DERAKPOST.COM – Tim Gabungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menertibkan 36 pondok perambah hutan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Dusun Take Jaya Desa Air Hitam, Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Petugas juga memutus akses jembatan digunakan memasuki hutan.
Tindakan itu dilakukan tim gabungan dalam Operasi Gabungan Penertiban Perambahan dan Pemulihan Keamanan Kawasan TNTN pada tanggal 15 hingga 19 November 2023. Tim terdiri dari petugas Gakkum LHK, Polri, TNI, pemerintah daerah serta masyarakat peduli lingkungan.
Dari operasi itu, tim gabungan menemukan dari 8.000 hektare luas hutan primer kawasan TNTN yang tersisa saat ini, sekitar 600 hektare sudah dirambah oleh oknum tak bertanggungjawab. Lahan itu disulap menjadi kebun sawit dengan usia tanam sekitar 1 tahun.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, aktivitas perambahan di kawasan TNTN dilakukan dengan modus diawali jual beli lahan oleh salah satu oknum warga Dusun Take Jaya, Desa Air Hitam kepada masyarakat pendatang yang ingin membuat kebun sawit. Dominan warga itu berasal dari Kabupaten Indragiri Hulu dan luar Provinsi Riau.
“Ada sekitar 80 orang yang yang telah membeli lahan kawasan TNTN tersebut. Setelah mereka membeli lahan, selanjutkan mereka melakukan penebang pohon, kemudian lahan yang telah dilandclearing tersebut ditanam sawit dan dibangun pondok untuk tempat tinggal sementara,” ujar Rasio Ridho Sani, dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Rasio Ridho Sani, tim sudah mengantongi identitas para pelaku dan aktor intelektual yang terlibat dalam aktivitas pembukaan lahan dan perambahan kawasan TNTN. “Segera akan dilakukan penyelidikan guna dimintai keterangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan ilegal tersebut,” kata Rasio Ridho Sani.
Rasio Ridho Sani menegaskan, para pelaku pembukaan lahan dan perambahan hutan diduga melanggar Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah UU RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang.
“Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp7,5 miliar. Ancaman pidana semakin berat dengan dikenakan pidana berlapis untuk membwri efek jera,” tegas Rasio Rifho Sani.
Rasio Ridho Sani menambahkan, kawasan TNTN sangat penting karena merupakan habitat, rumah bagi satwa liar yang dilindungi seperti Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera. Langkah tegas yang dilakukan terhadap perambah dan perusak Kawasan untuk melindungi dan mengembalikan fungsi Kawasan TNTN.
Rusaknya ekosistem Kawasan TNTN tidak hanya mengancam sistem penyangga kehidupan setempat serta keberadaan keanekaragaman hayati dan satwa liar yang dilindungi, akan tetapi dapat meningkatkan potensi terjadi konflik satwa liar dan masyarakat.
Tindak tegas harus dilakukan karena kawasan ekosistem dan satwa liar di TNTN telah menjadi perhatian banyak pihak, termasuk masyarakat internasional. Satwa liar seperti Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Beruang dan Tapir ini tidak hanya milik bangsa Indonesia akan tetapi milik dunia.
Rasio Ridho Sani menyatakan, dirinya telah perintahkan Direktur Pencegahan dan Pengaman Hutan KLHK dan para penyidik untuk terus melakukan operasi-operasi pemulihan keamanan kawasan TNTN. Melalukan penindakan kepada para pelaku sesuai dengan pasal berlapis.
Sementara itu, Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro, menyatakan pihak Balai TNTN selaku pengelola TNTN telah berupaya menghentikan aktivitas perambahan tersebut. Pihaknya juga berkordinasi dengan pemerintah setempat, sekaligus sosialisasi.
“Kami memberikan peringatan kepada para pelaku perambahan untuk tidak melakukan perambahan hutan untuk kebun sawit dan membangun pondok tempat tinggal di dalam Kawasan TNTN secara tidak sah, namun tidak diindahkan. Sehingga upaya penertiban perlu dilakukan agar kelestarian hutan primer TNTN terjaga.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan LHK, Sustyo Iriyono menyebut, pengamanan kawasan TNTN, KLHK selalu mengedepankan upaya persuasif, pre-emtif dan preventif. Namun tindakan penertiban dan yustisi juga diperlukan jika aktivitas illegal di dalam kawasan TNTN masih terus terjadi setelah berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. **Rul