Di Jawa Barat Itu Bangunan Villa di Hutan Ditertibkan, Beda Kabupaten Kuansing Itu Dibiarkan Jadi Kebun Sawit

0 114

DERAKPOST.COM – Saat ini, Kementerian Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN menertibkan sejumlah vila di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Penyegelan dilakukan karena vila-vila tersebut berdiri di kawasan hutan produksi yang sehingga diduga kuat menjadi pemicu banjir.

“Hari ini kami melakukan (penertiban) di vila Forest Hill. Ini adalah hulu DAS Ciliwung dan di sini terdapat 7 vila, yang masuk dalam (kawasan) hutan produksi,” kata Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kementerian Kehutanan Rudianto Saragih Napitu, di Puncak, Bogor,   Ahad (9/3/2025), dilansir detik.com.

Lantas bagaimana dengan halnya Kuantan Singingi (Kuansing). Yakni, ribuan hektar kawasan hutan di Kuantan Singingi baik kawasan lindung, hutan produksi terbatas maupun hutan konservasi dibabat untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Herannya sampai hari ini, belum terlihat upaya penindakan dari aparat terkait

Para cukong yang membabat kawasan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit di Kuantan Singingi sangat bebas. Mereka seperti manusia-manusia tidak berdosa. Padahal mereka telah melakukan pengrusakan alam. Kondisi kawasan hutan di Kuansing kini sudah sangat memprihatinkan.

Sebut saja kawasan hutan lindung Bukit Batabuh. Bukit Batabuh dengan bentang alam seluas 82.300 hektar, kini nyaris tak menyisakan tutupan hutan. Bukit Batabuh hari ini tak ubahnya seperti potret kecemasan dari sebuah ancaman dampak lingkungan yang mengerikan terhadap wilayah sekitarnya

Dari kondisi hari ini, Bukit Batabuh tak bisa lagi diharapkan untuk menopang keberlangsungan hidup serta reproduksi satwa terancam punah lainnya. Luasan tutupan hutan yang nyaris tak ada lagi menyebabkan rusaknya habitat satwa-satwa di Bukit Batabuh

Kondisi ini bukan tidak diketahui pemerintah pusat. Dalam RTRPS (Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera)  yang diatur melalui Perpres 13 tahun 2012 disebutkan bahwa kondisi Bukit Batabuh sudah sangat memprihatinkan. Hutan lindung Bukit Batabuh, Riau, termasuk salah satu hutan lindung yang terdegradasi di Sumatera.

Dikutip dari yang ditulis Kuansing Kita. Artinya hutan lindung Bukit Batabuh di Kuantan Singingi, Riau telah mengalami kerusakan sampai pada suatu kondisi dimana fungsi ekologis, ekonomi dan sosial hutan sudah tidak terpenuhi lagi.

Padahal dalam PP 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional disebutkan kawasan Bukit Batabuh di Kuantan Siungingi, Riau mempunyai pengaruh sangat penting terhadap ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.

Karena itu, pemerintah melalui PP 26 tahun 2008 mengamanahkan kawasan hutan lindung Bukit Batabuh di Kuantan Singingi, Riau dimasukkan ke dalam wilayah yang diprioritaskan penataan ruangnya. Untuk itu pemerintah telah menyusun kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang.

Salah satu kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam dalam PP 26 Tahun 2008  yakni pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Alasan pemerintah, hutan lindung Bukit Batabuh mempunyai fungsi pokok sebagai penyanggah kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, dan memelihara kesuburantanah.

Namun yang terjadi, sampai hari ini Kementrian Kehutanan tak juga merealisasikannya. Padahal kawasan hutan lindung Bukit Batabuh sudah luluh lantak. Kawasan hutan lindung Bukit Batabuh tidak lagi memiliki tutupan hutan sehingga kehilangan fungsi ekologi

Siapa yang merusak kawasan hutan di Kuantan Singingi. Ada sejumlah korporasi, kelompok masyarakat dan perorangan yang ikut merusak kawasan hutan di tiga kecamatan di Kuantan Singingi. Mereka membabat kawasan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Hebatnya mereka tak pernah tersentuh tindakan aparat penegak hukum.

