CERI: Anak Buah Bos RAPP Sukanto Tanoto Kabur, Kita Minta KPK Buru DPO Rosman

0 100

 

DERAKPOST.COM – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menegakkan hukum dengan adil terutama kasus korupsi izin kehutanan di Riau yang ada melibatkan karyawan PT Riau Pulp and Paper (RAPP) merupa perusahaan bubur kertas di Pelalawan.

Tragisnya, tak hanya orang nomor satu seperti Rusli Zainal mendekam di balik jeruji besi, bahkan termasuk mantan Bupati Siak Arwin AS, mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar, mantan Kadishut Riau Syuhada Tasman dan Burhanuddin juga dibui lantaran terbukti menerima suap pengurusan izin korporasi bidang kehutanan di Riau.

“Pertanyaannya, yaitu pemberi suap ke mana ? Mantan Gubernur Riau Rusli Zainal bahkan telah selesai menjalani hukuman dan kembali ke kediamannya pada 21 Juli 2022. Dia jalani hukuman penjara lebih dari delapan tahun akibat kasus korupsi izin kehutanan yang menjeratnya. Kasus ini lah yang masih meninggalkan persoalan,” beber Yusri, Jumat (5/8/2022) di Jakarta, dikutip dari kabarriau.com.

Untuk itu pinta Yusri, KPK harus segera bertindak memburu anak buah taipan Sukanto Tanoto yang merupakan bos RAPP itu bernama Rosman. Pasalnya, kata Ysuri, Rosman sudah lama masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) olehnya penegak hukum. Yang terbukti hingga hari saat ini tidak ada perkembangan penegak hukumnya.

Menurut Yusri, pada saat sidang waktu lalu itu diketahui Rusli Zainal pernah ada menyampaikan pembelaannya terhadap tuntutan diberikan jaksa KPK. Yakni dia (Rusli Zainal) ini telah mempertanyakan, kenapa itu hanya para pejabat diproses, sedangkan perusahaan yang bergerak pada bidang kehutanan ini menikmati keuntungan dari penerbitan izin sama sekali belum diproses.

Diketahui, kasus korupsi izin kehutanan itu sendiri melibatkan 20 perusahaan hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak yang terafiliasi dengan Asia Pulp and Paper (RAPP) dan April Group milik taipan Sukanto Tanoto.

Dilansir jikalahariorg, 3 Juni 2020, dalam dakwaan Azmun Jafar 2007, menyebut, saksi Rusli Zainal selaku Gubernur Riau, saksi Asral Rachman juga selaku Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Riau tahun 2004 hingga 2005, saksi Burhanudin Husin selaku Kadishut Riau tahun 2005 hingga 2006, Sudirno yang selaku Wakil Kadishut Riau tahun 2004 hingga 2007 atau bersama-sama dengan Rosman selaku General Manager Forestry PT RAPP telah melakukan beberapa perbuatan yang berhubungan sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, pada hari dan tanggal yang tidak dapat dipastikan lagi.

Peran Rosman diantaranya, pertama, Rosman Kunci Proses Take Over (TO) ‘Perusahaan Boneka’ T Azmun Jaafar Pasca 7 perusahaan (PT Madukoro, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, CV Bhakti Praja Mulia dan CV Mutiara Lestari) memperoleh IUPHHK-HT, Azmun meminta Budi Surlani dan Anwir Yamadi untuk menemui Rosman.

Azmun mengetahui bahwasanya 7 perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan mengelola areal IUPHHK-HT, maka ia meminta agar Rosman dapat membantu menawarkan ke PT RAPP agar mengambil alih (take over) perusahaan tersebut. Rosman menyetujui dan menawarkan kerjasama operasional antara 7 perusahaan tersebut dengan PT Persada Karya Sejati (PKS) yang merupakan anak usaha grup PT RAPP dan saat itu Rosman lah yang menjabat sebagai Direktur Utama PT PKS.

Kedua, Rosman juga menalangi Biaya Pengurusan RKT untuk 7 perusahaan yang dikarenakan tidak memiliki biaya. Rosman inipun menyetujui menalangi biaya pengurusan RKT) di Dishur Riau yang juga akan diperhitungkan sebagai pinjaman perusahaan, dan akan segera dikembalikan dengan memotong fee produksi kayu yang berasal dari areal IUPHHK-HT dari 7 perusahaan tersebut. Ketiga, Rosman merugikan keuangan Negara dan menguntungkan PT RAPP.

Dari kesaksian Paulina, yang merupakan
legal dari PT PKS pada saat itu ditunjuk Rosman, melakukan pembayaran biaya Take Over pada 7 perusahaan, beberapa yang tercatat diantaranya itu CV Bhakti Praja Mulia Rp 6,75 miliar, CV Alam Lestari Rp 2,2 miliar, CV Mutiara Lestari Rp 1 miliar, CV Puteri Lindung Bulan Rp 2,5 miliar dan CV Tuah Negeri Rp 750 juta.

Menurut Paulina, dana untuk Take Over ini sebagian didapat dari meminjam dana ke bagian keuangan PT RAPP. Hasil dari produksi 7 areal IUPHHK-HT ini dijual ke PT RAPP berdasarkan kontrak kerja, PT RAPP akan melakukan penanaman, land clearing dan pemanfaatan Bahan Baku Serpih. Sedangkan hasil kayu pertukangan dijual ke PT Forestama Raya.

Dari hasil TO Rosman, PT RAPP memperoleh banyak keuntungan dari pemanfaatan 7 areal IUPHHK-HT yang dilakukan land clearing. Berdasarkan fakta persidangan nilai kayu yang hilang mencapai Rp 320 miliar dan telah menguntungkan perusahaan dengan terbitnya RKT 7 perusahaan tersebut mencapai Rp 505 miliar. Total keuntungan PT RAPP sebesar Rp 825 miliar.

Sebagaimana diketahui KPK terkesan tidak serius. Hal itu sebagaimana dari pernyataanya Rusli Zainal pada pledoi tersebut. Hal itu menurut Yusri Usman juga menjadi pertanyaan menggelayut dibenak masyarakat Indonesia pada umumnya, dan khususnya Riau hingga hari ini.

“Sebetulnya pernyataan RZ ini mewakili pertanyaan publik mengapa KPK terkesan tidak serius mengejar keterlibatan korporasi dalam kasus korupsi izin perusahaan yang terkait,” ungkap Yusri.

Menurut Yusri, kejahatan korporasi dengan siasat mendirikan anak perusahaan ‘labi-labi’ untuk melindugi induk semangnya sebenar bagi penegak hukum mudah melacak dari aliran dananya, ibarat mengajar bebek berenang.

“Apalagi menurut informasi yang kami terima, Rosman dahulunya bekerja di PT Bhakti Praja Mulia. Sehingga sudah jelas sebenarnya bagaimana kejahatan mereka lakukan. Tinggal sekarang KPK mesti serius menuntaskan kasus ini,” ungkap Yusri. **Fad

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.