Dibangun Pakai Puluhan Miliar, Kini UPT Sentra Industri Kecil dan Menengah Milik Pemkab Meranti Berhenti Beroperasi

0 219

DERAKPOST.COM – Diketahui dalam halnya pembangunanya UPT Sentra IKM (Industri Kecil dan Menengah) Sagu yang terletak di Desa Sungai Tohor Tebingtinggi Timur, kini berhenti beroperasi sementara waktu. Ada apa bisa demikian ?

UP Sentra IKM ini merupa milik pemerintah daerah yang dibangun itu secara bertahap dimulai tahun 2017, 2018 dan 2019 dengan total biaya ini Rp40 milyar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) di Bidang Industri Kecil dan Menengah, yang diresmi pemakaiannya pada tahun 2021.

Terkait berhenti ini, pihaknya Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kepulauan Meranti Marwan mengatakan, UPT Sentra IKM Sagu hadir sebagai sebuah solusi agar para UMKM tetap bisa berproduksi dengan membeli bahan baku tepung sagu itu yang dari Sentra IKM dengan harga relatif murah dibandingkan dengan sagu yang biasanya dibeli dari kilang swasta sudah mencapai setengah juta rupiah perkarung.

“Untuk saat ini UPT Sentra IKM berhenti beroperasi untuk sementara waktu setelah beberapa waktu lalu ada pihak ketiga yang menjadi pengelolanya. Saat ini kita berencana mencari investor baru sambil menunggu penghitungan dari tim appraisal,” kata Marwan, Rabu (24/1/2024).

Dikatakannya lagi, pada awalnya sentra itu akan dikelola oleh BUMD PT Bumi Meranti bekerjasama dengan BUMDes dan pelaku usaha sagu setempat. Dijelaskan, dengan beroperasionalnya sentra IKM Sagu diperlu pasokanya bahan baku berupa sagu basah terutama dari kilang-kilang sagu miliknya
masyarakat yang ada di sekitarnya.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan para pelaku usaha kilang-kilang sagu yang ada di sekitar sentra untuk memasok bahan baku ke sentra pada saat dilakukan kajian penyusunan pola pengembangan sentra IKM sagu terpadu oleh pihak Kementerian Perindustrian RI Direktorat Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) pada tahun 2017.

“Awal dibangunnya Sentra IKM Sagu yang dikelola oleh BUMD, namun di saat Sentra siap beroperasi BUMD nya malah mati suri. Setelah berapa lama pengelola kilang Sagu di sekitar membentuk koperasi untuk dapat mengelola Sentra IKM dimana yang bahan bakunya dari kilang mereka kelola sendiri. Namun belakangan mereka menjualnya ke pengepul untuk dibawa ke Malaysia,” kata Marwan lagi.

Disebutkan, adanya persaingan yang tidak sehat oleh pengepul sehingga terjadinya perang harga yang menyebabkan harga tepungĀ saguĀ basah menjadi tinggi. Hal itu berakibat kepada UPT Sentra IKM SaguĀ milik pemerintah daerah tidak mampu membeli sehingga kekurangan pasokan bahan baku.

Adapun kebutuhan bahan baku sagu basah untuk oprasional sentra IKM sagu terpadu sekitar 600 ton perbulan, namun terkadang hanya mendapatkan sagu basah sekitar 140 ton perbulan dari kilang-kilang sagu di sekitar sentra karena banyak diekspor ke Malaysia oleh tengkulak.

Dijelaskan, sebenarnya harga yang dibeli oleh UPT Sentra IKM sudah berada diatas harga yang ditetapkan provinsi. Namun kondisi itu tetap kalah dengan tengkulak tersebut. “Harga kami beli itu, sebenarnya sudah berada diatas harga yang ditetapkan oleh provinsi yakni hanya berkisar Rp2.200 namun kilang milik masyarakat cenderung menjualnya ke tengkulak dengan harga yang ditetapkan sepihak,” katanya.

Dikatakan dia, kalau dipaksakan mengikuti permainan mereka bisa gulung tikar juga. Lagi pula masyarakat pemilik kilang juga sering diberikan pinjaman uang terlebih dahulu sehingga ada semacam terhutang budi. Dalam hal ini sambungnya, pemilik kilang yang berada disekitar sangat tidak komitmen.

“Kita memang tidak menyalahkan mereka, karena mungkin mereka juga ingin cari harga jual yang lebih mahal. Tetapi konsepnya kan sudah beda, jika tepung sagu yang kita produksi untuk kebutuhan UMKM, berbeda dengan para cukong yang membelinya dengan harga rupiah dan menjualnya kembali dengan harga ringgit tanpa mengolahnya terlebih dahulu,” ungkapnya lagi.

Lebih lanjut disampaikannya, dalam halnya pengelolaan di Sentra IKM Sagu ini bukan ingin mencari keuntungan yang berlebihan, tetapi bagaimana hasil alam ini tak dibawa keluar. Tetapi akhirnya ini los juga, padahal sudah diberi hak untuk mereka mengelola. Bahkan untuk mehentikan praktik tersebut, Pemkab melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan sudah pernah menyurati Bea Cukai Selatpanjang terkait permohonan pembatasan ekspor tepungĀ saguĀ basah ke Negeri Jiran, Malaysia.

Selang beberapa tahun ada pihak ketiga dalam hal ini CV Juti yang ingin mengelola Sentra IKM dan mengolah Sagu basah jadi tepung sagu kering. Bahkan, tidak hanya itu, mereka juga menggulirkan pinjaman bagi pengelola kilang Sagu sekitar.

“Setelah satu tahun mangkrak, pihak ketiga dalam hal ini CV Juti berminat mengelola dan juga mengggulirkan pinjaman kepada pengelola kilang di sekitar Sentra. Waktu itu mereka yang membiayai operasional pengolahan Sagu dan untuk listrik disubsidi oleh Pemda dan waktu itu untuk PAD diloskan,” ujar Marwan.

Disampaikan Marwan, keinginan CV Juti untuk mengelola Sentra IKM ini menjawab keresahan para UMKM itu yang mengeluh tidak ada bahan baku Sagu karena dibawa semua ke Cirebon, maka dalam hal ini para pemilik kilang sudah melakukan kerjasama dengan usaha dagang di Jawa Barat.

“CV Juti yang berkeinginan mengelolanya, juga untuk menjawab keresahannya para UMKM yang tidak mendapatkan bahan Sagu karena dibawa semuanya ke Cirebon, sementara untuk pasar lokal kosong dan waktu itu sempat ada aksi demo,” ucapnya.

Satu tahun beroperasi, CV Juti ini akhirnya menyerah karena modalnya tidak begitu banyak untuk mengelola Sentra IKM. Yang diketahui katanya, modal terbilang besar. Perhitungan kasarnya itu untuk membeli bahan baku Sagu basah dari kilang kecil di sekitarnya sebanyak 600 ton ditambah dengan biaya operasional lainnnya jumlahnya mencapai Rp6 miliar.

Meskipun anggaran investasinya besar, namun banyak keuntungan yang didapatkan. Dimana seluruh produksinya sudah mendapatkan izin BPOM, Halal dan juga sudah memenuhi standar dengan sertifikasi HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Poin).Ā  (Tan)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.