Terkait Dugaan Korupsi di Bapenda Pekanbaru, KPK Tindaklanjuti Laporan AMPR

 

DERAKPOST.COM – Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Provinsi Riau (AMPR) telah membuat laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pekanbaru ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri juga membenarkan, bahwa KPK telah menerima laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Bapenda Pekanbaru. “Setelah kami cek, benar ada laporan yang dimaksud (dugaan tindak pidana korupsi di Bapenda Pekanbaru),” kata Ali, Kamis (1/8/2022).

Ali menjelaskan, mengenai pelapor dan materi laporan tidak bisa ia sampaikan. Tentu tidak akan sampaikan mengenai pelapor dan materi laporannya. Kata Ali, KPK juga akan memverifikasi terlebih dahulu setiap laporan yang diterima apakah layak untuk ditindaklanjutinya atau tidak.

Dalam aksinya, AMPR membawa 4 dokumen kasus yakni dugaan rekayasa laporan piutang di Bapenda Pekanbaru agar pemerintah Kota Pekanbaru mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan penggunaan APBD Pekanbaru 2020.

Bahkan, AMPR juga menyertakan barang bukti berupa rekaman suara percakapan para pejabat Bapenda Pekanbaru yang diduga berupaya melakukan rekayasa laporan piutang. Percakapan tersebut direkam Abdul Hafizh, eks honorer Bapenda.

Aksi merekam itu rupanya membuat Kepala Bapenda Zulhelmi Arifin murka dan melaporkan Abdul Hafizh ke Polda Riau dengan tuduhan pelanggaran UU ITE.

Jika benar kasus itu, tentu sangat bertentangan dengan peringatan KPK yang mewanti-wanti daerah untuk tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan prediket opini WTP (wajar tanpa pengecualian).

“Kami menepati janji itu kami sudah melaporkan terkait kecurangan Kota Pekanbaru mendapatkan WTP,” ungkap Asmin Mahdi, Ketua AMPR Provinsi Riau.

Dokumen yang diserahkan kata Asmin berupa copyan tertulis dan satu file flashdisk berisikan rekaman dugaan lagi merakayasa laporan piutang ke BPK .

“Direkaman sangat jelas salah satu pegawai sudah antisipasi jika Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) memeriksa mereka. Ini kejahatan yang sangat luar biasa dan terencana,”paparnya.

Tak hanya soal rekayasa piutang demi raihan WTP, para mahasiswa ini juga melaporkan dugaan adanya pemanfaatan nilai PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) kepada perusahaan di lingkungan Pekanbaru yang awalnya dimarkup oleh Bapenda kemudian Bapenda bermusyawarah dengan Perusahaan untuk mencari jalan tengah.

“Ini sudah kita lampirkan juga beberapa objek pajak yang kami duga ada permainan. Kami siap untuk menghadirkan saksi kunci tim penilai pajak Bapenda Kota Pekanbaru jika KPK serius untuk membuka permainan ini,” tegasnya.

Berikutnya, AMPR juga melaporkan adanya dugaan pemaksaan pemotongan insentif Upah Pungut Pegawai. Dimana yang membangkang diancam akan dipindahtugaskan dari OPD Bapenda Kota Pekanbaru.

“Dalam laporan ini, kami juga siap menghadirkan pegawai yang dizolimi oleh kebijakan sewenang-wenang ini,” cetusnya.

Terakhir adanya dugaan korupsi pemotongan secara sepihak oleh Bapenda Kota Pekanbaru atas adanya bantuan dana hibah senilai Rp 8,5 miliar yang dibagikan kepada objek pajak yang taat pajak.

Dimana besaran yang diterima objek pajak tersebut seharusnya sama dengan besaran nominal yang objek bebankan sebagai kewajiban pajak.

“Kami sudah lakukan uji petik salah satu objek pajak seperti VH seharusnya mendapatkan bantuan dana hibah Rp190 juta tetapi dipotong hanya mendapat kan Rp2 juta,” paparnya lagi.

Kata Asmin, banyak penerima dana hibah ini menerima dana dalam kondisi yang sudah disunat. “Jika melawan, maka beban pajak objeknya akan dinaikan dan diapraisalkan secara profesional. Ketakutan objek pajak mau gak mau harus menerima segitu begitulah modus operandi di Bapenda Kota Pekanbaru selama ini. Kami menduga penerima bantuan hibah ini banyak yang fiktif,” ucapnya.

