DERAKPOST.COM – Permasalahan daerah Rempang tak kunjung habis-habisnya. Hal itu sebagaimana informasi didapat media di daerah itu. Yakni berupa rekaman video dan suara dari warga setempat. Intinya itu ada kekerasan oknum yang diduga dari PT Makmur Elok Graha (PT MEG).
Informasi diberikan tersebut mengatakan bahwa ada warga Rempang mengendarai sepeda motor, kemudian distop, motornya diperiksa dan kemudian itu ditendang oleh oknum yang diduga dari PT MEG. Diketahui PT MEG yang disebut atau ditunjuk menjadi pengembang kawasanya Rempang, dengan total investasi mencapai Rp381 triliun.
Terkait hal informasi tersebut, mendapat responnya Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) Nukila Evanty. Diketahui juga bahwa Nukila sekaligus jurubicara atau mewakili Persatuan Orang Melayu (POM) Batam. Ia dengan tegas mengecam tindakan oknum PT MEG tersebut yang menganiaya warga di daerah Rempang.
“Perusahaan atau pihak pebisnis menurut Undang Undang, yaitu setiap bentuk usaha yang menjalankan jenis usaha, tetap pakai sifatnya dan keuntungannya mencari laba atau keuntungan, namun harus mematuhi pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Bisnis dan HAM atau Principles on Business and Human Rights,” katanya.
Bahkan sambungnya, saat ini Pemerintah Indonesia sudah meluncurkan Peraturan Presiden (Perpres) No 60 Tahun 2023, tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM) tertanggal 26 September 2023. Jadi Stranas BHAM fungsinya juga sebagai pedoman bagi pelaku usaha yang termasuk perusahaan untuk serta dalam penghormatan HAM pada sektor bisnis.
“Mereka itu harus punya tanggung jawab, tidak boleh lepas dari responsibility. Yakni untuk hal menghormati HAM. Jadi dalam hal ini Prinsip-Prinsip Panduan PBB berisi tiga (3) bab, atau pilar: melindungi, menghormati, dan memulihkan. Jadi perusahaan sebagai pelaku usaha itu, mau mulai beroperasi, sedang menjalankan bisnis ataupun bisnis nya telah tuntas, mereka harusnya tau kondisi Rempang diawal, misalnya ternyata sudah ada penolakan, tidak ada konsultasi yang efisien dilakukan,” katanya.
Maka sebenarnya ungkap Nukila, pelaku bisnis itu harus aware dan berkonsultasi ke pemerintah tentang riak-riak konflik di Rempang dan mengambil langkah-langka apakah bisnis mereka rasional didirikan ditengah penolakan masyarakat Rempang, atau apakah bisnisnya aman dan nyaman dilaksanakan, lalu pemerintah juga harus berinisiatif mencegah terjadi pelanggaran HAM dalam operasional perusahaan atau pelaku usaha.
“Saya juga menerima video kejadian dari POM tentang dugaan kekerasan dilakukan oknum perusahaan hari ini. Saya pikir, jika benar terbukti, maka perusahaan ini sudah melanggar etika dan hukum. Bahkan serta
mempermalukan pemerintah, Kementrian Hukum dan HAM sebagai inisiator stranas HAM, belum lagi memalukan Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) merupa terdepan dalam membela kepentingan masyarakat Indonesia dan negara,” katanya.
Nukila menjelaskan, persoalan Rempang ini ke dunia internasional, dan bukan kali ini saja yang diduga perusahaan tersebut melakukan kekerasan. Ada juga laporan dari teman di POM, bahwasa ada penjual makanan, lewat dikampung sendiri, tapi dengan tiba-tiba ada dugaan oknum dari perusahaan, mehentikan dan memeriksa secara detil penjual tersebut.
“Cara-cara seperti ini tak elok, kalaupun bukan oknum atau karyawan perusahaan, masak iya ada preman di gaji itu menakuti warga Rempang ? Lagipula, dari awal mula kasus Rempang mencuat, maka itu betapa hebatnya komposisi tim pemerintah, mau pakai cara coercive atau kekerasan, atau mau pakai cara bujuk rayu serta lainnya. Tapi rakyat Rempang ini tak bergeming. Mereka tetap menolak Project Eco City,” katanya.
Dikatakan dia, mau itu pemerintah buat Perpres 78/2023 tentang dampak sosial atau kompensasi untuk relokasi dan pada rumah. Kalau masyarakat Rempang telah menolak, jangan coba-coba diberi hadiah. Semuanya rugi! Sudah banyak itu ruginya negara. Kesempatan itu Nukila tegaskan,
dalam bisnis itu yang terpenting etikanya, dengan etika yang baik, maka bisnis akan berjalan mulus. (Suk)