DERAKPOST.COM – Memilih dan dipilih adalah hak konstitusional warga negara telah diakui hak atas kedudukan ini sama dihadapan hukum yang dan pemerintahan sebagaimana telah dijamin UUD 45.
Jaminan pelaksanaan hak memilih dan dipilih diatur dalam Undang-Undang terkait Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD maupun dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Pelaksanaan pencoblosan Pilkada Se-Indonesia sudah dilaksanakan pada hari Rabu, 27 November 2024 dan termasuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Riau serta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota di 12 Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Riau.
Partisipasi pemilih Provinsi Riau pada Pilkada Serentak Tahun 2024 mengalami penurunan signifikan dibandingkan pilkada sebelumnya. Hal ini disampaikan oleh Witra Yeni, S.IP., M.Si selaku Koordinator Partisipasi Masyarakat PPI (Perhimpunan Pemilih Indonesia) Provinsi Riau saat bincang-bincang ringan bersama pengurus PPI Lainnya di Soerabi Bandung Enhaii Jl. Jendral Sudirman Pekanbaru.
Sementara itu Koordinator Sosialisasi PPI Riau, Fitri Heriyanti menyampaikan bahwa memang partisisipasi pemilih tidak menjadi syarat dalam menentukan calon terpilih.
“Ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tentang pemilihan tidak mengatur, bahwa jumlah atau persentase partisipasi pemilih yang menggunakan hak pilih pada hari pemungutan suara akan menjadi persyaratan tertentu dalam menentukan pasangan calon terpilih,” kata Fitri.
Padahal secara politis menurut Khaidir, S.IP bahwa partisipasi pemilih sangat penting. “Partisipasi pemilih dalam Pemilihan menjadi barometer efektifitas sosialisasi penyelenggara pemilu dan juga akan berdampak pada tingkat legitimasi pasangan calon terpilih”, ujar Mantan Ketua Bawaslu Pelalawan dan alumnus Universitas Abdurrab Pekanbaru.
Dari hasil diskusi tersebut tergambar bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 di Riau, di antaranya: Pertama, Dekatnya waktu pelaksanaan Pemilu (14 Februari 2024) dengan waktu pelaksanaan Pemilihan (27 November 2024) yang bisa jadi menyebabkan kejenuhan pada pemilih untuk mengikuti tahapan Pemilihan termasuk jenuh untuk hadir ke TPS.
Kedua, Dominasi aktor-aktor politik yang dominan dan adanya kawin paksa antar pasangan calon sehingga berpengaruh pada tingkat penerimaan masyarakat terhadap pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Ketiga, Penilaian atas kerja-kerja pengawasan yang kurang maksimal yang dilaksanakan oleh Bawaslu dan Jajarannya sehingga muncul istilah Bawaslu ibarat “Macan Ompong”. Selain itu, sosialisasi yang kurang mengena pada rangkaian kegiatan sosialisasi pada pemilih pemula dengan agenda Go to Campus karena mahasiswa banyak dari daerah yang berbeda dan tidak bisa memilih karena tidak mengurus pindah memilih dan juga sosialisasi Go to School dimana siswa dan siswi yang sudah genap usianya 17 tahun tetapi belum memiliki KTP-Elektronik, di mana regulasi mengharuskan pemilih hadir ke TPS dengan membawa KTP Elektronik atau dokumen kependudukan lainnya atau biodata.
Keempat, Distribusi C-Pemberitahuan yang tidak terlaksana ke semua Pemilih, sehingga ada rasa malas bagi pemilih untuk datang ke TPS dan ditambah dengan lokasi TPS yang relative lebih jauh dari rumah pemilih jika dibandingkan pada pemilu 2024 akibat dari adanya restrukturisasi dan perampingan jumlah TPS.
Selanjutnya, Hasan selaku Koordinator Umum PPI Provinsi Riau menegaskan harus adanya evaluasi atas rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak tahun 2024 di Provinsi Riau. “Rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada serentak Tahun 2024 di Provinsi Riau harus menjadi cambuk dan bahan evaluasi bersama demi perbaikan ke depan terutama bagi Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu)”.
Perlu diketahui bahwa partisipasi pemilih pada Pilkada Riau tahun 2024 hanya kisaran 61 % saja dan sangat jauh dari target KPU Riau yaitu 80 %. Yang lebih parah adalah partisipasi pemilih di Kota Pekanbaru sebagai barometer pelaksanaan demokrasi di Provinsi Riau mengalami signifikan dari angka 62,20 % pada tahun 2018 dan anjlok menjadi 46,02 % pada tahun 2024.
Terakhir ditambahkan Sriyanto, S.Hut bahwa kita tidak bisa menyalahkan alam atau hujan karena ternyata pada pilkada serentak tahun 2020 justru mengalami kenaikan signifikan pada partisipasi pemilih dimana waktu itu kondisi hujan dan mengalami banjir di beberapa daerah dan bahkan kita dalam suasana covid-19. “Semestinya kita tidak menjadikan alam atau cuaca sebagai alasan penyebab rendahnya partisipasi pemilih di Provinsi Riau, meskipun pada hari pemungutan suara diguyur hujan pada pagi harinya tetapi tidak semua daerah mengalami hujan,” tutup mantan anggota Bawaslu Siak. (Rilis)