Frank Wijaya Komisaris PT AA Diadili atas Dugaan Suap Kepala BPN Riau dan Bupati Kuansing

0 307

 

DERAKPOST.COM – Frank Wijaya, diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (16/1/2023). Komisaris sekaligus pemegang saham PT Adimulia Agrolestari (PT AA) diadili dugaan suap pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) di Kuantan Singingi (Kuansing).

Selain Frank Wijaya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mendakwa Sudarso. Dia merupakan General Manager PT AA dan bertugas memberikan uang suap. Suap diberikan kepada Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, Muhammad Syahrir, dan Bupati Kuantan Singingi, Andi Putra.

Di kasus ini, Andi Putra telah diadili dan dinyatakan terbukti bersalah. JPU Rio Fandi di hadapan majelis hakim yang dipimpin Dr Salomo Ginting dalam dakwaannya menyebut, uang suap diserahkan pada 2 dan 27 September 2021 sampai 18 Oktober 2021 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain antara bulan September 2021 sampai dengan bulan Oktober 2021 lalu.

Uang diberikan dengan maksud supaya Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. “Agar Muhammad Syahrir permudah pengurusan HGU PT Adimulia Agrolestari, dan agar Andi Putea mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan 20% kebun kemitraan/plasma PT Adimulia Agrolestari di Kabupaten Kampar,” kata JPU.

Dikutip dari Cakaplah.com. Suap berawal ketika jangka waktuu Sertifikat HGU PT Adimulia Agrolestari tersebut akan berakhir pada tahun 2024. Terdakwa Frank Wijaya meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangan Sertifikat HGU dengan alasan Sudarso sudah berpengalaman mengurus permasalahan yang dialami PT Adimulia Agrolestari.

Atas permintaan tersebut Sudarso memulai proses pengurusan perpanjangan Sertifikat HGU PT Adimulia Agrolestari Nomor 10009, 10010, dan 10011 yang terletak di Kabupaten Kuantan Singingi dengan membuat Surat Permohonan Perpanjangan HGU Nomor: 068/AA-DIR/VIII/2021 tanggal 04 Agustus 2021 dan Nomor: 069/AA-DIR/VII/2021 tanggal 04 Agustus 2021.

Surat itu ditandatangani oleh Direktur PT Adimulia Agrolestari David Vence Turangan dan ditujukan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi. Karena luas tanah yang dimohonkan perpanjangan HGU di atas 250 hektare maka kewenangan ada di Kementerian ATR/BPN RI (Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah).

Selanjutnya, surat itu diteruskan oleh Kuantan Singingi ke Kanwil BPN Provinsi Riau. Untuk mempermudah pengururusan, Sudarso menghubungi Kepala Kantor BPN Kuantan Singingi Risna Virgianti dan menyampaikan akan mengurus perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari serta minta dipertemukan dengan Muhammad Syahrir.

Pada awal bulan Agustus 2021 Sudarso menyampaikan kepada Risna untuk menemaninya menghadap Muhammad Syahrir guna membicarakan mengenai perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari. Kemudian Risna menghubungi Mihammad Syahrir dan menyampaikan kalau Sudarso ingin bertemu.

Muhammad Syahrir menyetujuinya dan meminta agar pertemuan dilakukan di rumah dinasnya. Hal itu disampaikan M Teguh Saputra selaku ajudan Muhammad Syahrir ke Risna, dan selanjutnya Risna menyampaikan pesan itu ke Sudarso.

Pada tanggal 4 Agustus 2021, di Kepala Kanwil BPN Riau di Jalan Kartini, Kota Pekanbaru, Sudarso bersama Risma melakukan pertemuan dengan Muhammad Syahrir. Dalam pertemuan tersebut Sudarso menyampaikan bahwa HGU PT Adimulia Agrolestari akan habis masa berlakunya pada tahun 2024.

