PEKANBARU, Derakpost.com- Keluhan masyarakat pencari kerja jadi perhatian serius oleh Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), khusus itu menilai persyaratan penerimaan karyawan di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Penegasan ini disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar saat memberi keterangan kepada wartawan. Ia pun menilai, persyaratan penerimaan karyawanya di PT PHR dimana pelamar harus pengalaman kerja minimal 3, dan 5 tahun untuk mengisi jabatan.
Dikatakan dia, hal lowong kerja itu akan memperkecil, bahkan ini bisa menutup kemungkinan bagi anak di daerah Riau diterima di perusahaan tersebut..“Kami sangat kecewa dengan PT PHR. Mana mungkin anak-anak daerah Riau punya pengalamanya kerja seperti itu, apalagi yang baru tamat kuliah,” ujarnya.
Sebab sambungnya, sejak pertama dari zaman Chevron itupun sudah kecil atas kemungkinan tertutup pintu orang Riau untuk dapat bekerja di sana. Karena itu jumlah bekerja tidak sampai angka lima persen. Namun, hal demikian itu dapat menjadi perhatian para pihak.
Syahril inipun, menanggapi pembukaan lowongan pekerjaan PT PHR bagi putra putri daerah yang lahir, berdomisili, atau tamatatniversitas di Provinsi Riau untuk menjadi karyawan PHR. Tapi, informasi lowongan pekerjaan ini menyebar luas, baik di media massa, maupun di media sosial.
Syahril mengatakan, hal pemberlakuan persyaratanya pelamar harus memiliki pengalaman kerja minimal 3, dan juga maksimal 5 tahun untuk dapat mengisi posisi jabatan yang lowong di PT PHR. Hal seperti itu, merupakan persyaratan model lama dan pernah dibuat Chevron, perusahaan operator sebelumnya itu di Blok Rokan.
“Kalau persyaratan demikian ini, masih dipertahankan, alamat tidak akan ada anak daerah yang bakal diterima di PT PHR dan jika hal tersebut terjadi sama saja antara PT PHR dan Chevron. Jadi, PT PHR ini sama dengan Chevron jilid II. Dan ini dipertanyakan, apakah merupa syarat mutlak bagi perusahaan didalam menetapkan persyaratan,” katanya.
Selain itu, apakah anak-anak baru yang diterima sebagai karyawan PT PHR ini langsung diberi tanggungjawab sesuai pekerjaan tersebut, atau hanya paling-paling tingkatnya ini sebagai pembantu saja di sana. Menurutnya, mereka yang bekerja di Chevron awalnya juga tidak memiliki ilmu dan serta skill mengenai pekerjaannya.
“Namun karena mereka dididik dengan mengikuti training sehingga akhirnya bisa bekerja. Lagi pula, rasanya tidak ada pekerjaan yang aneh di Chevron karena apa yang ada di PHR hari ini sama saja dengan kondisi 20 tahun yang lalu..Lain halnya jika mereka itu yang direkrut sebagai orang pertama pada perusahaan itu. Tapi kan hanya sebagai pembantu (helper),” katanya.
Syahril meminta kepada Pemprov Riau dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja agar untuk menunda proses rekrutmennya karyawan di PT PHR. Artinya, kalau itu penerimaanya karyawan dulu sebelum persyaratanya atau aturan penerimaan itu memberatkan anak daerah tersebut didudukkan kembali.
Dalam hal ini, Syahril menyarankan agar anak-anak daerah bisa diterima magang dan dapat diberikan pelatihan (training) terlebih dahulu, supaya nantinya setelah itu mereka bisa bekerja di PT PHR, pada penerimaanya karyawan dibuka, namun menutup peluangnya anak daerah untuk diterima.
“Kami minta Disnaker Riau melakukan itu daripada nanti kita mendengar kabar kantor Disnaker Riau diduduki anak-anak muda daerah ini yang berharap untuk mendapatkan pekerjaan karena banyak pihak yang mengadu ke LAMR mempertanyakan kenapa persyaratan ini masih diberlakukan,” ujar Syahril. **Rul