DERAKPOST.COM – Dr Gulat Medali Emas Manurung mengatakan, nanti ada potensi kehancuran ekonomi di Provinsi Riau. Hal ancaman yang bersumber dari Pasal 110B Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), yaitu khususnya itu terkait penyelesaian kebun sawit diklaim berada di kawasan hutan.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengatakan, bahwa Pasal 110B tersebut dapat menjadi pemicu kehancuran jika diterapkan secara menyeluruh. Menurut data terakhir dari kementerian terkait, lebih dari 1,3 juta hektare kebun sawit di Riau berada dalam kawasan hutan.
Yang menjadi sorotan Gulat adalah fakta bahwa hanya sekitar 5 persen dari 300 ribu hektare yang sudah melaporkan statusnya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sisanya, sekitar 1 juta hektare, belum melaporkan keberadaan dan hal ini menjadi potensi masalah serius jika Pasal 110B diterapkan.
Pasal 110B UUCK menyiratkan bahwa lahan sawit yang berada dalam kawasan hutan akan diselesaikan dengan hanya satu daur. “Ini berarti, setelah tanaman sawit di lahan tersebut tidak lagi produktif, lahan tersebut akan dikembalikan ke kawasan hutan dan dilarang ditanami sawit lagi,” katanya, Ahad (21/1/2024).
Gulat menunjukkan keprihatinannya terhadap dampak ekonomi Riau jika skenario tersebut terjadi. Menurutnya, ekonomi Riau dapat lumpuh selama 10 tahun ke depan, menyusul kebijakan tersebut. Dia menyatakan kekhawatirannya terkait keberlanjutan ekonomi dan masa depan para petani sawit di wilayah tersebut.
Dengan latar belakang tersebut, Gulat menyerukan perlunya kebijakan afirmatif khusus untuk Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah, yang saat ini menjadi produsen kelapa sawit terbesar di Indonesia. Ia juga menjelaskan bahwa kebijakan afirmatif ini merupakan tindakan khusus dan kebijakan khusus dengan maksud tertentu guna mendukung industri kelapa sawit dan melindungi perekonomian daerah. (Rul)