Film Bidaah dan Kartini

0 80

PERINGATAN Hari Kartini 21 April 2025 tahun ini, mencatat dua hal penting. Pertama, semakin banyak tokoh perempuan hebat yang tidak hanya sekedar berdiri di samping pria sukses, tapi kini tampil sebagai pemimpin. Hal ini memperkuat tesis lama John Naisbitt menjelang akhir abad ke-20, bahwa kepemimpinan perempuan merupakan salah satu tren besar di tahun 1990-an memasuki abad ke-21, perempuan memiliki peran yang semakin penting dalam kepemimpinan di segala bidang dan di segala level.

Dan pada kenyataannya, tren kepemimpinan perempuan menunjukkan peningkatan signifikan di berbagai sektor di berbagai penjuru dunia. Perempuan semakin banyak yang menduduki posisi-posisi strategis dan berpengaruh. Kepemimpinan perempuan juga dianggap membawa dampak positif, seperti menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif, kolaboratif, dan inovatif. Pileg dan pilkada serentak 2024, misalnya, khususnya di Riau menunjukkan kecenderungan itu. Hal ini terlihat dari semakin bekibarnya para politisi perempuan.

Lima dari 13 Anggota DPR RI dari Riau adalah perempuan. DPD RI (satu dari empat anggotanya adalah perempuan); dua Bupati perempuan (Bengkalis dan Siak); dua Wakil Bupati perempuan (Kampar dan Indragiri Hilir); dan dua Ketua DPRD Kabupaten juga perempuan (Rokan Hulu dan Rokan Hilir); hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Ā Tokoh perempuan Riau kelihatannya tampil semakin percaya diri, membanggakan. Kepemimpinan perempuan sering kita pahami ditandai dengan pendekatan yang inklusif, kolaboratif, dan penuh empati.

Namun ada hal kedua, yang sepertinya tak seiring dengan semangat kebangkitan perempuan di Tanah Air. Ada kesan degradasi peran dan pencitraan perempuan. AdaĀ down-gradeĀ terhadap label perempuan tangguh, terasa seperti merendahkan, meremehkan, atau bahkan mempermalukan. Ada perasaan tak nyaman yang berawal dari beredarnya film serial web Malaysia yang bertajuk Bidaah. Film ini menjadi fenomena karena jumlah penonton yang sangat besar dan perbincangan hangat di media sosial. Dilaporkan oleh cnnindonesia.com (9/4/2025) dan Viu Malaysia, film ini sudah ditonton lebih dari 2,5 miliar views dan menjadi drama nomor satu di Viu Malaysia dan Indonesia.

Film Bidaah kini menjadi serial drama paling dibicarakan di Malaysia dan Indonesia. Reaksi penonton beraneka ragam, baik positif, kritis, maupun negatif. Banyak yang merasa bahwa cerita film ini menyentuh isu-isu sensitif yang relevan dengan masyarakat saat ini, penuh dengan muatan konflik moral dan spiritual.

Salah satu karakter dalam film itu, Walid (dimainkan oleh Faizal Hussein), digambarkan sebagai pemuka agama yang menyesatkan pengikutnya demi kepentingan pribadi. Di balik penampilan agamisnya dan pengakuannya sebagai Imam Mahdi, ia melampiaskan nafsu bejatnya pada para wanita muda yang tengah galau atau terperangkap dalam kultus individu ā€˜tok guru’. Dialog-dialog yang ditampilkan pun terasa sangat sesuai dan bisa dipahami dalam konteks kehidupan sehari-hari sehingga menjadi bahasan menarik di media sosial. Beberapa kalimat sederhana film ini menjadi viral dan ramai diperbincangkan di media sosial. ā€œWalid nak Dewi, boleh?ā€ atau ā€œPejamkan mata, bayangkan muka Walidā€ atau juga ā€œPernikahan batinā€, kalimat-kalimat ini menggambarkan penyimpangan ajaran agama, bahkan disebut sebagai ajaran sesat.

Film ini berangkat dari kasus ajaran sesat yang pernah menggegerkan Malaysia. Produser dan penulis film Bidaah, Erma Fatima dalam postingannya di akun Instagram menunjukkan tokoh Walid dan film Bidaah menjadi sangat viral dalam pencarian Tiktok di Malaysia dan Indonesia. Seperti diberitakan media Malaysia, Erma mengaku kalau filmnya berdasarkan kisah nyata. Erma mengaku pernah terjebak masuk di dalam aliran sesat di Negeri Jiran.

Nah itu dia. Bila film ini diangkat dari kisah nyata, ini tentu persoalan serius. Berarti praktik-praktik seperti terlihat dalam film memang sungguh-sungguh terjadi di tengah masyarakat. Malaysia dan Indonesia itu negeri serumpun tak berjarak beribu batu, sekarang bahkan dipertautkan oleh Selat Melaka. Dan melihat antusiasme penonton film Bidaah, karakter kedua negeri tak jauh beda. Boleh jadi praktik ajaran sesat itu juga terjadi di Indonesia.

Maka dalam memperingati Harti Kartini 21 April 2025 tahun ini kita ternyata masih memiliki banyak ā€˜PR’. Lembaran catatan kelam dari film Bidaah mudah terbaca. Lembaran pertama masalah ajaran sesat biarlah ulama kita yang membersihkannya; lembaran kedua, tentang pendidikan dan kemajuan berpikir kaum perempuan. Ini cita-cita RA Kartini. Ide-ide pembaharuan masyarakat khususnya kaum perempuan dalam surat-surat RA Kartini yang dianggap melintasi zaman sudah diterbitkan dalam buku ā€œHabis Gelap Terbitlah Terangā€.

Sebagai seorang bangsawan, RA Kartini fasih berbahasa Belanda. Di rumah ia belajar sendiri. Dia membaca buku-buku, koran, dan majalah Eropa. Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Dari kegemaran membaca inilah timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Maka Kartini melakukan korespondensi dengan teman-temannya yang berasal dari Belanda.

Tugas berat menanti para kepala daerah kita yang baru dilantik pada 20 Februari 2025 lalu dan telah mendapatkan penggemblengan di Magelang. KomitmenĀ affirmative actionĀ (keberpihakan) terhadap pendidikan perempuan perlu mendapat perhatian sangat serius. Kita perlu mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan supaya lebih bermarwah. Ini tanggungjawab sejarah. Kita yakin, habis gelap terbitlah terang.***

Penulis:
Dr. drh. H. Chaidir, MM,

Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR

Ketua DPRD ProvinsiĀ RiauĀ dua periode 1999-2004 dan 2004-2008)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.