DERAKPOST.COM – Pemerintahan yang baik harus peka dan jeli mendengarkan aspirasi masyarakat, karena tak sedikit masyarakat hidup jauh dari sejahtera di dalam keterisoliran dan tertinggal akibat tidak tersentuh oleh pembangunan. Dan mengapa pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah memberi manfaat yang besar bagi kesejahteraan masyarakat.
Namun, dalam mengeksekusi aspirasi masyarakat tersebut Pemerintah harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan, sehingga pembangunan yang direalisasikan oleh pemerintah tersebut tidak menimbulkan masalah dikemudian hari, jauh dari kata korupsi dan berwawasan lingkungan agar manfaatnya dapat dirasakan oleh generasi selanjutnya.
Hal tersebut disampaikan Kepala Suku Yayasan Lingkungan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI), Mattheus Simamora menanggapi umpan balik pemberitaan yang ditujukan beberapa media kepada Bupati Pelalawan, Zukri terkait laporan dugaan tindak pidana lingkungan, korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pada kegiatan Normalisasi sungai Kerumutan di Kabupaten Pelalawan, Riau beberapa waktu lalu.
Dimana saat itu Bupati Pelalawan memberikan klarifikasinya kepada media dan menyampaikan bawa kegiatan yang menggunakan dana CSR tujuh perusahaan tersebut adalah atas permintaan masyarakat agar sungai mereka dibersihkan karena sudah belasan tahun permukaan sungai Kerumutan itu ditutupi rumput sehingga nelayan tidak bisa menangkap ikan.
Selanjutnya Zukri mengatakan “ketika saya jadi Bupati, saya minta ke perusahaan agar menggunakan CSR mereka untuk membersihkan sungai itu. “Apakah uangnya harus masuk ke Pemda dulu baru sungainya di bersihkan? nggak mesti lah. Pola seperti ini juga sudah banyak di mana-mana. Misalkan, masyarakat minta tolong ke pemerintah, dan pemerintah minta tolong ke perusahaan yang ada, untuk bantu orang miskin, masa duitnya harus masuk ke kas daerah dulu, repot lah,” kata Zukri seperti dirilis beberapa media.
Menanggapi hal itu, Mattheus yang akrab dipanggil bang Mora itu menganggap komentar Bupati asal Partai PDI-Perjuangan itu adalah bentuk ‘keputusasaan’ karena kedoknya dalam menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) beberapa perusahaan tanpa payung hukum untuk kegiatan Normalisasi sungai Kerumutan itu sudah dibongkar oleh ARIMBI.
“Semua ini kan karena ketahuan maka kemudian diframinglah seolah-olah ini demi masyarakat. Kalau memang itu demi memenuhi permintaan masyarakat kenapa tidak dilakukan dengan cara-cara yang legal. Nah, faktanya sekarang setelah kita laporkan toh kegiatan itu berhenti. Kalau memang itu legal kenapa tidak dilanjutkan ?” ulas Mattheus kepada media ini, Senin (7/8/2023) di Markas Rembuk ARIMBI Pekanbaru.
Mattheus menyebut, ada aturan dan peraturan perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh pemerintah dalam merealisasikan program pembangunan. Tidak bisa dilakukan dengan semaunya seolah-olah dalam kewenangannya Bupati boleh melakukan apa saja sesukanya.
“Sebagai seorang kepala daerah, Bupati adalah cermin dan contoh bagi masyarakat agar patuh dan tunduk kepada peraturan perundang-undangan. Lagi pula sebagai salah satu kontrol sosial, ARIMBI telah terlebih dahulu mengumpulkan bukti-bukti seperti dua surat yang dikeluarkan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau yang menyatakan kegiatan tersebut berada pada kawasan Suaka Margasatwa Kerumutan dan dilakukan tanpa izin,” beber Mattheus.
Selanjutnya, terkait dugaan tindak pidana korupsi dan penyalah gunaan wewenang dalam jabatan, ARIMBI memiliki bukti surat berlogo pemkap Pelalawan yang isinya adalah permintaan sejumlah uang kepada salah satu perusahaan. Surat tersebut dikeluarkan dan ditandatangani oleh Bupati Pelalawan.
“Jadi dalam hal ini ARIMBI tidak asal tuding dan melapor ke penegak hukum. Bukti Surat ada, Bukti kegiatan di lokasi ada, Peraturan perundang-undangan yang dilanggar ada, lalu tidak relevannya dimana ? Terkait masalah ini, mari kita bicara aturan bukan framing, “demi masyarakat nelayan”. Masyarakat sudah pintar dan itu sudah bukan zamannya,” pungkas Mattheus. **Rul