Menkeu Sri Mulyani Sebut Dunia Tengah Dilanda Krisis di Atas Krisis

 

JAKARTA, Derakpost.com – Dunia saat ini memasuki transisi, dari pandemi menuju endemi. Proses pemulihan ekonomi sedang terjadi, muncul konflik antara Rusia dan Ukraina, menimbulkan krisis di atas krisis.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, seluruh dunia kini tengah menghadapi krisis-krisis tersebut.

“Potensi dampaknya dapat menimbulkan krisis energi, krisis pangan, dan krisis keuangan di berbagai belahan penjuru dunia. Terminologi yang muncul sekarang adalah, muncul krisis di atas krisis. Seluruh dunia sedang mengalami cobaan yang sungguh teramat berat,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (31/5/2022) dilansir cnnindonesia.

IMF pada April lalu memproyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 terkoreksi ke level 3,6 persen, akibat konflik geopolitik yang diprediksi akan membawa dampak berkepanjangan pada aktivitas perdagangan dunia.

Selain itu, implementasi pengetatan kebijakan moneter, khususnya The Fed, yang lebih cepat juga akan mengakibatkan gejolak pasar keuangan global dan pada akhirnya mendorong peningkatan cost of fund di semua sektor.

Rentang asumsi pertumbuhan yang cukup lebar mencerminkan faktor ketidakpastian yang tinggi dari dinamika perekonomian global.

Oleh karena itu, peran kritikal APBN semakin diperkuat agar tetap responsif dan fleksibel sebagai shock absorber untuk mempertahankan daya beli masyarakat serta melanjutkan pemulihan ekonomi.

Sri Mulyani mengatakan, di saat ekonomi nasional semakin menguat dan pulih dari krisis akibat pandemi, pilihan kebijakan konsolidasi fiskal tetap harus dilakukan.

“Pada satu sisi, hal ini untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi sektor swasta untuk semakin pulih. Pada sisi lain, kebijakan konsolidasi fiskal juga akan memastikan kesehatan dan sustainabilitas APBN untuk dapat kembali menyerap tekanan jika terjadi guncangan kembali di kemudian hari,” jelas dia.

Dengan komitmen tersebut, pemerintah bersepakat untuk melakukan konsolidasi fiskal, selaras dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 yang mengamanatkan defisit APBN untuk kembali paling tinggi sebesar 3,0 persen PDB di tahun 2023.

Tak hanya itu, ikhtiar untuk terus menjaga APBN yang sehat dan berkesinambungan kita perkuat bersama dengan disahkannya dua pilar penting reformasi di bidang fiskal, yakni UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). **Rul

 

MenkeuMulyaniSri
Comments (0)
Add Comment