DERAKPOST.COM – Alat Berat excavator sedang melakukan aktivitas dikawasan hutan pada Mangrove Di Kwala Gebang, Kabupaten Langkat, di Ptovinsi Sumatra Utara. Sehingga ini warga Dusun III, kian resah. Sebab kawasan hutan mangrove beralih fungsi jadi tambak – tambak dan perkebunan sawit.
Kini terlihat hampar luas menggantikan kelestarian tanaman Ryzophora yang di pesisir pantai Langkat itu. Hal itu, dapat berdampak kesimbangan ekosistem di kawasan tersebut. Yakni, meluapnya air pasang laut (banjir rob) di pemukiman warga, dan abrasi tanah juga tidak lagi dapat dihindari. Lebih miris lagi, nelayan kini sulit mendapatkan biota laut untuk memenuhi nafkah keluarga.
Dikutip dari analisa. Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Kwala Gebang Buyung meyebutkan, ratusan hektar hutan mangrove awalnya beralih fungsi menjadi tambak. Setelah itu, dikelola para mafia untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.
“Sekarang pemukiman sering mengalami banjir rob dan abrasi tanah. Sering menderita lah kita sebagai masyarakat di Kwala Gebang ini. Karena, kawasan hutan di sini sudah dirusak oleh oknum – oknum yang tidak bertanggungjawab,” tutur Buyung.
Pejuang lingkungan hidup itu mendesak pihak terkait, agar menindak tegas pada siapa pun oknum yang sudah merusak kawasan hutan mangrove. Jika tidak segera ditindak, dikhawatirkan keseimbangan ekosistem di sana akan hancur.
Meskipun sudah dilaporkan ke pihak terkait, kata Buyung, namun belum juga ada tindakan. Perambahan dan perusakan hutan masih saja terjadi dan laporan masyarakat terkesan diam di tempat.
Pada kesempatan yang sama, tokoh adat dan masyarakat lainnya juga menyampaikan keberatannya. Warga mengumpulkan tanda tangan, untuk menyatakan sikap menolak perambahan hutan di desa mereka diami.
“Kami menolak dan menentang aktivitas perambahan yang merusak hutan mangrove. Seperti yang kita lihat sekarang, hutan kami berubah menjadi kebun sawit. Air laut pun melimpah ke desa kami,” ketus Tokoh Adat Kwala Gebang Abdullah Atan.
Saat ini, sambung Atan, penghasilan nelayan di sana turun drastis. Nelayan – nelayan tradisional sulit untuk mencari tangkapan sebagai sumber mata pencarian mereka.
Tak ada tawar menawar lagi, masyarakat di sana menolak keras perambahan dan perusakan hutan. Mereka mendesak aparat penegak hukum (APH) dan pihak terkait untuk segera bertindak. Agar hutan mangrove di sana dapat dilestarikan kembali seperti sedia kala.
Hingga saat ini, alat berat jenis masih melakukan perambahan pada kordinat 4.043722 LU, 98.416229 BT. Pada kordinat tersebut, diketahui merupakan kawasan hutan sesuai dengan SK Menhut Nomor 579/Menhut-II/2014.
Kayu – kayu bakau dari aktivitas perambahan di sana, kerap dijadikan bahan baku bagi mafia arang. Meski berulang kali tertangkap tangan, mafia arang tak pernah surut. Malah, warga harus berbenturan dengan aparat.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Sumatera Utara Ir Yuliani Siregar MAP memrintahkan KPH 1 Wilayah Stabat Esra Sardina Sinaga untuk menindaklanjutinya.
“Akan ditindak lanjuti, sudah saya perintahkan KPH-nya. Kita lihat dulu kinerja ibu KPH yang baru,” tutur Ir Yuliani Siregar MAP via pesan WhatsAppnya. **Rul