PEKANBARU, Derakpost.com- Diketahui dalam acara pelantikanya, dua Penjabat (Pj) Kepala Daerah, kemarin. Ada halnya yang aneh. Pasalnya, saat pelantikan itu langsung juga ditetapkannya Pelaksana Tugas (Plt) yang ditinggalkanya pejabat eselon II tersebut.
Yakni ketika itu usai pelantikan tersebut, Gubernur Riau Syamsuar menunjuk Joni Irwan sebagai Plt Sekretaris DPRD Riau dan M Job Kurniawan yang sebagai Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Riau.
Hal itu dilakukan karena Muflihun yang sebelumnya menjabat sebagai Sekwan dan Kamsol sebagai Kadisdik Riau telah dilantik masing-masing yaitu sebagai Pj Walikota Pekanbaru dan Bupati Kampar.
Keputusan dibuat terbilang langka atau tidak biasa terjadi karena merunut pada kejadian penunjukkan Pj kepala daerah sebelum-sebelumnya, yakni tetap bisa merangkap sebagai kepala dinas pada eselon II dan atau jabatan sebelumnya hanya di Plh-kan. Kejadian kali ini, tentu memancing kecurigaanya banyak pihak karena baik Kamsol maupun Mufilihun bukan nama diusulkannya gubernur ke Mendagri sebagai calon Pj tersebut.
Lantas, bagaimanakah halnya regulasi yang benar ? Menurut pihak akademisi dari Universitas Riau (Unri) ini, dan juga Pengamat Politik Tito Handoko, ungkap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, memberikan atribusi kepada pemerintah untuk mengangkat Pejabat Kepala Daerah (PKD) provinsi yang juga berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya, PKD kabupaten/kota berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama (Pasal 201 Ayat 10 dan 11), sampai dengan dilantiknya gubernur, bupati, dan wali kota hasil pilkada serentak 2024.
Pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) sebagai Penjabat kepala daerah, tentu saja dilatarbelakangi alasan bahwa PNS memiliki pengalaman, profesionalisme dalam kebijakan publik dan manajemen publik. Hal ini diasumsikan akan menjamin berjalannya roda pemerintahan, pelayanan publik, dan pembangunan.
Ia menjelaskan, PNS dalam status dan kedudukannya sebagai aparatur sipil negara (ASN) adalah pejabat karir (career appointee) yang lazimnya menduduki jabatan berdasarkan jenjang karier, profesionalisme, dan sistem birokrasi.
Sementara PKD karena kedudukannya sebagai kepala daerah otonom adalah pejabat politik (political appointee) yang memiliki kewenangan politik dan pemerintahan di daerah. Perbedaan status kedudukan PNS dan PKD dapat menimbulkan polemik mengenai legitimasi politik penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bagaimana legitimasi seorang PNS yang diangkat menjadi PKD, sementara di sisi lain anggota DPRD adalah pejabat politik yang dipilih secara langsung oleh masyarakat.
“Menyoal, diberhentikan atau di-Plt-kan kedua pejabat dari jabatan sebelumnya, maka otomatis penjabat tidak memenuhi syarat untuk menjadi Pj setelah evaluasi dilaksanakan,” kata Tito, Rabu (25/5/2022).
Sementara itu, Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait penunjukan Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru dan Bupati Kampar berlaku hanya satu tahun terhitung sejak pelantikan, Senin (23/5/2022) lalu.
Jabatan Pj Walikota Pekanbaru dan Bupati Kampar bisa diperpanjang atau diganti, namun semua tergantung hasil evaluasi Gubernur Riau selaku wakil pemerintah pusat di daerah.
“Konsekuensinya, maka Gubernur harus mengusulkan Pj baru atau Mendagri kembali menunjuk Pj memenuhi syarat. Tentu proses itu akan berdampak pada efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. Energi para elit itu akan habis untuk melakukan lobi-lobi ke Jakarta. Masyarakat juga pada akhirnya yang akan menjadi korban dari persoalan elit,” ucap Tito.
Tito menganalisa, jika seandainya para Pj tersebut adalah orang yang direkomendasikan Gubernur Riau, tentunya gubernur tidak akan mem-plt-kan ataupun menonjobkan dari jabatan sebelumnya. Ia mencontohkan, seperti Syahrial Abdi menjadi Pj Bupati Bengkalis, ia tetap menjadi Kepala Dinas ESDM kala itu.
“Maka dalam evaluasi setelahnya akan dilihat kecukupan syarat, Pj kabupaten itu kan harus menduduki jabatan eselon II di tingkat provinsi. Konsekuensinya jika syarat tak terpenuhi tak bisa dilanjutkan posisi Pj-nya itu. Jika sudah satu tahun sesuai aturan, maka untuk melanjutkannya tak bisa orang yang sama, karena tidak memenuhi syarat. Kecuali Mendagri bikin aturan baru lagi, itu lain cerita,” terangnya lagi.
Disinggung mengenai, apakah dengan demikian, mem-plt-kan kedua Pj tersebut memang terkesan langkah yang dicari Syamsuar untuk dua orang yang bukan pilihannya tersebut, Tito mengatakan melihat celah tersebut.
“Kan ada celah di Permendagri bahwa Mendagri bisa menunjuk di luar dari usulan gubernur, sepanjang yang bersangkutan memiliki syarat eselon dua di provinsi. Maka, kalau sudah tak memenuhi syarat, yang bersangkutan tak bisa lagi diperpanjang, karena kan SK-nya per satu tahun,” ujarnya.
Maka sambungnya, akan ada dinamika baru dalam pengisian penjabat kepala daerah, masa tahun berikutnya. Dan sudah pasti kedua penjabat disaat ini sudah dalam tanda kutip dinonjobkan dari eselon II. Kalau untuk Kamsol itu otomatis akan pensiun, karena masa umurnya sudah habis. Tetapi beda hal Muflihun masih bisalah, tapi karena tak punya jabatan, maka syaratnya ini tidak terpenuhi untuk menjadi Pj berikutnya. Kecuali gubernur kembalikan jabatan. **Rul