DERAKPOST.COM – Adanya dugaan dari PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) ini yang melakukan pelanggaran terhadap tiga Undang-undang (UU) Kehutanan dalam hal kasus pengolahannya lahan di luar konsesi seluas 1.568 Hektare di Desa Rantau Kasih Kecamatan Kampar Kiri Hilir, bahkan serta pembangunan kebun kelapa sawit seluas 1.290 Hektare didalam konsesi HP-HTI PT RAPP membuat DPRD Riau murka.
Seperti halnya disampaikan dengan tegas oleh Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri SH MSi meminta agar izin operasional PT RAPP dicabut. “Bahwa PT RAPP ini diduga sudah mengangkangi tiga undang-undang Kehutanan dalam hal operasional mereka di Desa Rantau Kasih dan Gunung Sahilan Kampar, didalam mengelola hutan seluas 2.858 Ha. Perbuatan melawan hukum itu, terkesanya disengaja itu sudah tidak bisa ditolerir,” katanya.
Anggota DPRD Riau dari Fraksi Gerindra di Dapil Kampar ini mengatakan, Kemenhut harus segera mungkin itu menghentikan operasional PT RAPP dan mencabut izin operasionalnya. Karena dalam perkara ini telah melanggar aturan. Diketahui ketiga undang-undang dilanggar oleh PT RAPP adalah UU Nomor 18 tahun 2012 tentang pencegahan pemberantasan kerusakanya hutan, UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dikatakan dia, sebagai perusahaan besar yang mengerti betul hal tentang peraturan perundang-undangan, maka ulah PT RAPP menanam sawit di areal konsesi HTI serta membabat kayu di luar konsesi HTI sudah tidak masuk akal. “PT RAPP itu, pasti tahu akanya aturan kehutanan tentang larangan menanam sawit di areal HTI serta maupun menebang kayu di luar konsesi HTI. Tapi ini tetap melakukan kegiatan tersebut.
Tindakan ini kata Edi Basri, merupakan hal pelecehan serta pembangkangan terhadap undang-undang tentang kehutanan. Dalam hal ini juga melarang tiap orang melakukan kegiatannya perkebunan tanpa izin menteri didalam kawasan hutan. Ia juga menyebut, UU Nomor 41 tahun 1999 khususnya pasal 50 ayat (3) huruf e, itu mengatakan bahwa setiap orang dilarang ini menebang pohon di dalam hutan tanpa meiliki izin atau hak yang sah.
Sedangkan UU Cipta Kerja mengatur sanksi pelanggaran kegiatan usaha di dalam kawasan hutan termasuk kebun kelapa sawit yang tidak memiliki izin kehutanan. “Tindakan PT RAPP melakukan penanaman sawit di areal konsesi HTI dan menebang kayu hutan di luar konsesi merupakan kesalahan fatal yang disengaja dan tidak dapat ditolerir,” katanya, dikutip dari klikbuser.com.
Argumentasi yang diberikan PT RAPP bahwa penanaman sawit di atas areal HTI itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar wilayah operasionalnya juga tidak logis dan terkesan mengada-ada. Karena setiap kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak boleh bertentangan dengan UU dan aturan yang berlaku.
“PT RAPP selalu bersikap ambigu dalam menerapkan kebijakan perusahaan. Untuk kasus pelanggaran aturan kehutanan yang mereka lakukan, PT RAPP selalu berkata bahwa perusahaan selalu bekerja sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Tapi untuk tindakan melawan hukum PT RAPP selalu berdalih untuk kepentingan masyarakat. PT RAPP harus konsisten dengan kebijakan perusahaan yang taat hukum dalam menjalankan bisnisnya. Dan jangan bersikap ambigu dan hipokrit,’’ tegas Edi Basri.
Sedangkan pembabatan hutan di luar konsesi HTI merupakan upaya PT RAPP untuk mendapatkan kayu alam secara gratis dan menghilangkan pembayaran pajak dan PSDH/DR kepada negara. Kemudian untuk menghilangkan jejak pelanggaran, PT RAPP menanam hutan yang telah dibabat dengan akasia. “Lahan itu kemudian diserahkan kepada masyarakat melalui lembaga pengelola hutan desa (LPHD) dengan alasan keterlanjuran tanam,” katanya.
Sebagai perusahan besar dengan luas konsesi HP-HTI mencapai 338.526 Ha, PT RAPP harus taat hukum dan peraturan perundangan tentang kehutanan. Bukannya melakukan perbuatan sengaja melanggar aturan kehutanan yang berlaku .
“PT RAPP sudah menguasai konsesi HP-HTI seluas 338.526 Ha. Seharusnya mereka taat hukum dalam operasional perusahaan mereka demi menjaga kelestarian hutan dan lingkungan. Bukannya bertindak semena-mena dengan mengangkangi tiga undang-undang tentang kehutanan sekaligus,” ujarnya.
Melihat bobot pelanggaran yang dilakukan oleh PT RAPP dalam operasionalnya, maka Kemenhut RI harus menghentikan operasional PT RAPP untuk sementara waktu untuk menimbulkan efek jera dan mentaati peraturan tentang kehutanan dalam menjalan operasionalnya. Jika sudah taat aturan maka izin operasional diaktifkan kembali. Akan tetapi kalau tetap membangkang maka dicabut saja izin operasionalnya sekalian,” tegas Edi Basri.
Terkait ini, Humas PT RAPP Disra Aldrick yang dimintai konfirmasinya tentang kasus pelanggaran Undang-undang Kehutanan yang dilakukan perusahaan dalam penanaman sawit di areal HTI di Gunung Sahilan via WhatsApp tidak memberikan tanggapan. Padahal Aldrick sudah beberapa kali ditelpon dan dikirim pesan. (Dairul)