DERAKPOST.COM – Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil dapat kabar kalau anak perempuanya meninggal dunia, Rabu (27/12/2023). Selaku orangtua tentu ingin melihat anaknya untuk terakhir kali. Namun harus mengajukan izin terlebih dahulu pada pihak pengadilan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Boy Gunawan ini selaku penasehat hukum mengatakan, bahwa kliennya minta izin ke Pengadilan Tinggi Riau. Hal itu dilakukan karena ini telah menyatakan banding atas kasus yang menjeratnya. “Karena kita telah sudah menyatakan banding, maka izin kita ajukan ke Ketua Pengadilan Tinggi (Riau). Alhamdulillah, untuk penetapan izin sudah keluar,” kata Boy, Kamis (28/12/2023).
Menurut Boy, kliennya ini diizinkan untuk keluar dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I selama satu hari. Kendati begitu, izin tersebut belum dilaksanakan karena pihaknya masih menunggu pelaksanaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Artinya, karena kasus belum inkrah. Jadi kita ajukan juga ke KPK. Kita tunggu KPK, siapa nanti yang bertugas untuk membawa keluar, dan siapa yang mengawal.
Diketahui, kalau anak kedua M Adil itupun dikabarkan dikebumikan pada hari Kamis (28/12/2023) ini. Alan tetapi M Adil tetap akan melihatnya, walau itupun hanya bisa berkunjung ke pusara, dan keluarga yang sedang berduka. “Sekarang ini, kita tunggu pelaksanaannya (oleh KPK) saja. Kapan bisa dibawa keluar,” tutur Boy.
M Adil ini tersandung kasus OTT. Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru menghukumnya dengan pidana penjara itu selama 9 tahun, denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Dan juga dihukum membayar uang pengganti Rp17.821.923.078. Dengan ketentuan satu bulan setelah putusan inkrah, harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk sebagai pengganti, jika tak mencukupi maka diganti kurungan selama 3 tahun.
Hukuman itu sama dengan tuntutan JPU dari KPK. Hanya berbeda pada subsider uang pengganti yakni 5 tahun kurungan.
Atas vonis itu, M Adil ini telah menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Riau melalui Pengadilan Negeri Pekanbaru pada Jumat (22/12/2023).
Sebelumnya, JPU dalam amar tuntutannya menyebut, M Adil melakukan tindak pidana korupsi pada 2022 hingga 2023, bersama Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih, dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
M Fahmi Aressa.
Tindakan korupsi itu berupa, pemotongan 10 persen Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti. Penyerahan uang dari OPD itupun dibuat seolah-olah sebagai utang. Padahal OPD tidak punya utang kepada terdakwa. Namun mengingat M Adil adalah alasannya dan loyalitas, maka OPD mau menyerahkan uang.
Uang diserahkan oleh kepala OPD melalui Fitria Nengsih, Dahliawati dan sejumlah ajudan Bupati M Adil. Selanjutnya uang miliar rupiah diberikan kepada M Adil. Dari pemotongan UP dan GU itu, pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih. Total uang pemotongan UP dan GU yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8.
Kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.
Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan dana APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp 3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.
Ketiga M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa sebesar Rp1 miliar lebih dengan maksud agar Kabupaten Kepulauan Meranti dapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 2022. (Fad)