DERAKPOST.COM – Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih ada berada di Kota Pekanbaru, untuk lakukan halnya pendalaman kasus dugaan korupsi dari pembangunan Fly Over Jalan Tuanku Tambusai – Jalan Soekarno Hatta atau itu dikenal Simpang SKA.
Hal itu dikatakan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto. Ia memastikan KPK, belum meninggalkan Kota Pekanbaru. “Masih kegiatan di Pekanbaru,” kata Tessa, Kamis (23/1/2025).
Menurut Tessa tim penyidik masih memerlukan bukti-bukti dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat. “Masih (melakukan penggeledahan),” kata Tessa.
Untuk membuat terang dugaan korupsi proyek flyover ini, tim KPK telah melakukan penggeledahan di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Kawasan Perumahan dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Riau pada Senin (20/1/2025).
Dari tempat itu, penyidik mengangkut empat koper berisikan dokumen. Selain dokumen, penyidik juga menyita barang elektronik berupa handphone yang diduga milik pejabat di Dinas PUPR-PPKP Riau.
Penggeledahan dilanjutkan pada Rabu (22/1/2025). Kali ini, tim KPK menyasar Kantor Badan Pengerjaan Barang dan Jasa (PBJ) Setdaprov Riau yang berada di lantai 6 Gedung Lancang Kuning, Kantor Gubernur Riau.
Di sana, tim KPK membawa tiga koper berisi dokumen yang terdiri dari dua koper besar dan satu koper kecil, serta satu kardus air mineral.
Namun Tessa belum mau mengungkapkan sasaran penggeledahan lanjutan oleh tim KPK di Pekanbaru. “Nanti kalau sudah selesai disampaikan,” kata Tessa.
Untuk informasi, KPK telah mengumumkan tiga tersangka di kasus dugaan korupsi flyover SKA. Satu tersangka merupakan Penyelenggara Negara dan empat tersangka lain dari swasta.
Tersangka adalah YN selaku Kepala Bidang (Kabid) Pembangunan dan Jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau. YN selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Tersangka GR selaku konsultan perencana. Kemudian tersangka NR selaku Kepala PT YK Pekanbaru, ES selaku Direktur PT SC dan TC selaku Direktur PT SHJ
Proyek Flyover SKA dikerjakan di Dinas PUPR Riau pada tahun anggaran 2018 dengan nilai kontrak berdasarkan Hasil Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp159.384.251.000.
Penyusunan HPS itu tanpa perhitungan detail, dukungan data ukur, dan perubahan gambar desain, padahal terjadi perubahan nilai kontrak pada proyek tersebut.
Saat pelaksanaannya, proyek yang menjadi ikon Kota Pekanbaru ini tidak sesuai dengan detail engineering design (DED) yang sudah dibuat dari awal, sehingga timbul kerugian negara sekitar Rp 60,8 miliar.
Para pihak juga memalsukan data dan tanda tangan dalam dokumen kontraknya. Selain itu, terdapat pekerjaan yang disubkontrakkan tanpa persetujuan awal oleh PPK, dengan nilai kontrak yang jauh lebih mahal daripada hasil analisis harga satuan. (Rezha)