DERAKPOST.COM – Hingga sekarang ini, masalah perkebunan kelapa sawit yang ada dalam kawasan hutan terus bergulir dan berpolemik. Untuk kasus ini, bahkan malah kelompok organisasi masyarakat yang selalu mengklaim sebagai bagian dari kepentingan petani kelapa sawit.
Ternyata, pihak Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DPD Tingkat I Riau, Larshen Yunus, justru mengendus adanya aroma yang tidak sedap terkait eksistensi dari hal beberapa organisasi yang dimaksud. “Coba perhatikan, serta simak baik-baik. Telusuri, siapa saja itu yang menggerakkan organisasi katanya peduli kepentingan petani,” ujar Larshen Yunus kepada wartawan.
Dalam keterangan tertulisnya. Larshen mengatakan, pada dasarnya mereka itu mengklaim sebagai petani kecil, dengan membungkus dirinya seakan untuk bisa dikasihani. Padahal, ternyata mayoritas dari mereka itu diketahui, yakni sebagai pengusaha besar, bahkan cukong yang selalu bisa menghindari sorotan hukum maupun pajak.
Lebih lanjut Larshen Yunus ungkapkan, selama ini masyarakat juga terperdaya dengan isu nasionalisasi aset negara. Maka, naik turunnya harga CPO hingga persoalan peruntukan atas turunan hasil dari buah kelapa sawit tersebut, tetapi disatu sisi ada berbagai kepentingan oligarki yang justru akan menenggelamkan nasib petani kecil itu sendiri.
“Kami contohkan saja yang di Riau ini, sebagai daerah dengan Perkebunan Kelapa Sawit terluas di Indonesia bahkan di dunia, lantas, kenapa ketimpangan ekonomi masih tetap dirasakan? itu kebun milik rakyat tempatan atau justru dominan dikuasai perusahaan dan atau pengusaha dari luar Riau?, bayangkan saja, ratusan hingga ribuan Izin Hak Guna Usaha (HGU) di Kuasai oleh pihak lain, yang notabene banyak dari “Cukong Berdasi,” ungkapnya.
Kesempatan itu Larshen mencontohkan yang dilakukan PT Merauke. Merupakan itu, salah satu perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit berlokasi di Desa Serosa, Kecamatan Hulu Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Modusnya masih sama dengan yang lain, yakni itu membungkus dengan istilah Kelompok Tani ataupun Koperasi yang bernama Koperasi Guna Karya Sejahtera (KGKS).
“Informasi yang kami himpun, bahwa persoalan dari sisi perizinan dan administrasi hukum saja, Koperasi seperti itu kerap bermasalah, disinyalir Koperasi Guna Karya Sejahtera itu masih berstatus belum memiliki Sertifikat. Koperasi yang terdaftar pada tanggal 26 November 2019 dengan Nomor Badan Hukum: AHU-0000660.AH.01.26.TAHUN 2019,” tutur Larshen.
Bahkan dari catatanya data terhimpun, Koperasi tersebut juga sama sekali tidak melaporkan berita acara Rapat Anggota Tahunan (RAT) serta tidak melengkapi data sesuai Formulir Nomor Induk Koperasi, bahkan tidak pernah melaporkan kepada instansi dan otoritas terkait.
Praktik sulap menyulap kawasan hutan menjadi kebun kelapa sawit sudah tidak rahasia umum lagi di Riau ini. Perusahaan yang bernama PT Merauke itu adalah salah satu contoh kecil, betapa dahsyatnya perbuatan melawan hukum pada sektor Lingkungan Hidup, Kehutanan dan perkebunan di negeri ini,” ungkap Larshen Yunus, yang juga menjabat Wasekjen KNPI Pusat
Lantas, tutur alumni Sekolah Vokasi Mediator Hukum, dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu juga mencontohkan, bahwa keanehan terlihat pada pola pengelolaan koperasi di PT Merauke, yang mana secara prosedural terlihat tidak semestinya.
Koperasi Guna Karya itu justru faktanya bergerak seperti layaknya sebuah perusahaan, di sisi internal polanya seperti manajemen sebuah perusahaan, yaitu ada istilah Manager, Kepala Tata Usaha (KTU), Humas dan Mandor, tapi dari sisi eksternal membungkus dirinya dengan tampilan sebuah Koperasi kecil milik rakyat.
Sebab itu rencananya DPD KNPI Provinsi Riau akan kembali melaporkan temuan itu kepihak dan instansi terkait. “Ayo pemuda Riau, bersatulah! mari bersama-sama, bergotong royong membangun bangsa. #revolusimental kalau bukan kita, siapa lagi? kalau bukan sekarang, kapan lagi?” kata Larshen Yunus, dihadapan Tim Advokasi Hukum KNPI Provinsi Riau. **Rul