Sebelumnya, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Riau (AMPR) melaporkan kasus dugaan korupsi yang terjadi di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru ke Kejaksaan Tinggi Riau pada Selasa (19/4/2022).

Setelah melaporkan kasus tersebut mereka sempat membentangkan spanduk di depan Kantor Kejati Riau beserta foto dan nama pejabat yang mereka tuding melakukan dugaan korupsi di lingkungan Bapenda Pekanbaru. Seperti Kepala Bapenda Pekanbaru Zulhelmi Arifin, Tengku Azwendi Wakil Ketua DPRD Pekanbaru, Firman Hadi Kepala Perencanaan dan Pengembangan PAD, Adrizal Sekretaris Bapenda dan Tengku Denny sebagai Juru Pungut Retribusi Pajak PBB.

Asmin Mahdi dkk ketika itu meminta Kejati untuk mengusut tuntas dugaan korupsi di Bapenda Pekanbaru dikarenakan dari tahun ke tahun capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pekanbaru selalu menurun.

“Kami menduga ada permainan pajak PBB di beberapa tempat. Dan telah kami lakukan kajian ada 3 lokasi yang awal pajak PBB sudah ditetapkan nilai besarannya tetapi tahun berikutnya dikurangi secara drastis oleh Bapenda,” ucap Asmin.

Seperti salah satu objek pajak yang sebelumnya ketetapan PBB-P2 hanya Rp700 juta namun setelah dilakukan appraisal pada tahun 2019 menjadi Rp23 Miliar dan sudah ditetapkan pada tahun 2019. Padahal pajak di objek pajak Ini mencapai sebesar Rp9 miliar akan tetapi tanpa ada persyaratan ataupun pengajuan pengurangan pajak, objek pajak hanya membayar sebesar Rp4 miliar saja.

Berdasarkan aturan yang dikeluarkan Walikota Pekanbaru terkait beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan, maka terbit Perwako tentang Pemungutan Pajak Bumi Bangunan, besaran pajak yang harus disetor berlaku untuk 5 tahun kebelakang setelah adanya penilaian atau appraisal,” jelasnya.

Seharusnya objek pajak yang dimaksud bisa dikenakan 5 x Rp23 miliar sesuai dengan total aset yang dimiliki perusahaan setelah adanya appraisal, maka atas kurangnya penyetoran pajak tersebut, PAD Kota Pekanbaru diduga mengalami penurunan mencapai sebesar Rp100 Miliar.

Hal yang sama juga terjadi pada objek pajak lainnya yakni salah satu rumah sakit, dimana ketetapan pajaknya mencapai angka Rp500 juta dan sudah ditetapkan bahwasanya besaran pajak yang harus disetor ialah senilai Rp500 juta pada tahun 2019.

Pada tahun 2022 besaran pajak di perusahaan ini mengalami penurunan menjadi Rp300 juta tanpa adanya ketentuan dan persyaratan yang jelas oleh Kepala Bapenda Kota Pekanbaru. Akan tetapi sebenarnya total aset yang dimiliki oleh objek pajak senilai Rp8 miliar, akan tetapi kepemilikan aset tersebut masih atas nama perorangan bukannya perusahaan.

“Pemberian pengurangan pajak hanya boleh dalam bentuk stimulus bukannya pengurangan langsung, nilai pajak dan dalam kajian dan alasan yang jelas harus dipertanggungjawabkan karena mempengaruhi keuangan daerah,” ungkapnya.

Lanjutnya, dari kajian yang dilakukan, maka mereka menduga perbuatan tercela tersebut dilakoni oleh beberapa oknum pejabat daerah Kota Pekanbaru.

“Untuk memuluskan keputusan Kepala Bapenda Kota Pekanbaru bekerja sama dengan Aswendi Fajri sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Adrizal sebagai Sekretaris Bapenda Kota Pekanbaru, Firman Hadi sebagai Kepala Perencanaan dan Pengembangan PAD,” tukasnya.

“Kami meminta Kejari Riau segera mengusut tuntas laporan kami secepatnya. Kami sudah mempunyai bukti konkret, jika Kejati meminta saksi kunci terkait kasus ini, maka kami siap hadirkan saksi tersebut,” pungkasnya.**

bapendaKPKPekanbaru
Comments (0)
Add Comment