Selanjutnya Sudarso menyampaikan keinginannya agar dibantu dalam pengurusan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari. Atas penyampaian tersebut Muhammad Syajrir meminta Sudarso agar memberikan uang Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura (SGD).

Muhammad Syahrir juga meminta agar diberikan terlebih dahulu uang sebesar 40% sampai 60% dari jumlah Rp3,5 miliar. Atas permintaan tersebut, Sudarso menyampaikan akan melaporkannya kepada Frank Wijaya.

Kemudian, Sudarso melaporkan permintaan uang tersebut kepada Terdakwa, dan Terdakwa menyetujuinya. Kemudian Terdakwa memerintahkan Rudy Ngadiman alias Koko selaku Staf Ahli Direksi bagian Teknis dan Processing PT Adimulia Agrolestari untuk mengambil uang sejumlah SGD150.000 dari brankas di Kantor PT Adimulia Agrolestari Kuantan Singingi untuk diberikan kepada Sudarso.

Pada l22 Agustus 2021, Sudarao menghubungi M Teguh Saputra dan menyampaikan ingin bertemu dengan Muhamnad Syahrir di rumah dinasnya. Pedan itu kemudian disampaikan M Teguj Saputra kepada Mihammad Syahrir dan disetujui.

Kemudian Sudarso melakukan pertemuan dengan Muhammad Syahrir di rumah dinasnya. Dalam pertemuan tersebut, Sudarso menyampaikan kesanggupan atas permintaan uang dari Muhammad Syahrir sebagaimana pertemuan sebelumnya pada tanggal 4 Agustus 2021.

Menindaklanjuti perintah dari Terdakwa Frank Wijaya, selanjutnya Rudy Ngadiman alias Koko membawa uang sebesar SGD150.000 dari brankas di Kantor PT Adimulia Agrolestari Kuantan Singingi ke kantor PT Adimulia Agrolestari Pekanbaru untuk diserahkan kepada Sudarso.

Setelah Rudy Ngadiman tiba ternyata Sudarso tidak berada ditempat, sehingga dia menginformasikan kepada Terdakwa Frank Wijaya bahwa Sudarso tidak berada di kantor PT Adimulia Agrolestarsi Pekanbaru.

Atas informasi tersebut Terdakwa Frank Wijaya memerintahkan Rudy Ngadiman Alias menitipkan uang SGD150.000 kepada Syahlevi Andra dan dan menyerahkannya kepada Sudarso.

Selanjutnya Syahlevi Andra mendatangi rumah Sudarsk di Jalan Kartama Gang Nurmalis Nomor 2 RT.002 RW.021 Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru, dan menyerahkan uang SGD150.000 tersebut kepada Sudarso.

Dari jumlah uang yang diberikan, Sudarso mengambil SGD112.000 untuk diserahkan kepada Mihammad Syahrir sedangkan sisanya sebesar SGD38.000 untuk kepentingan lainnya.

Pada 29 Agustus 2021, Sudarso melakukan pertemuan dengan Muhammad Syahrir di rumah dinasnya. Dalam pertemuan tersebut, Syahrir menyampaikan agar Sudarso menyerahkan uang pada tanggal 2 September 2021 sekitar pukul 20.00 WIB di rumah dinasnya. Sudarso tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi.

Pada bulan September 2021, bertempat di rumah Sudarso di Kota Pekanbaru, terjadi pertemuan antara Andi Putea dengan Sudarso. Ketika itu, Andi Putra menyampaikan akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan tapi terdakwa meminta PT AA memberikan uang terlebih dahulu sebesar Rp1,5 miliar.

Atas permintaan tersebut, kemudian Sudarso menyampaikan kepada Frank Wijaya. Ternyata Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang kepada terdakwa dengan cara bertahap. Pertama, kepada terdakwa diserahkan uang Rp500 juta untuk tahap awal, dengan maksud agar surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa dapat segera keluar.

Perbuatan kedua terdakwa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. **Fad

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.