DERAKPOST.COM – Diingatkan perusahaan yang beroperasi di Riau, supaya mengikuti akan hal arahan Menaker terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). Sehingga nanti diharapkan tidak terjadi kerusuhan.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Riau, Boby Rachmat. “Kita meminta seluruh perusahaan untuk dapat menaati arahan Menaker. Nantinya Pj Gubernur untuk dapat mensosialisasikan dan menyampaikan informasi ini kepada bupati dan walikota di kabupaten kota,” ucapnya.
Dilanjutkan Boby, pihaknya juga akan mendirikan posko pengaduan bagi tenaga kerja yang merasa pemberian THR tidak sesuai dengan arahan tersebut. Dikatakan dia, di Disnakertrans Provinsi Riau juga akan didirikan posko itu. Pembentukan SK-nya sudah ada.
Boby menambahkan untuk proses pembinaan dan pengawasan tenaga kerja terus dilakukan pihaknya tiap hari. Namun, khusus untuk pengaduan THR, Disnakertrans akan membentuk posko.
“Untuk THR, kita sudah membentuk timnya dan akan menindaklanjuti surat edaran dari pak Pj Gubri. Selama posko didirikan, kita akan terus menerima laporan yang masuk dan akan terus diawasi, ” pungkasnya.
Untuk diketahui, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan 2024 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Di dalam SE tersebut menekankan pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh. THR keagamaan wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
Selain itu, THR keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), termasuk pekerja/buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.
“Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah. Sedangkan bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan masa kerja bulan dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah,” kata Ida Fauziah dalam keterangan pers.
Terkait pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, Ida menyampaikan bahwa bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 12 bulan atau lebih maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Sedangkan bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut.
“Sedangkan untuk pekerja/buruh yang menerima upah dengan sistem satuan hasil, maka perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan,” imbuhnya.
Lebih lanjut Ida mengatakan, bagi perusahaan yang dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku di perusahaan telah mengatur besaran THR lebih baik dari ketentuan peraturan perundang-undangan, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh tersebut sesuai dengan PK, PP, PKB, atau kebiasaan.
Bagi perusahaan yang dalam perjanjian kerja/peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang berlaku di perusahaan telah mengatur besaran dari THR lebih baik dari ketentuan peraturan perundangan-undangan, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja atau buruh tersebut sesuai dengan PK, sesuai dengan PP, sesuai dengan PKB, maupun sesuai dengan kebiasaan berlaku di perusahaan. (Rul)