Penjelasan Gulat Manurung yang Dituding Punya Lahan Sawit Seluas 140 Hektare Tak Berizin

 

PEKANBARU, DERAKPOST.COM- Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Dr Gulat Medali Emas Manurung angkat bicara terkait rilis dari Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, yang menyudutkan dirinya.

Kepada wartawan, Gulat mengatakan, dengan lahirnya undang – undang Cipta Kerja, semuanya sudah bersolusi. Sebagai negara yang berdasarkan hukum, harus dilihat patokannya, yakni UU Cipta Kerja.

“Undang – Undang Cipta Kerja itu kan sudah mengakomodir sawit dalam kawasan hutan dan diberi waktu sampai tiga tahun ke depan. Mulai Februari 2021 sampai Februari 2024,” kata Gulat, Kamis (17/2/22).

Selanjutnya, Gulat mengatakan, seharusnya bersyukur dengan adanya organisasi Apkasindo, membantu pemerintah mempercepat program penyelesaian sawit dalam kawasan hutan.

“Yang pada intinya adalah ultimum remedium,” kata Gulat.

Ultimum remedium dalam hukum pidana memiliki pengertian bahwa apabila suatu perkara dapat ditempuh melalui jalur lain seperti hukum perdata ataupun hukum administrasi hendaklah jalur tersebut ditempuh sebelum mengoperasionalkan hukum pidana.

Selanjutnya, Gulat mengatakan, surat yang disebarkan oleh CERI tersebut merupakan surat di tahun 2019, sebelum Undang-Undang Cipta Kerja disahkan.

“Coba dilihat dari surat DLKH itu, kan ada tiga poin. Nah, poin ketiga itu kan disebut bahwa lahan tersebut diselesaikan berdasarkan regulasi yang berlaku. Yang berlaku sekarang Undang-Undang Cipta Kerja,” kata Gulat.

“Makanya kita Apkasindo mengimbau kepada pertani sawit dalam kawasan hutan, untuk mengikuti prosedur, tara cara penyelesaian sawit dalam kawasan hutan, clear lah,” kata Gulat lagi dilansir cakaplah.

Ada empat tipologi dalam tentang penyelesaian sawit dalam kawasan hutan tersebut. Yang pertama adalah, petani yang luasnya kecil dari 5 hektar, tinggal dalam lokasi tersebut, akan langsung dilepaskan dari kawasan hutan.

Tipologi kedua, petani yang tidak memiliki izin atau STDB, yang luasnya 25 hektar ke bawah, akan didenda dan diberikan satu daur.

“Tipologi ketiga adalah, apabila petani sudah tinggal disitu berturut – turut selama 20 tahun, akan langsung dikeluarkan dalam kawasan hutan. Ini biasanya untuk tanah ulayat, perkampungan dan semacamnya. Dan tipologi keempat, petani tersebut apabila sudah pernah terbut sertifikatnya, maka dia akan diselesaikan. Saya kan bicara undang – undang, dia bicara 2019, ya gak nyambung,” tukasnya. **Rul

GulatlahanSawit
Comments (0)
Add Comment