Wijatmoko Rah Trisno Sebut APINDO Bakal Uji Materiil Permenaker 18/2022 ke MA

 

DERAKPOST.COM – Seiring terbit atau disahkan Permenaker Nomor 18/2022, hal itu masih jadi polemik bagi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Maka, akan bersikap melakukanya Uji Materiil atas Permenaker ini kepada Mahkamah Agung (MA).

Hal itu disampaikan Ketua DPP APINDO Riau Wijatmoko Rah Trisno, menjawab wartawan. Ia mengatakan, DPN APINDO dengan dukunganya dari seluruh jajaran tingkat provinsi, bahkan kabupaten/kota serta ini berkonsolidasi Asosiasi Sektor Industri dan Usaha.

Sementara katanya, menunggu proses uji materiil itu ada diinstruksikan kepada seluruh DPP dan DPK APINDO itu untuk
tetap gunakan PP Nomor 36/2021, yang sebagai dasar penetapan upah tersebut dalam forum perundingannya di Dewan Pengupahan setempat, juga melakukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kalau apabila gubernur menetapkan upah minimum yang tidak dengan PP Nomor 36/2021.

Dikutip dari cakaplah.com. Ia menyebut, pernyataan tersebut tertuang dalam surat nomor 445/DPN/3.2.1/2C/XI/22 Jakarta, 20 November 2022 yang ditandatangani Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B. Sukamdani dan Eddy Hussy sebagai Sekretaris Umum tersebut ditembuskan ke Ketua Umum KADIN Indonesia dan Ketua Asosiasi Industri dan Sektor Usaha.

“Dasar pertimbangan pernyataan tersebut yang pertama adalah Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK), termasuk di dalamnya kluster ketenagakerjaan merupakan produk hukum yang disepakati bersama antara Pemerintah dan DPR. APINDO dan KADIN sebagai perwakilan pengusaha bersama dengan unsur serikat pekerja/serikat buruh dalam Tim TRIPARTIT yang dibentuk Kementerian Ketenagakerjaan RI, terlibat aktif dalam proses penyusunan UUCK beserta Peraturan Pemerintah turunannya,” cakap Wijatmoko.

Kedua, Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan (PP 36/2021) yang merupakan amanat dari Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah dalam UUCK, sampai saat ini masih merupakan landasan hukum yang sah dalam pengaturan pengupahan di Indonesia termasuk penetapan upah minimum.

Ketiga Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XIX/2021 tanggal 3 November 2021 dalam putusannya diantaranya, a. Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu (2 tahun) sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan. b. Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).

Keempat, UUCK yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PP 36/2021 telah mengatur secara komprehensif kebijakan pengupahan termasuk di dalamnya formula penghitungan upah minimum yang sesuai dengan filosofi upah minimum sebagai jaring pengaman (safety net) dan mengakomodir kondisi ekonomi (pertumbuhan ekonomi atau inflasi) serta ketenagakerjaan. UUCK dan PP 36/2021 juga tidak memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan penafsiran lain ataupun mengambil kebijakan lain.

Kelima, pada tanggal 18 November 2022, tanpa pembahasan dalam forum Dewan Pengupahan Nasional dan Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional, serta bertentangan dengan hirarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) menerbitkan Permenaker 18/2022.

Keenam, Permenaker 18/2022 mengatur antara lain, a. Mengubah formula penetapan upah minimum yang telah diatur dalam PP 36/2021 dengan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi, dengan formula yang menjumlah variabel inflasi dengan pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan indeks tertentu. b. Mengubah waktu penetapan upah minimum provinsi yang seharusnya dalam PP 36/2021 adalah 21 November menjadi 28 November, dan waktu penetapan upah minimum kabupaten/kota yang seharusnya dalam PP 36/2021 adalah 30 November menjadi 7 Desember. c. Membuat pengaturan tambahan yang bertentangan dengan filosofi upah minimum dengan mengatur kriteria baru bagi penerima upah minimum sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan (3) Permenaker 18/2022.

Dan yang terakhir atau ketujuh adalah kepastian hukum dalam penetapan upah minimum menjadi faktor utama dalam berusaha dan diterbitkannya Permenaker 18/2022 telah menambah kegamangan investor dalam mengembangkan usahanya di Indonesia. **Rul

APINDOMApernenaker
Comments (0)
Add Comment