Berdasarkan data yang dihimpun KuansingKita dari UPT Kesatuan Pemangku Hutan Kuantan Singingi beberapa waktu lalu untuk Kecamatan Hulu Kuantan ditemukan lahan perkebunan milik Ameroke di kawasan Desa Tanjung Medang atau kawasan HPT Batang Lipai Siabu.

Lahan perkebunan Ameroke mulanya hanya 300 hektar, kemudian diperluas menjadi 2500 hektar, namun sekarang diperkirakan luas lahan Ameroke sudah melebihi 3000 hektar. Lahan Ameroke ini belum memiliki koordinat polygon dan dokumen pendukung

Dalam lampiran SK Menhut Nomor 36 Tahun 2025 sebanyak 436 subjek hukum yang mengajukam permohonan pengampunan keterlanjuran, sudah berproses di Kementrian Kehutanan. Namun dalam SK Menhut yang diterbitkan 6 Februari 2025 itu tidak ditemukan pengampunan untuk lahan PT Ameroke

Selain itu di Hulu Kuantan atau dalam kawasan HPT Batang Lipai Siabu juga ditemukan lahan milik kelompok Candra seluas 200 hektar, kelompok Anugerah 300 hektar, PT SBB seluas 300 hektar, semuanya tidak memiliki koordinat polygon serta tidak memiliki dokumen pendukung

Dari data yang dihimpun KuansingKita, di Hulu Kuantan hanya kelompok tani Sumpu Bersatu yang memiliki legalitas lahan. Kendati begitu, legalitas kelompok tani Sumpu Bersatu ini hanya berupa bukti bayar pajak

Di Kecamatan Logas Tanah Darat, ada lahan perkebunan kelapa sawit milik KUD Soko Jati yang dibangun di kawasan hutan seluas 3500 hektar. Lahan perkebunan KUD Soko Jati ini juga belum memiliki koordinat polygon serta dokumen pendukung

Selain itu, di Logas Tanah Darat, ada juga lahan milik PT TJS yang dibangun di kawasan hutan seluas 500 hektar. Lahan PT TJS ini juga belum memiliki koordinat polygon serta be

Kelompok Tani Masyarakat Bersatu, Logas Tanah Darat juga membangun lahan di kawasan hutan seluas 409 hektar. Lahan kelompok tani Masyarakat Bersatu ini memiliki dokumen pendukung seperti legalitas lahan. Kendati begitu, legalitas kelompok tani ini hanya  berupa bukti setor pajak

Di Kecamatan Pucuk Rantau ada lahan masyarakat seluas 1000 hektar yang dibangun di kawasan hutan. Namun dari data UPT Kesatuan Pemangku Hutan Kuantan Singingi lahan ini tidak memiliki koordinat polygon dan dokumen pendukung.

Ada juga PT Melona di Pucuk Rantau membangun lahan di kawasan hutan seluas 530 hektar. Lahan PT Melona ini tidak memiliki koordinat polygon dan dokumen pendukung. Bahkan dalam lampiran SK Menhut nomor 36 tahun 2025 terkait korporasi yang mengajukan pengampunan keterlanjuran, juga tidak ditemukan lahan PT Melona

Selain itu di Pucuk Rantau juga ada lahan PT Palma yang dibangun di kawasan hutan seluas 300 hektar, PT SAK seluas 36 hektar, keduanya tidak memiliki koordinat polygon dan dokumen pendukung, namun tetap bisa beroperasi layaknya usaha perkebunan yang memiliki legalitas lahan

Selain data UPT Kesatuan Pemangku Hutan Kuantan Singingi diyakni masih banyak lagi korporasi, kelompok masyarakat dan perorangan yang ikut membabat kawasan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Namun aparat terkait baik di tingkat pusat maupun di daerah termasuk di Kuantan Singingi seperrtinya acuh dengan semua ini

Karena itu pula, wajar juga kalau kelompok masyarakat peduli lingkungan kini terus mencari tahu permaianan apa yang tengah berlangsung di Kuantan Singingi hari ini. Mereka kini tengah menghimpun data untuk dilaporkan ke tingkat pusat. “Kami bekerja silent,” kata seorang aktivis lingkungan di Kuantan Singingi yang belum mau namanya dituliskan. (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.