah. Ditambah musibah rubuhnya pelabuhan Mengkapan, maka berdampak pada buku kita di 2020 hanya menghasilkan laba Rp 280 juta lebih. Alhamdulillah perlahan, di 2022 laba bersih meningkat cukup besar,” sambungnya.
Deviden yang akan disetor kepada Pemprov Riau, kata Adel lebih dari target dengan Rp2,5 miliar lebih, Siak Rp1,3 miliar lebih dan Rohil Rp122 juta lebih dari laba bersih tahun 2021.
Lebih jauh ia mengatakan, kedepan PIR masih optimis dengan bisnis batubara, dengan target produksi tahun 2022 sebesar 1 juta ton. Selanjutnya, target menyelesaikan persoalan semua anak perusahaan yang bermasalah.
“Kami akan lakukan investigasi, kalau memang temuannya harus jalur hukum kami akan gunakan jalur hukum. Karena kalau tidak dilakukan akan menggerus keungan PT PIR. Kami mau berkaitan dengan operasional PT PIR, baik karyawan, manajemen, tak ada lagi main main,” tegasnya. Yang paling penting, kata Adel, bagaimana kerugian yang lalu jangan sampai membuat PT PIR terbebani. Maka kedepan harus ada solusi.
Dalam RUPS tersebut, juga dibahas pengunduran diri dari Sahat MP Sinurat sebagai Komisaris PT PIR, dan telah disetujui dalam RUPS. Pengunduran diri tersebut karena Sahat mendapatkan posisi sebagai Komisaris di anak perusahaan Pelindo. “Jadi tadi disetujui, dan diputuskan bahwa komisaris cukup satu,” tukasnya. **Rul