PEKANBARU, DERAKPOST.COM- Disaat ini, fakta baru terungkap di persidangan dugaan suap pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit milik PT Adimulia Agrolestari (AA) dengan terdakwa Sudarso di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (17/2/22).
Sudarso merupakan General Manager di PT Adimulia Agrolestari. Ia menjadi terdakwa karena memberi suap kepada Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra. HGU sawit yang diajukan berada di Kabupaten Kuantan Singingi.
Di persidangan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi KPK) menghadirkan saksi dari PT Adimulia Agrolestari. Mereka adalah Komisaris Frank Wijaya, dan Senior Manager Paino Harianto.
Kemudian staf Legal PT Adimulia Agrolestari Fahmi Zulfadli, Accounting Riana Iskandar, Kepala Kantor Syahlevi, dan staf Rudi Ngadiman.
Terungkap kalau terdakwa pernah mengadu kepada Komisaris PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya, kalau dirinya ditelepon oleh Andi Putra. Ketika itu Andi Putra meminta Rp1,5 miliar.
Permintaan uang itu terjadi pada awal Agustus 2021. Tidak hanya meminta melalui telepon tapi Andi Putra juga datang langsung ke rumah pribadi Sudarso dan menyampaikan kalau sedang butuh uang.
Tidak bisa memutuskan sendiri, Sudarso menyampaikan kalau harus memberitahu kan hal itu kepada pimpinannya. Uang tersebut tidak langsung diberikan karena harus menunggu keputusan petinggi perusahaan.
Selanjutnya pada 3 September 2021 dilakukan pertemuan di Hotel Prime Park Pekanbaru. Dalam pertemuan yang dihadiri berbagai pihak tersebut termasuk BPN, PT Adimulia Agrolestari disuruh meminta rekomendasi bupati.
Untuk mendapatkan itu, semakin kuat keinginan memberi uang Rp1,5 miliar yang diminta. Namun pemberian uang dilakukan secara bertahap. Pertama diberita Rp500 juta pada tanggal 27 September.
Setelah itu, PT Adimulia Agrolestari bersurat meminta rekomendasi tapi berlarut-larut karena belum dipenuhinya Rp1,5 miliar. Diduga karena yang yang diminta baru terealisasi Rp500 juta.
Sudarso pun terus dihubungi dan menyebut kalau masih diproses. Adanya permintaan uang itu disampaikan Sudarso ke Frank Wijaya.
“Dia bilang pusing, terus dihubungi oleh bupati, dan saya bilang kita bantu saja karena dia sedang sulit keuangan,” kata Frank Wijaya di hadapan majelis hakim yang diketuai Dahlan.
Namun Frank membantah kalau uang Rp500 juta tersebut untuk mengurus HGU. Menurutnya uang itu hanya pinjaman kepada Bupati Kuantan Singingi.
“Itu dipinjamkan, dia (Sudarso) sampaikan pinjam 500 juta karena bupati kesulitan uang secara pribadi. Diiklaskan,” elak Frank Wijaya yang memberikan kesaksian secara virtual.
Setelah uang Rp500 juta diberikan, pada pertengahan Oktober kembali diminta uang. Permintaan itu kembali disampaikan Sudarso kepada Frank Wijaya.
JPU Meyer Volmar Simanjuntak membacakan BAP dimana Frank Wijaya menyarankan untuk memberi Rp250 juta. Alasannya, jika uang dalam jumlah banyak diberikan akan sulit menentukan pajaknya.
Frank Wijaya membantah hal tersebut tetapi JPU memperlihatkan bukti chat Frank dengan Sudarso. Di chat itu Frank Wijaya menyebut, “Saya rasa pergi ambil saja. Suruh Paino ambil Saya yakin dia akan kasih nggak mungkin dia ngak ngasih apalagi kita sudah kasih dia 500”.
JPU mempertanyakan maksud “dia akan kasih’ tersebut ada hubungannya dengan rekomendasi pengurusan HGU. Lagi-lagi, Frank Wijaya membantah sampai JPU mengingatkannya untuk jujur.
JPU juga membacakan chat Frank Wijaya kepada Sudarso yang menyarankan agar memberi tambahan uang diminta.
“Di sini ada saudara bilang kalau begitu pakai uang kuku dulu, beri 100 atau 200 juta saja, jadi tidaklah perlu lewat boss dulu,” kata JPU kembali membacakan sambungan chat Franky Wijaya kepada Sudarso.
Frank Wijaya tetap berusaha mengelak. “Saudara jangan berbelit, di BAP ini disebut begitu,” ingat JPU.
Terkait uang Rp250 juta tidak jadi berikan kepada Andi Putra. Pasalnya, Sudarso sudah ditangkap oleh KPK dan uangnya dikembalikan ke perusahaan.
Jawaban Frank Wijaya soal pinjaman nama Rp500 juta kepada Bupati Kuansing juga membuat majelis hakim penasaran.
“Jadi itu Rp500 juta pinjaman ya, ada dibuat tidak itu perpanjian pinjaman sebesar Rp500 juta. Besar itu, kalau tidak ada surat perjanjian, hangus itu duit,” pancing hakim.
Namun Frank tetap saja dengan dalihnya, jika uang itu merupakan uang pinjaman bagi Andi Putra.
“Itu pinjaman banyak, apa tidak dibuat bukti peminjaman,” katanya.
Uang Rp500 juta diserahkan kepada supir Andi Putra. Pemberian uang kepada sopir iti atas permintaan Andi Putra. Uang diberikan oleh Sudarso disaksikan Syahlevi.
Untuk meyakinkan, JPU perlihatkan foto supir Andi Putra kepada Syahlevi. “Apakah ini orangnya yang menerima uang,” kata JPU dan tegas dijawab iya oleh Syahlevi.
Diketahui suap berawal karena PT Adimulia Agrolestari ingin melanjutkan keberlangsungan usahanya dengan mengajukan perpanjangan HGU yang dimulai pada 2019 dan akan berakhir di tahun 2024.
Salah satu persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU itu adalah dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan. Lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT AA yang dipersyaratkan terletak di Kabupaten Kampar, dan seharusnya berada di Kuansing.
Agar persyaratan ini dapat terpenuhi, Sudarso kemudian mengajukan surat permohonan ke Andi Putra selaku Bupati Kuansing dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan.
Selanjutnya, dilakukan pertemuan antara Sudarso dan Andi Putra. Dalam pertemuan tersebut, Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kuansing dibutuhan minimal uang Rp2 miliar.
Sebagai tanda kesepakatan, sekitar bulan September 2021, diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp500 juta. Berikutnya, pada 18 Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan uang ke Andi Putra sebanyak Rp200 juta.
Andi Putra dan Sudarso terjaring operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada, Senin (18/10/2021). Dalam kegiatan itu, KPK menemukan bukti petunjuk penyerahan uang Rp500 juta, uang tunai dalam bentuk rupiah dengan jumlah total Rp80,9 juta, mata uang asing sekitar SGD1.680 dan serta HP Iphone XR. **Rul/Fad