PP yang Mengatur IUP untuk Ormas, Ini Akan Digugat CERI ke Mahkamah Agung 

DERAKPOST.COM – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) bersama Koalisi Penjaga Sumber Daya Alam akan menggugat peraturan pemerintah (PP) yang mengatur ormas bisa mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP).

PP yang dimaksud adalah PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Menurut Sekretaris Eksekutif CERI Hengki Seprihadi, untuk melakukan gugatan tersebut, CERI akan memberikan kuasa ke pengacara kondang Dr Augustinus Hutajulu SH, Mkn.

“Sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, PP tidak boleh bertentangan dengan UU di atasnya,” ungkap Hengki di Pekanbaru, seperti rilis diterima.

Dikatakan Hengki, CERI menilai PP Nomor 25 Tahun 2024 tersebut bertentangan dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara.

Di bagian lain, eks Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, Dr. Simon F Sembiring, mengatakan PP yang mengatur ormas bisa mendapatkan IUP melalui perusahaannya, tidak perlu ada.

Sebab, menurut Simon, UU Nomor 3 Tahun 2020 sudah menyebutkan bahwa IUP bisa diberikan kepada perorangan, koperasi atau badan usaha berbadan hukum.

“Jadi UU itu sendiri sudah memberikan kemungkinan berusaha bagi setiap perusahaan yang berbadan hukum. Jadi kalau Ormas punya perusahaan berbadan hukum, otomatis berhak mengajukan IUP,” katanya.

Oleh sebab itu, menurutnya, PP ini hanya tipu menipu penguasa pada pihak ormas. Barangkali seolah-olah memberi imbal jasa atas dukungan politik yang berkuasa.

Lebih lanjut, Simon mengungkapkan
tentang membuka peluang bagi PT Freeport Indonesia (PTFI) dan lainnya untuk diperpanjang sampai dengan habis cadangannya, ini juga menyalahi UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020.

“Harusnya UU yang diubah, bukan PP. Cadangan tidak pernah tahu keseluruhan pada masa 8 tahun eksplorasi pertama. Jadi masa produksi 30 tahun sudah cukup alasan, tidak ada keharusan memperpanjang!” ujarnya.

Dkatakan, kalau eksplorasi pada saat masa produksi, itu menjadi investasi yang dapat dokonsolidasi jadi cost/biaya sehingga bisa mengurangi profit yang berakibat mengurangi pajak alias mengurangi penerimaan negara.

“Berhasil atau tidaknya investasi ini tidak ada risiko, seperti awal masa eksplorasi sebelum masa produksi, kalau tidak menemukan cadangan semua investasi jadi risiko perusahaan, ” ungkapnya.

Oleh karena itu, lanjut Simon, sejak Perpu Nomor 37 Tahun 1960, UU Nomor 11 Tahun 1967, UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020. Masa produksi itu bermakna yang sangat mendasar sebagai pengejawantahan Pasal 33 UUD’45 yang memberikan masa operasi produksi sangat rasional

“Kalau sekarang penekanannya bukan lagi kedaulatan negara atau rakyat, tapi sudah kedaulatan pemodal atau investor. PTFI mulai memasuki masa produksi tahun 1973. Kalau diperpanjang sampai dengan tahun 2061, maka masa produksinya akan 87 tahun! Kita kembali ke VOC dan kemerdekaan itu semu dan menunjukkan bahwa bangsa kita sendiri yang menjajah Indonesia ini,” kata Simon.  (Rul)

AgungceriMahkamahPP
Comments (0)
Add Comment